Say Hello
“Assalamualaikum, Abi... Umi...”
Kedua insan itu langsung mengusap batu nisan yang sedikit tertutup dengan dedaunan kering, “Aisyah lama gak main kesini, hehehe... sekarang Aisyah kesini sama seseorang lho, Abi, Umi...” “Ini suami Aisyah, namanya Mas Naresh.”
“Assalamualaikum Abi, Umi...”
Naresh menyekar bunga di atas makam perlahan, seolah ia sedang menyapa ayah ibu mertuanya, mengirim doa untuk keduanya.
“Abi, Umi... jujur aja, ini adalah langkah awal kami berdua menuju kehidupan baru. Aisyah masih ingat betul semua pesan Abi untuk Aisyah, dan Inshaa Allah, Aisyah akan menjadi istri yang baik untuk Mas Nana agar kalian bisa terus senang-senang di atas syurga sana...”
Naresh mengambil alih bicara, “Inshaa Allah, saya juga akan amanah sebagai suami... saya akan menjaga Aisyah dan membimbingnya dengan baik untuk meraih ridho dan syurga Allah.”
Keduanya berdiri dari tempatnya, lalu memasuki mobilnya lagi untuk pergi ke tempat peristirahatan Mama Naresh yang jaraknya sedikit lebih jauh dari tempatnya saat ini.
“Assalamualaikum, Mama...” Naresh mengusap batu nisan sang Ibunda, “Mama baik-baik aja kan? Lihat deh sekarang Naresh bawa siapa?” Pria itu membawa bahu mungil sang istri dalam rangkulannya, “Ini istrinya Naresh, namanya Aisyah, yang aku ceritain sama Mama.”
“Assalamualaikum, Mama...”
Naresh terkekeh, “Tahu gak, Mah? Dulu nih si Aisyah tuh cewek tengil yang ngebentak-bentak aku di lalu lintas.”
“Ish, Mas Nana!”
“Tapi sekarang udah jadi istri Naresh, takdir bisa selucu itu ya?”
Aisyah seketika terhenyak dengan tatapan sendu suaminya yang perlahan berkaca-kaca.
“Padahal dulu mimpinya Mama mau mendampingi aku menikah tapi sayangnya, Mama cuman bisa ngawasin aku dari atas sana. Mama senang kan?”
Aisyah menggenggam tangan Naresh erat-erat.
“Sekarang... Naresh sudah hidup lebih baik, Mah, Naresh udah punya Aisyah di sisi Naresh sekarang.”
Aisyah mengangguk pelan.
“Mama juga ya? Baik-baik disana, doain terus Naresh disini...” “Nanti aku balik lagi kesini sambil gandeng 3 cucu Mama ya.”
“Mas Nana ih!”
“Lho kenapa? Itu permintaan Mama lho, minimal cucu dari aku 3 malahan kalau bisa lebih.”
“Ya-ya nanti aja mikirnya, kamu mah sempat-sempatnya ngomong gitu, iseng banget sih?!”
“Kenapa? Malu ya? Ciee...”
“Mas Nana...!”
Naresh ketawa geli sambil memeluk lagi bahu Aisyah, “Iya sayang, aku cuman bercanda... yaudah yuk pamit dulu sama Mama, abis ini aku mau puas-puasin ngedate sama kamu.”
“Hah? Ngedate kemana?”
“Kemana kek, terserah aku.”
“Kenapa sepihak gitu?”
Naresh mendekati wajah Aisyah, “Nanya mulu kayak wartawan, udah nurut aja sama suami!” pria itu berdiri sambil meletakkan buket bunganya di atas batu nisan sang Ibunda, “Dah, Mama, Naresh pamit dulu ya...”
Naresh sengaja jalan mendahului istrinya itu dan membuat Aisyah jengkel setengah mati di belakangnya,
“Ish nih orang, udah jadi laki juga tetap sama ngeselinnya! Edan!”
“Ke Dufan? Yang bener aja kamu, Mas!”
Pasangan muda itu sudah berhenti tepat di depan loket untuk membeli tiket masuk Dufan sebelum tangannya di stempel.
“Kenapa? Gak suka?”
“Bukan gitu, aneh aja kenapa harus dufan—”
“Ayo kita tanding lagi, Aisyah!”
Aisyah menganga sejadi-jadinya.
“Disini ada wahana baru yang sejenis sama roller coaster yang dulu. Namanya super jet coaster, kita harus tahan ya gak boleh teriak kalau teriak berarti kalah!” “Deal?!”
Ya Allah ada gitu ya pasutri mau taruhan gini, random banget laki gue sumpah...
“Iya deh, deal! Emang nanti kalau kalah hukumannya apa?!”
“Harus turutin perkataan yang menang dong!”
“Oh oke...”
Mereka memutuskan untuk pergi ke wahana yang dituju. Mengantri selama 5 menit lalu setelah gilirannya datang, Aisyah dan Naresh mempersiapkan diri masing-masing untuk menutup rapat-rapat bibirnya.
“Siap-siap ya semua, pegangan... satu...dua...tiga...!!”
WUSHH!!
“ALLAHUAKBARRRRRRRRR!!!!!!!!!!!”
Aisyah ketawa renyah.
“Puas kamu, Mas?! Hm?!”
Nafas Naresh tersengal-sengal bahkan jantungnya itu sudah merosot tergontai-gontai karena wahana barusan.
“Kamu yang nantangin, ujung-ujungnya kamu yang kalah! Hahaha...!!”
“Sstt! Diem! Gak usah ngetawain!”
“Hahahahahahahaha...!!”
“Aisyah Izzati!”
Aisyah menjulur lidahnya, “Wleek!! Yey aku menang, berarti Mas Nana harus nurut apa kata aku, kan?!”
Naresh mengangguk susah payah, “Iya deh...”
“Okey! Permintaan aku adalah... perpanjang waktu cuti kamu!”
“Hah?! Gak bisa! Seninnya aku ada jadwal operasi!”
“Ish, jadwal operasi sama aku pentingan mana?!”
“Ya pentingan operasi lah! Itu kan urusannya sama nyawa orang!”
Aisyah mendecak kesal, “Woah, terus kita gak bulan madu gitu?! Mas Nana kan janji katanya mau ngajak bulan madu?! Ish, dasar tukang PHP!!”
“Bulan madu? Maksud kamu tuh perpanjang cuti buat pergi bulan madu?!”
“Iya! Au ah bete! Mas Nana gak adil!”
GYUT!! Naresh mencubit gemas pipi istrinya dan menampilkan dua tiket pesawat yang sudah ia booking dari ponselnya.
“Aku tuh udah siapin bulan madu kita di Bali besok, tadinya emang aku mau ngajak kamu keluar negeri tapi jadwal aku padet. 3 hari disana cukup kan?”
Mata Aisyah langsung berbinar-binar dan cepat wanita itu merebut ponsel Naresh.
“Besok... kita ke Bali, Mas?!”
“Iya.”
“Serius?!”
“Iyaaaa istriku sayaangg...”
GREP!! Aisyah melompat girang memeluk suaminya erat-erat membiarkan tubuh mungilnya itu tergantung.
“Huwaa suamiku memang yang terbaik!! Makasih ya, Mas Nana! Muach!” Aisyah mengecup pipi pria itu cepat dan tak berhenti melompat-lompat penuh sukacita meninggalkan suaminya diam mematung.
Haduh, Aisyah... untung suamimu ini sungguh penyabar...

