Lamaran

Di kediaman keluarga Aisyah, semua orang sudah berkumpul di tempat yang sudah di sediakan dan awak media yang hendak memberitakan kabar bahagia ini di cegat jauh-jauh dari tempat.

“Buset, ini kenapa rame banget ama wartawan? Masa iya gara-gara ini lamarannya Dokter Naresh? Emang se-hits itu Dokter Naresh?” cuap Brian terheran-heran.

“Iya ya, gue aja gak boleh masuk ke kamarnya Aisyah di cegat dua bodyguard, udah kayak nikahannya anak presiden aja!” timpal Juwita mendengus kesal.

Tak lama mereka saling mencicir acara lamaran Aisyah yang menurut mereka sedikit extraordinary itu, mata mereka kembali membulat besar dengan sosok Haidar yang sedang menyalami para tamu seolah ia adalah tuan rumah dari rumah ini.

“I-Itu Haidar El Fatih kan?! Direktur PT. Soetomo Group itu lho!! Ya-yang kemarin rame di berita karena di fitnah sama bawahannya sendiri!” sontak Juned shock.

“Lah iya, yang pesantrennya di resmiin langsung ama presiden!”

“Bentar, kok dia yang nyalamin tamunya sih?!” Lia ikut memekik kaget.

Haidar mendelik ke arah mereka lalu ia cepat menghampiri para rekan ners Aisyah yang masih tercengang dengan kehadirannya.

“Halo, saya Haidar, kakak sekaligus wali dari Aisyah, terima kasih sudah datang ke undangan adik saya. Saya mohon doa kelancarannya sampai hari H pernikahan nanti, ah kalo mau makan duluan kami ada kok makanan pembukanya di sebelah sana, selamat menikmati ya.”

Haidar cepat meninggalkan tempat mereka untuk masuk ke dalam rumahnya, dan mereka di tempatnya dibuat melongo bahkan matanya membulat sempurna dengan sebuah fakta...

“Jadi selama ini... kakaknya Aisyah itu direktur perusahaan terbesar se-Asia...?” — Mbak Shinta

“Aisyah... ternyata dari keluarga ningrat?” — Lia

“Serius tadi Haidar El Fatih tuh... kakaknya Aisyah? Jadi ini rumahnya Haidar El Fatih? Rumah sederhana ini?!” — Brian

“Sembarangan kamu kalau ngomong.”

Sosok Naresh dengan jas rapihnya mengejutkan lagi mereka yang sibuk bercuap soal latar belakang Aisyah.

“Do-Dokter kok baru dateng?! Saya kira udah dateng daritadi!” decak Lia.

“Lho, acaranya aja di mulai masih 30 menit lagi,” jawab Naresh enteng.

Brian menepuk bahu Naresh, “Dok, kok bisa sih dapetin Aisyah yang paket lengkap gini? Udah cantik, sholehah, baik, pekerja keras mana keluarganya terhormat. Kasih tips dong buat saya yang masih jomblo.”

Naresh tertawa renyah dan membalas rangkulan Brian, “Sayangnya, Brian, ini bukan sebuah tips atau trik tapi ini yang di namakan takdir. Aisyah itu memang sudah takdirnya jadi milik saya, jadi mohon maaf saya gak bisa kasih tips apa-apa,” senyuman jumawa Naresh menjadi penutup perjumpaan mereka disana karena lelaki itu harus siap-siap bersama rombongannya untuk masuk ke dalam mengikuti prosesi lamaran.

“Yeuh, fix banget ini mah si Dokter Naresh pake pelet jenis baru buat dapetin Aisyah! Gini-gini gue sama Dokter Naresh juga gantengan gue kali!”


Aisyah di kamarnya duduk dengan jemari yang ia mainkan guna menghapus semua rasa gugup di benaknya. Ia melihat dirinya yang sudah di balut kebaya emas cantik dengan riasan tipis yang memoles wajahnya di cermin, mengelus lembut pipinya yang merona dan kembali terenyuh setiap ia mengingat bahwa hari ini akan menjadi momentum berharga bagi hidupnya.

Aisyah meraih figura kecil yang ada di meja riasnya, dimana disitu ada foto kebersamaannya bersama Abi, Umi dan juga kakaknya, Haidar pada saat di Sleman.

“Abi... Umi... hari ini Aisyah lamaran... doain Aisyah ya dari atas sana...”

Gadis itu memeluk erat figuranya dan meresapi keberadaan Abi dan Umi dalam benaknya. Ia bisa merasakan betul kehangatan keduanya yang menyertai Aisyah pada hari ini.

Tok... tok...

“Aisyah?” suara lembut sang kakak ipar mengejutkan Aisyah, “Itu calon suamimu udah datang, yuk sini.”

Aisyah memaut bibirnya manja, “Kak Anela... Aisyah gugup banget...”

Anela terkekeh, ia mendekat ke adik iparnya dan memeluk erat menenangkan gadis itu agar perasaan gugupnya melebur dengan kehangatannya, “Udah tenang, Aisyah... semua akan berjalan baik-baik saja. Okey? Yuk, kamu udah ditungguin.”

“Huweee... takut...”

“Eh jangan nangis!”

“Takut banget, mau gila rasanya.”

“Baru lamaran aja kamu gini gimana nanti pas akad, Aisyah?!”

“HUWEEE...”

Anela kembali memeluk Aisyah menepuk-nepuk pelan pundaknya, Ya ampun, Aisyah... udah segede ini juga kamu tetap Aisyah adik kecil kakak ya, hahaha... lucu banget sih ini anak.

Setelah Aisyah meluapkan semua rasa gugupnya di pelukan sang kakak ipar, akhirnya ia mulai memberanikan diri untuk keluar muncul di hadapan para tamu dan terutamanya Naresh, calon suaminya.

Semua mendecak kagum dengan kecantikan Aisyah, terutama rekan nersnya yang sangat ekspresif dalam menunjukkan kekagumannya dengan Aisyah hari ini. Mereka bahkan bersahut-sahutan di belakang sana.

“Aisyah kamu cantik banget hari inii!!”

“Masha Allah, ukhti...!!”

Aisyah cuman terkekeh geli melihat tingkah kawan-kawannya itu.

“Inilah dia calon mempelai wanita yang kita tunggu-tunggu, nona Aisyah Izzati binti Eko Wijayanto, yang merupakan putri bungsu dari almarhum Bapak Eko Wijayanto, M.A dan almarhumah Ibu Nurhaliza Susanti. Nona Aisyah sendiri merupakan adik perempuan dari Bapak Haidar El Fatih yang di besarkan dengan penuh cinta dan kasih sayang...”

Aisyah duduk di antara Anela dan Haidar sambil menundukkan kepalanya. Naresh dari ujung sana tak bisa melepas pandangannya dari sosok Aisyah yang begitu cantik nan anggun dengan balutan kebayanya.

“Sstt... belum sah, ngelihatinnya biasa aja,” Dokter Yudhis menyenggol-nyenggol siku Naresh sampai pria itu jengah.

“Et, sirik aja lu! Diem aja udah!”

“Yee si badrul, sabar dong! Kasihan Aisyah tuh canggung gitu gara-gara di lihatin mulu sama lu! Tatapan lu juga creepy banget kayak om-om pedo.”

Ingin sekali Naresh memukul manusia di sampingnya ini tapi karena takut tiba-tiba lamarannya di tolak karena tingkah lakunya, jadi ia memutuskan untuk mengurung rapat-rapat niatnya.

Acara inti dari lamaran akan segera dimulai dengan di bukanya sang pemandu acara, lalu ia mempersilahkan keluarga dari pihak laki-laki untuk menyampaikan sepatah dua kata sambutan sebelum akhirnya Naresh sendiri yang menyampaikan maksud dari kedatangannya hari ini...

Bismillah, Naresh...

“Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh...”

Serentak semua menjawab salam Naresh.

Mata Naresh sekelibat melirik sosok gadis yang akan segera ia pinang, matanya tertunduk teduh, membuat hati pemuda berparas putih susu itu semakin mantap dengan niatnya untuk segera menjadikan Aisyah sebagai bagian dari hidupnya.

“Sebelumnya saya ucapkan terima kasih kepada Bapak dan Ibu beserta hadirin sekalian yang tlah menyambut kehadiran keluarga kami... saya disini hendak menyampaikan maksud dari kedatangan kami hari ini, tepatnya di rumah keluarga Bapak Haidar El Fatih disini...”

Naresh menarik nafasnya dalam-dalam...

“Saya, Naresh Ishaaq, dengan niat tulus lillahi ta'ala hendak meminang saudari Aisyah Izzati, yaitu wanita pilihan saya yang akan menjadi bagian penting bagi tiap momen hidup saya, dan saya tak bisa melihat masa depan saya nanti kedepannya kalau bukan bersama Aisyah...” “Untuk menyempurnakan setengah dari ibadah saya ini, saya menginginkan sosok Aisyah yang akan menjadi penyempurna ibadah saya dan Inshaa Allah, dengan maksud saya datang kesini benar-benar tulus untuk menjadikan Aisyah sebagai makmum saya.”

Tatapan sayu Naresh seolah memberikan keyakinan penuh kepada Aisyah bahwa pria itu benar-benar serius ingin menjadikannya ratu dalam singgasana hatinya. Hati Aisyah terenyuh, ia tak menyangka akan datangnya hari ini dimana ada seorang laki-laki yang menyampaikan niat baiknya untuk meminang dan menginginkan sosok dirinya menjadi salah satu bagian penting dalam hidup seseorang yang bahkan Aisyah tak terpikirkan akan menjadi sosok lelaki tersebut.

Di awali pertemuan yang kurang mengenakkan, namun tiap momen terlewati berubah jadi perasaan rindu yang tidak terduga sampai akhirnya Tuhan memberi skenario kepada semesta untuk menyatukan kedua insan itu yang sudah terjalin ikatan jodoh.

Takdir memang bisa selucu itu.

Haidar menatap serius sosok pemuda yang hendak melamar adiknya ini. Hatinya sangat bergejolak, seolah terputar kembali memorinya pada saat melamar Anela dulu, dan sekarang ia bisa merasakan bagaimana posisi Papa Anela pada saat itu.

“Bagaimana, nona Aisyah? Apa niat baik dari saudara Naresh bisa di terima?”

Sebelum Aisyah menjawab, Haidar dengan cepat mengambil alih bicara, “Saya mau tanya satu hal dengan saudara Naresh” tanya Haidar dengan suara dalam nan tegasnya. Anela terkesiap, Mas Haidar...! Haduh...

“Beri saya satu alasan kenapa kamu begitu mantap ingin menjadikan adik saya sebagai istri kamu?”

Tatapan tajam Haidar menusuk dalam-dalam ke arah Naresh. Pemuda itu berusaha tenang, ia menarik lagi dalam-dalam nafasnya dan mulai menjawab.

“Jika ditanya alasan spesifik secara logisnya, saya gak bisa menjawab banyak karena yang membuat saya menginginkan sosok Aisyah sebagai pendamping saya itu bukan dari logika, tapi keimanan hati saya yang menginginkan sosok Aisyah,” Naresh menatap lagi gadisnya dengan hangat, “Dulu... waktu saya masih sangat muda, saya tak pernah merasakan gimana indahnya jatuh hati dengan satu wanita. Saya yang masih sangat muda itu menganggap bahwa jatuh cinta kepada satu orang wanita itu hanya dilakukan oleh orang-orang naif, sampai akhirnya almarhum Mama saya yang bilang... bahwa suatu saat nanti akan ada saatnya dimana saya memutuskan untuk melabuhkan hati kepada satu wanita dan wanita tersebut akan membuat saya ingin melindunginya bahkan mengorbankan nyawa sekalipun, dan itu semua saya rasakan ketika bersama Aisyah. Kehadiran Aisyah di kehidupan saya telah merubah banyak pandangan saya, dan saya masih ingin melihat banyak hal bersama Aisyah... bahkan selamanya... saya ingin menemukan banyak hal baru bersama Aisyah.” “Saya yakin, Aisyah bisa menjadi jalan saya untuk meraih ridho dan syurga-Nya jadi mohon doa dan restu dari Pak Haidar dan para hadirin sekalian untuk kami berdua...”

Naresh membungkuk hormat seperkian derajat ke arah Haidar dan para tamu yang hadir, gemuruh tepuk tangan ramai-ramai menyambut baik jawaban lugas Naresh. Haidar memanggut-manggut kepalanya.

Ternyata memang tidak salah saya tlah mendidik kamu hingga bisa sampai ke titik ini, Naresh... kamu memang sangat membanggakan...

Aisyah menitikkan air mata harunya, hatinya benar-benar tersentuh dengan tiap kalimat yang di sampaikan Naresh.

“Bagaimana, nona Aisyah?”

Aisyah mengambil mikrofonnya, “Inshaa Allah... saya bersedia...” “Saya bersedia untuk menjadi bagian dari hidup Kak Naresh dan menjadikan Kak Naresh... sebagai imam saya...”

Semua serentak mengucapkan syukur atas diterimanya pinangan Naresh. Dengan diterimanya seserahan dan rangkaian acara lainnya, akhirnya acara lamaran Naresh-Aisyah selesai dengan lancar dan penuh khidmat...

Bismillah menuju halalnya😚😚