Fanmeeting ; The Tragedy
Kedatangan Rivan dengan Shashi disambut sorak ramai antusias para penggemar namun yang hanya didengar oleh Shashi hanyalah sebuah cercaan. Gadis itu meremat ujung rok dress hitam selututnya sambil menunduk takut, pandangan tajam yang menusuk juga kalimat-kalimat hinaan. Meskipun tak ada pemberontakan karena penjagaan yang sangat ketat, Shashi bisa merasakan bahwa mereka semua mengharapkan Shashi enyah dari hadapan mereka. Tangan besar Rivan mengait erat di jemari mungil Shashi seolah memberi kekuatan gadis itu untuk berdiri sebentar lagi, dan mata sayunya memberi isyarat bahwa sebentar lagi Rivan akan membagi sedikit energi. Shashi masih tak berani mendongak tapi uluman senyum tipis menjadi jawaban untuk pria itu.
Kamera yang sudah menyoroti kemesraan dua insan yang dipasangkan dalam satu acara itu, semenjak pemberitaan komentar jahat Shashi yang akan ditindak lanjut, Roy juga para kru menjadi lebih hati-hati dalam perihal editing acara yang tak menyudutkan satu pihak. Di satu sisi, Shashi merasa lega dengan pemberitaan itu karena memang cukup berefek untuk mengurangi komentar jahat yang menimpanya tapi di sisi lain ia tahu kalau ini semua karena Rivan. Pengorbanan apa yang diberikan lelaki itu sampai pihak manajemennya ikut turun tangan? Shashi tahu itu bukan hal mudah untuk dikabulkan.
Di ujung sana tepatnya belakang kamera, ada sosok pria paruh baya dengan kacamata hitamnya memerhatikan tiap gerak gerik dua pelakon yang tengah berperan baik di depan kamera tapi mata elangnya itu tak bisa menepik bahwa diantara dua insan itu ada sesuatu. Ia jadi teringat ketika Rivan datang ke kantornya dengan wajah serius dan meminta satu hal yang tak pernah diduga.
“Saya akan ambil project film dengan Erika Tsabita tapi dengan satu syarat, jangan pusatin spotlight acara sama Shashi Amara.” “Bintang tamu acara itu saya jadi tolong tindakin semua komentar jahat Shashi Amara dan bilang sama Roy untuk gak ada lagi editing acara kayak gitu.”
Rafi mendongakkan kepalanya untuk memusatkan perhatiannya lebih intens di tiap ekspresi yang tampak di wajah Rivan. Senyuman cerah yang tak biasa, tatapan dalam yang bermakna juga kontak fisik yang berlebihan. Improvisasi? bagi Rafi itu omong kosong, pria itu ingin menelisik lebih jauh tentang Shashi Amara.
“Halo? Tolong ikutin tiap pergerakan Rivan setelah acara ini ya.”
Rivan : Cepetan sini ke tangga darurat, 10 menit lagi aku harus ke panggung.
Shashi menoleh kanan-kiri dan mengambil langkah tak bersuara di lorong gedung yang tak ada lalu lalang siapapun. Shashi langsung memasuki pintu tangga darurat yang letaknya ada di ujung ruangan sana, tak ada siapapun begitu ia turun satu tangga, pergelangan tangannya ditarik paksa sampai tubuhnya terjatuh di dada bidang yang mencuat aroma manis woody yang begitu khas.
Tangan besarnya mengalung erat di bahu Shashi memberikan sebuah hangat juga kenyamanan. Semua keresahan yang dirasakan Shashi perlahan luruh dengan hangatnya pelukan yang diberikan Rivandy Nathaniel. Perlahan mereka melepas pelukannya, ibu jari Rivan mengusap pelan pipi gembib gadisnya dan mengagumi tiap inci fitur wajah cantik Shashi yang ia tatap saat ini.
“Tadi takut, sayang?” tanya Rivan dengan suara serak manisnya membuat jantung Shashi berdebar kencang.
“Sedikit…” jawab Shashi lirih.
Rivan tertawa pelan, ia mendekap lagi kepala Shashi dalam dadanya membiarkan gadis kasihnya mendengar tiap degupan jantung yang seolah menggemakan nama Shashi.
“Gapapa, semuanya baik-baik aja kok pelan-pelan pasti situasinya membaik.” Shashi tahu, dibalik situasi yang membaik itu ada pengorbanan Rivan yang tidak ia ketahui.
“Rivan, itu… berita tentang pihak manajemen yang ikut turun tangan soal komentar jahat, karena kamu yang minta?”
Rivan menggeleng pelan, “Udah gak usah dipikirin - ”
“Jangan gitu, kamu bilang apa sama manajemen kamu?”
“Udah, Shashi, itu bukan urusan kamu - ”
“Kamu gak nyusahin diri kamu kan? Please, Rivan, jangan peduliin - ”
“Shashi, udah ya, kamu tenang aja everything is gonna be okay, aku gak mengorbankan apa-apa dan ini semua juga buat reputasi aku juga, kamu pikir kamu doang yang dapet komentar jahat?”
Rivan berbohong karena semua yang dia lakukan karena rasa pedulinya kepada Shashi yang tak lagi kuat menahan cercaan orang-orang tak bertanggungjawab. Shashi dibuat bungkam, ia tahu kalau Rivan tak sepenuhnya berkata jujur tapi apalah daya kalau lelaki itu bersikukuh dengan pernyataannya. Biarkan mereka berdua tenggelam dengan kehangatan yang mereka buat sendiri sebelum menghitung mundur acara fanmeeting dimulai. Tanpa mereka sadari bahwa ada yang memata-matai pergerakan mereka.
“Shashi Amara… hari ini tamat riwayat kamu.”
Setelah Rivan yang keluar duluan dari ruangan tangga darurat, Shashi kembali memantau situasi dan bergegas keluar bersama wajah datarnya. Langkah kecil tak bersuara seketika terbenam dengan deritan roda dari rak yang membawa empat botol jus jeruk yang didorong oleh seseorang serba hitam. Shashi menduga itu bagian dari kru, jadi ia menyapa orang tersebut.
“Tunggu sebentar.”
Shashi menoleh, orang tadi menyerahkan rak tersebut kepada gadis beriris legam itu hingga alisnya mengernyit heran.
“Bawa ini untuk kru lain sama Rivan, ada minuman khusus untuk Rivan jadi jangan sampai tertukar,” Tangannya yang dibalut sarung tangan lateks itu menunjuk ke sebuah botol yang ditempeli label nama RIVANDY NATHANIEL besar-besar. Gadis itu mendelik begitu mendengar perintah orang tadi yang cukup mencurigakan, tapi Shashi masih belum berpikir panjang sampai orang serba hitam tadi lari meninggalkan Shashi di sana. Akhirnya gadis itu mendorong rak itu menuju backstage acara fanmeeting dan langkahnya terhenti begitu Alice menghampiri Shashi.
“Kamu kemana aja?! Ayo cepetan sini, kamu belum nyapa Pak Rafi secara langsung!” Alice menarik pergelangn tangan mungil Shashi menuju seorang pria paruh baya yang tengah berdiri menyilang tangannya memerhatikan bagaimana kameramen meliput seisi ruangan. Rak berisi minuman barusan Shashi tinggal begitu saja disamping panggung. Mata sayu Rafi praktis melirik tajam sosok Shashi yang menyapanya dengan kikuk, ia menelisik dari ujung kepala hingga kaki gadis itu.
“Kita baru ketemu waktu awal briefing ya?” tanya Rafi dengan suara pelan tapi mengintimidasi.
“Iya betul, Pak,” jawab Shashi dengan gugup.
Rafi menyungging senyum miringnya, “Bagaimana? Kamu menikmati syuting acara ini?”
Shashi menegup salivanya bulat-bulat, iris kelam Rafi benar-benar menusuk gadis itu hingga kepalanya ingin terasa pecah. Apa ada kalimat yang bisa menenangkan tatapan tajam pria itu?
“Lu-Lumayan, kok, semuanya… menyenangkan.”
“Tapi kemarin kamu dapat banyak hate comment karena evil editing Roy bukan begitu?”
Roy langsung mendelik begitu dengar namanya disebut seolah memberi sinyal bahaya yang mengancam posisinya. Shashi cepat menggeleng.
“Ah tapi setelah keluar berita kemarin sudah mulai berkurang kok, Pak!” Shashi peka dengan situasi Roy berusaha untuk menenangkan Rafi.
“Orang yang berhak mendapat perlindungan saya itu seperti permata mahal yang harus diperlakukan sebaik mungkin, kamu telah mendapatkan perlindungan saya jadi selanjutnya saya harus apa biar kamu tetap aman? Perlu saya pecat Roy?” pertanyaan itu terdengar seolah menyudutkan Roy tapi faktanya tidak, Rafi sedang menguji mental Shashi yang sebenarnya. Gadis itu gemetar di tempatnya, tak tahu harus mengatakan apa lagi setelah hempasan tawa remeh keluar dari bibir tipis Rafi, “Setidaknya setelah kamu mendapat perlindungan dari saya, tahu posisi kamu nona manis, kamu ngerti kan maksud saya?” bisikan itu menohok dada Shashi.
Rafi mengancam Shashi.
Pria itu mengendus sesuatu yang lain dari dirinya juga Rivan. Wajah Shashi menegang sempurna, bola matanya bergetar hebat. Shashi khawatir kalau ini akan menjadi pertanda buruk pula untuk Rivan yang masih di atas panggung sana sedang bercengkrama dengan para penggemarnya. Lelaki itu hebat bisa memasang topeng setebal itu di tengah ruangan redup yang sangat dingin ini. Senyuman manisnya begitu bersinar, sampai orang rela berbondong-bondong untuk mengantri di sana.
“Gak usah di pikirin omongan Pak Rafi, beliau emang agak judes,” ucap Alice yang dibalas ketawa renyah Shashi. Gadis itu tersontak begitu mendapati Alice sedang meneguk jus jeruk yang serupa dengan minuman yang dia bawa barusan.
“Mbak, itu jus jeruk dapet darimana? Ambil dari sana?” tanya Shashi sambil menunjuk rak yang ada di samping panggung.
Alice menggeleng, “Lah, udah dibagiin kali dari tadi itu di samping stage minuman siapa? Nih punya kamu,” wanita itu memberikan satu botol jus jeruknya kepada Shashi namun bukan itu yang Shashi maksud. Firasat buruk mulai mengguncang dadanya, ia berlari menuju rak yang dia bawa dan minuman berlabelkan nama Rivan sudah tak ada di sana.
Minuman itu… ada sesuatu.
Benar saja, orang serba hitam tadi sudah naik di atas panggung dengan minuman yang dia bawa. Rivan tak sadar apapun.
“Halo, kok pakai jaket sama masker gitu, gak gerah?” tanya Rivan kepada orang serba hitam tadi dan dibalas gelengan lesu, “Mana sini albumnya biar aku tanda tangan, namanya siapa?”
“Tu-Tulisin aja semangat ujian, gak usah pakai nama,” orang tersebut cepat menyodorkan botolnya kepada Rivan, “Ini minuman untuk Kak Rivan!”
Rivan memencak matanya, “O-Oh kamu bawain aku minuman? Ya ampun lucu banget sampai dikasih label gini, makasih ya” tutur pria itu dengan ramah dan diterima botol minuman itu.
“Boleh minum sekarang gak kak? Aku mau tahu rasanya enak atau enggak.”
Sekali lagi pria itu mendelik, “Eh? Boleh sih,” Rivan tanpa curiga sedikit pun membuka tutup botol itu yang tertutup rapat dan begitu hendak ia minum…
“STOP DISANAAA!!!!!”
Jeritan Shashi yang menggelegar mengejutkan seisi ruangan itu terlebih gadis itu berlari ke atas panggung menghampiri Rivan.
“Ke-Kenapa?!” decak Rivan bingung, Shashi merebut botol minuman yang dia curigai dan mengendus-endus isi minumannya. Wangi kacang khas yang mencuat dari isi minuman itu menjawab semua kecurigaan Shashi, orang serba hitam tadi langsung mendecik lidahnya dan berlari sekuat tenaga menghindari kejaran Shashi.
Kalian jangan remehkan Shashi si mantan atlit taekwondo yang handal, gadis itu melepas sepatu berhak tingginya sembarang dan melempar salah satu sepatunya hingga mengenai tepat sasaran ke ubun-ubun si pelaku. Begitu targetnya jatuh tersungkur, cepat Shashi menarik tangannya dan meniarapkan orang tersebut hingga topi hitamnya terlepas membuat rambut panjangnya yang ia sembunyikan tergerai.
“Shashi?!” pekik Rivan dengan semua kru SMTV yang ikut berlari menyusul Shashi.
“PANGGIL POLISI CEPETAN!! DIA MAU NGERACUNIN RIVAN TADI PAKE MINUMANNYA!!” titah Shashi sambil sekuat tenaga menahan tubuh pelaku.
“Le-Lepasin, dasar pelacur!” gertak si pelaku dengan ekspresi gelapnya. Semua langsung terkesiap kaget mendengar cacian itu tertuju kepada Shashi, terutama Shashi sendiri. Kalimat itu lebih dari sekedar caci atau hinaan, martabatnya bagai di pecahkan berkeping-keping.
Gue…pelacur?
“Lo tahu gak? Lo tuh gak lebih dari seorang pelacur, lo jadi haters Kak Rivan cuman buat narik perhatian aja buat deket-deket sama dia kan? Lo tuh menjijikan, gak kalah menjijikan dari kotoran tahu gak?! Kalau gue bilang lo harus mati itu gak pantes, lo harus hidup dalam penghinaan— ”
“JAGA MULUT LO!!!!!” Rivan menggertak dari belakang dengan mata yang menyalak sempurna, langkah kaki tegap pria itu mendekat namun Valent cepat menahan tubuh Rivan agar artisnya tak berbuat lebih jauh. Rivan sudah tak mampu membendung amarahnya begitu lihat Shashi di hina-hina, “Mulut lo itu - ”
PLAAKKK!!!!
Wajah perempuan itu ditampar keras-keras oleh Shashi hingga terpental. Semuanya dibuat mematung di tempatnya, Shashi berdiri dan menarik kerah jaket anak perempuan itu dengan kasar sambil menatapnya dengan tatapan membunuh. Rivan yang ada di sana juga tak kalah shock, ekspresi Shashi tak pernah segelap itu.
Shashi benar-benar menyeramkan.
“Ngomong sekali lagi di depan saya,” Shashi menarik lagi kerahnya, satu tangannya mencengkram dua pipi lawannya hingga kedua mata mereka saling menatap langsung, “Bilang, saya pelacur sekarang.”
Siapa yang tak gentar dengan aura intimidasi Shashi yang begitu kuat? Bahkan orang di belakangnya saja praktis melangkah mundur.
“Setidaknya saya bukan fans gagal yang merendahkan martabatnya sebagai manusia… hanya karena obsesi seperti kamu,” Shashi menghempas tubuh pelaku sekuat tenaga, kedatangan tim polisi membuat semua menghela napas lega. Di situ Shashi dimintai keterangan lebih lanjut atas kesaksiannya begitupun Rivan juga kru SMTV, acara fanmeeting terpaksa berhenti di tengah-tengah karena insiden ini.
Tanpa Shashi sadari, titik balik dari nasibnya berubah mulai detik ini.