shinelyght

Abi memberhentikan mobilnya di depan rumah abu-abu yang ukurannya lebih luas dari rumah Bella sebelumnya di Cimahi. Jelas ia tetap merasakan hangatnya rumah ini karena rindu dengan kehangatan yang diberikan keluarga Ismail dulu.

“Ayo sini,” Bella mengulurkan tangannya, Abi tersenyum hangat dan meraih tangan mungil sang kekasih sambil mengecupnya lembut sehingga gadisnya itu salah tingkah, “Ih, Abi...”

Abi membalas genggaman tangan Bella tak kalah erat. Ia mengatur tempo nafasnya sebelum bertemu calon ayah mertuanya itu, dan begitu Bella membuka pintu utamanya yang sudah disambut oleh kedua orang tua Bella.

Nafas Abi tercekat di tenggorokan.

“E-Eh, A-Abidzar...?” Mamih terkejut dengan kehadiran sang pemuda yang lama tak ia jumpai itu bertahun-tahun.

“Ma-Mamih...” refleks Abi langsung menghampiri Mamih Bella dan memeluk erat tubuh wanita paruh baya itu melepas rindu. Tak sadar Mamih menitikkan satu bulir air matanya sambil terus menepuk punggung luas lelaki muda itu yang sudah ia anggap seperti putranya sendiri.

“Kita biasa komunikasi lewat telepon, sekarang baru ketemu kayak gini... kamu kemana aja, nak?”

“Maaf, Mamih... Abi melewati banyak hal selama ini...”

“Mamih tahu, sayang... kenapa kamu gak disini aja sama kita-kita.”

“Abi itu laki-laki, sudah sepantasnya dia harus pergi merantau di luar sana. Mau jadi apa kalau dia terus-terusan di kandang?!”

Suara Papih yang lugas itu seketika membuat bulu kuduk Abi berdiri tegak, Sorot mata elangnya yang tak pernah Abi jumpa selama ini seketika menguji adrenalinnya yang masih berani menginjak kaki di rumah ini. Mamih mengernyit heran, dan Bella cuman menghela nafas sambil memutar kedua bola matanya malas.

“Abidzar, ikut Papih sini ke taman belakang.”

“Ih, Papih, udah malem gini atuh istirahat dulu si Abi.”

“Gak, dia harus ngomong sama Papih sekarang. Isabella, masuk kamar kamu sekarang, lepas tangannya gak usah sok-sokan gandengan segala!”

Abi cepat-cepat menghempas tangan Bella dan menitah gadis itu untuk menuruti Papihnya. Bella cuman mencebik tingkah laku aneh Papihnya itu yang tentunya sangat menjengkelkan bagi gadis itu. Dengan tolehan kepala, Papih meminta Abi untuk mengikuti langkahnya menuju taman belakang, ternyata disana ada dua cangkir kopi hangat yang entah kapan sudah di siapkan. Papih tak memberikan seutas senyum sedikitpun.

“Itu kopinya masih hangat, kalo udah dingin yaudah minum aja.”

Abi tak banyak bicara, ia hanya mengangguk sambil meneguk kopi yang di hidangkan Papih.

“Makasih, Pih...”

“Gimana Jakarta selama ini?”

Abi mendongak, “A-Ah... gitu aja, sih, Pih...”

“Gitu aja gimana?”

“Ya, gitu... Abi disana cuman sibuk kuliah, kerja, kuliah, kerja aja Pih...”

“Lalu kamu sudah temukan apa yang kamu cari selama ini?”

Abi cuman tersenyum simpul, “Ya... Alhamdulillah, kehidupan Abi sekarang jauh lebih baik dari sebelumnya, Pih, makanya—”

“Bukan itu jawaban yang Papih minta. Kamu, udah menemukan yang selama ini kamu cari di Jakarta?”

Bibir pemuda itu mendadak kelu, pertanyaan Papih membuatnya kembali memutar otaknya, Maksudnya gue udah menemukan yang selama ini gue cari apa...?

“Hampura, Pih, ini teh maksudnya... yang Abi cari tuh apa ya?”

“Bukannya kamu sedang mencari jati diri di Jakarta, Abidzar?”

Abi lagi-lagi membisu.

“Kamu bilang kamu mencari kehidupan di Jakarta, sudah menemukan jati diri yang kamu cari selama ini?” Papih meletakkan lagi cangkir kopinya, “Jika tolak ukur jati diri kamu itu dari segi materi berarti... kamu masih belum menemukan jati diri kamu yang sebenarnya sebagai laki-laki.”

Pria paruh baya itu menarik nafasnya dan membuka ponselnya itu, Papih menampilkan foto beberapa tampilan buku-buku dan map file yang pernah Abi berikan kepada Bella.

“Pa-Papih itu...”

“Kenapa kasih ini semua ke Bella?”

“Papih baca juga?”

“Ya kalo Papih temuin pasti Papih baca lah semuanya.”

Rasanya pemuda itu ingin menghantam kepalanya detik ini juga ke tembok. Meredam semua rasa malunya yang sudah memuncak sampai ubun-ubun namun terlambat sudah, ia juga tahu tak ada gunanya untuk melakukan hal itu apalagi kalau ingin memerjuangkan restu Papih Bella.

“Anu, Papih... Abi—”

“Maaf, Papih gak sempat ajarkan kamu banyak hal,” Papih meletakkan ponselnya di atas meja bundar sampingnya, “Maaf dulu... Papih tidak bisa menggantikan posisi Ayah kamu dengan benar untuk kamu, Abidzar, bahkan ketika Bunda kamu gak ada pun, Papih gak bisa menjadi wali yang baik untuk kamu.”

Entah kenapa hati Abi terenyuh seketika setelah mendengar ungkapan maaf dari Papih Bella, padahal Abi selalu menganggap keluarga Bella sudah melakukan banyak hal terutama dalam soal menggantikan peran orang tuanya. Abi berhutang budi banyak dengan keluarga Bella makanya Abi berusaha keras untuk membanting tulang dan tetap memberikan uang bulanan sebagaimana yang biasa dilakukan oleh sang anak kepada orang tuanya sebagai wujud bakti.

“Papih, Abi gak pernah merasa gitu sama Papih Mamih, kalian... kalian itu sudah seperti orang tua Abi sendiri.”

“Banyak hal yang Papih gak ketahui dari kamu, Abidzar. Begitu Papih tahu kamu memberikan buku harianmu itu ke Isabella, entah kenapa hati Papih sakit. Kamu melewati banyak hal sendirian selama ini, bahkan yang Papih kira, Isabella adalah kawan sejati kamu... ternyata dia adalah pemicu utama yang membuat hidup kamu terpuruk...”

“Papih, lagi itu kita masih anak-anak, itu juga salah Abi karena gak bisa ngomong soal perasaan Abi ke Bella. Abi juga terlalu pengecut, Pih.”

“Itulah kenapa Papih bilang, Papih tidak sempat menggantikan posisi Ayahmu untuk mendidik kamu sebagai laki-laki. Kamu terlalu pengecut sampai-sampai menyalahkan Bella dan membuat Bella sedih berkepanjangan sampai 5 tahun.” “Bayangin aja, Papih gak pernah lihat senyuman Bella lagi selama 5 tahun karena kehilangan kamu dan sekarang kamu datang lagi bahkan mau menikahi Bella?”

Abi menggenggam erat ujung kemejanya yang terkulai di atas paha.

“Kalau bukan karena kamu anaknya Annisa, Papih langsung ngehajar kamu habis-habisan detik ini juga, Abidzar,” Papih menghela nafasnya panjang, “Almarhum Ayah kamu, bukanlah orang yang pengecut gitu, Abi, terutama soal cinta. Ini cerita biar kamu tahu aja ya, dulu almarhum Ayah kamu dengan Papih itu bersaing untuk mendapatkan hati almarhum Bunda kamu, Annisa. Da Ayah kamu mah beneran pejuang sejati, dia gak nyerah untuk terus dapetin hati Bunda kamu sedangkan Papih... melakukan hal yang sama kayak kamu persis sama Bella.” “Papih cuman mengandalkan tiap perlakuan manis Papih ke Bunda kamu tapi tetap mencintai dalam diam, sampai akhirnya Ayah sama Bunda kamu menikah dan Papih istilahnya ditinggal kawin gitu ya, cuman bisa nelan ludah, hahaha...”

Tangan besar Papih langsung menepuk pucuk kepala Abi.

“Tapi ketemu Mamih juga anugrah buat Papih, ya namanya jodoh.tapi poin Papih ngomong kayak gini itu... untuk bilang sama kamu bahwa jangan pernah lari dari kata hati kamu, Abi, jangan pernah lari dari sebuah kenyataan yang mungkin akan menyakiti kamu. Papih lihat, dengan tiba-tiba kamu ingin menikah dengan Bella juga bukan sepenuhnya keinginan kamu. Papih tahu Bella gimana orangnya, dia pasti maksa-maksa kamu untuk minta di nikahin dan Papih juga tahu kamu yang lemah banget kalau ngadepin Isabella.” “Jangan, Bi, kalau kamu menikah nanti... kamu itu pemimpinnya Bella. Kamu yang harus memimpin, dan jangan mau dibawahin terus sama Bella. Papih gak mau kalau kamu tumbuh jadi laki-laki pengecut, Abidzar.” “Kamu itu anak yang membanggakan, jangan sampai Papih merasa gagal untuk mendidik kamu atas nama Endi dan Annisa.”

Abi menghempas tawa kecilnya, “A-Anu, Pih... Abi... jujur kaget denger Papih ngomong gini...”

“Gak usah kaget, kalau kamu udah nikah sama Bella juga kamu bakal sering-sering denger wejangan dari Papih.”

“Tapi, Pih, memang betul kalau Abi ini benar-benar pengecut. Abi gak berani untuk mengejar cintanya Bella sampai dapat karena saking takut kehilangan Bella, dan ketika Abi pergi pun malahan meninggalkan luka buat Bella. Abi... bukannya niat untuk nyakitin Bella tapi memang Abi butuh waktu untuk menata hati Abi.”

“Kalau gitu lebih baik kamu pergi tanpa meninggalkan apa-apa untuk Bella lalu kembali lagi daripada harus menyiksa Bella dengan perasaan bersalah sampai bertahun-tahun.” “Ujung-ujungnya kamu mau menikahi Bella, kalau misalnya sekarang kamu berubah pikiran lagi wah siap-siap kamu Papih jadiin tempe mendoan dadakan disini.”

Abi terkekeh pelan, “Enggak, Pih, Abi... serius ingin menikahi Bella. Sebenarnya dengan Abi pergi ke Jakarta juga karena tidak ingin mengganggu kebahagiaan Bella dengan Bang Jo lagi itu, tapi Abi gak tahu kalau misalnya Bella pada akhirnya harus putus dengan Bang Jo karena Abi.” “Tapi karena sekarang Bella sudah kembali lagi sama Abi... Abi gak akan lepasin Bella lagi, Pih, Abi mau menetapkan Bella untuk terus ada di sisi Abi, selamanya.”

“Di dunia ini gak ada yang selamanya, yang bener sampai maut memisahkan.”

“Hehe iya itu maksud Abi.”

Papih menyungging senyum miringnya dan menepuk pucuk kepala Abi lagi semi mengacak surai pemuda itu, “Dua anak Papih udah gede ya.”

“Hehe iya dong, udah 24 tahun mah masa masih orok, Pih?”

Suasana kedua pria itu berubah menjadi hangat layaknya seorang ayah dengan putranya. Papih Bella tak berhenti mengusap kepala lelaki muda yang dulu ia turut besarkan juga bersama putrinya, dan kini ia menghadap lelaki muda ini sebagai calon dari menantunya nanti. Abidzar, dari kamu kecil dulu... Papih memang seolah menitipkan putri semata wayang Papih sama kamu, dan kamu pun juga menjaga Bella dengan sangat baik dan sepenuh hati, meskipun kalian ini tumbuh besar bersama tapi Papih masih tidak menyangka bahwa sebentar lagi Papih akan melihat Bella benar-benar akan menjadi milikmu sepenuhnya...

Dari balik pintu taman belakang itu, ternyata Bella menguping seluruh pembicaraan kedua pria terkasihnya disana, setelah melihat lampu hijau dari Papihnya, ia melompat kegirangan dan berlari kencang memeluk Mamihnya di ruangan tengah.

“E-Eh, Bella?!”

“Mamih! Bella bentar lagi nikah! Yes, yes, yes!”

“SAMA SIAPA?!”

“Sama Abi lah!”

“SA-SA-SAMA ABIDZAR?!”

“IYA HEHEHE!”

“GUSTI YA RABB, ANAK MAMIH....!!!”

Mata Mamih memencak lebar-lebar dan mereka langsung lompat saling memeluk penuh sukacita seolah telah berhasil memenangkan suatu pertandingan sengit.

Kedua netra cantik Shashi menangkap seluruh ruangan kelas A 101 yang semua perhatiannya tertuju ke arah gadis itu, di depan sana ada sosok laki-laki berwajah oriental nan surai coklat legam yang menatapnya datar.

“Shashi ya?” ucap laki-laki itu.

“I-Iya, kak, maaf telat...” Shashi menunduk malu, gadis itu segera mengambil tempat duduk di samping pemuda yang juga sibuk dengan airpods dan ponselnya, gadis introvert tersebut mencoba untuk menjulur tangan ke arah pemuda itu.

“Nama lo siapa? Gue... Shashi, dari kelas 10 IPS 3.”

Yang diajak bicara hanya melirik, lalu sibuk lagi dengan ponselnya.

Anjirlah, gue di kacangin?!

“Andhika, 10 IPA 3, panggil aja Dika.”

Tanpa membalas jabatan tangan Shashi, pemuda yang menyebut dirinya sebagai Andhika itu menoleh lagi ke arah depan memerhatikan seniornya yang sedang sibuk menuliskan beberapa petak di papan tulis putihnya.

Okey, everyone, as you can see my name is Khenan Mahatma Nagendra, ah kepanjangan, panggil aja Khenan, kelas 12 IPS 3 dan gue menjabat sebagai Ketua disini.” “Sama gue santai aja, gak usah sok-sok formal gimana asalkan tahu diri aja, di ECC pun lo gak perlu merasa terbebani karena lo gak jago bahasa Inggris, kita semua belajar disini. Fuck grammar, confidence is the key to improve your English.

Dari ujung kanan sana menyahut, “Bisa-bisanya lo ngomong gitu sedangkan lo blasteran Kanada?”

“Blasteran abal gue, gak ada bekasnya. Intinya disini gak ada ya kasta-kasta mana yang jago mana yang enggak, lo semua belajar, kalo temennya salah perbaiki tanpa nge-judge.” “Ah ya, disini kita juga ada kelas tiap 2 minggu sekali buat improve skor TOEFL lo. Kalo gak salah... anak kelas 10 mau ada tes TOEFL kan 2 minggu lagi?”

Yang ditanya semua menyahut, “Iya, kak...!”

“Hubungin gue kalau mau les private.”

Shashi menoleh ke tempat sebelah, dimana disitu para siswi semangat dan kegirangan menyusun strategi untuk modus nanti. Gadis itu mencolek teman sebangkunya lagi, “Lo... udah persiapan buat TOEFL?”

“Belum, ntar aja.”

“Haha lo santai banget ya?”

Andhika cuman tersenyum pasi, lalu fokusnya kembali ke arah Khenan sang senior di depan sana yang mulai memberi aba-aba untuk kawan sebayanya memperkenalkan diri, dan tentu saja akan ada giliran Shashi untuk maju juga.

“Ayo, perkenalan diri, ladies first. Gue mau... cewek yang telat tadi maju ke depan.”

Ujung spidolnya menunjuk lurus ke arah Shashi.

“Shashi, maju.”

Shashi gelagapan namun mau tak mau kakinya mengiring ke tempat yang dipinta. sekarang Shashi berdiri di samping Khenan, “Uh... perkenalan gimana, kak?”

“Ya perkenalan aja gimana? Nanya lagi.”

“Hmm... Halo semua—”

In English, you're not in kindergarten.

Shashi mendengus kesal, “Hello guys, my name is Shashi Ayu Aneska from 10 Social 3, i was came from SM Junior High School...

“Klasik. Itu perkenalan anak TK beneran, yang lain dong.”

Ish ini orang sengaja banget ya...?!!

“Sebutin kesukaan lo, hobi lo, apa kek.” “Eh gue gak modus ya, ini serius buat improve conversation lo.”

Shashi menarik nafasnya dalam-dalam, “Okey! I have a lot of hobbies, i love to eat sweet things, fangirling over my favorite K-Pop Group NCT, and... i really love to write a story and i have my own platform in social media

Mata Khenan memencak, “Really? You're into writing?

Yes...?

Wattpad? or... Twitter?

Shashi mengangguk mantap, “Both of them!” gadis itu seketika mendelik, Eh bentar, kok Kak Khenan update ya soal penulisan di Wattpad atau Twitter?

Wow, okay... that's great. Next!

Shashi duduk di tempatnya dengan seribu tanda tanya di kepalanya.


“Shashi!”

Gadis yang dipanggil itu menoleh ketika suara bariton di belakangnya berlari kecil menghampirinya. Tentu Shashi tersontak, sosok Khenan dengan tas yang dia jinjing sebelah itu seolah serius ingin bicara banyak.

“Lo... nulis AU di Twitter?”

Shashi terkesiap lagi, “A-Ah iya, kakak... tahu AU?”

“Iya, gue baca beberapa AU di Twitter.”

“Kakak NCTzen??!!”

“Bukan, tapi emang AU NCT yang rame di Twitter jadi gue tetap gas baca aja. Banyak cerita yang bagus kok.” “Gue gak mandang castnya tapi isi ceritanya itu, ya gue gak nyangka aja lo penulis AU juga di Twitter.”

Shashi cuman terkekeh renyah, lalu Khenan cepat membuka ponsel dari saku celananyanya.

“Boleh... minta username Twitternya? Gue mau baca cerita lo.”

Kedua netra gadis itu menyalak lebar, ia ragu untuk memberikan ID dari akun sosial medianya tapi sorot mata pemuda di hadapannya itu berbinar-binar seolah sangat ingin tahu karya adik kelasnya itu.

“Ukh... sini, Kak, aku tulisin aja,” Shashi mengambil ponsel Khenan dan mengetik ID-nya cepat lalu memencet tombol follow, “Udah ya, nanti aku follback.”

Khenan melihat profil Twitter Shashi dan menganga selebar-lebarnya, “M-Moon?! Moonshee?! Lo... Moon yang nulis The Last Word to Mr Sunshine?!

“Eh? Kakak kok tahu?”

“Astaga, Sas, gue pembaca lo!”

WHAT??!!

“E-Eh, Kak Khenan... baca AU aku?!”

Not only AU, Wattpad juga, gue kemarin baru tamatin cerita lo yang di Wattpad!” “Gila, itu lo yang tulis, Sas?!”

Shashi mengangguk kikuk, “I-Iya, kak...”

Senyuman sumringah Khenan terlukis jelas di wajah tampannya, “Sumpah, lo keren banget sih! Lo masih kelas 10 tapi semua tulisan lo gila keren semua!” “Astaga, ternyata penulis yang gue suka adik kelas gue!”

Dheg! Jantung Shashi langsung berdegup kencang. Ia tak menyangka bahwa akan ada orang yang begitu menyukai karyanya dan orang itu adalah Khenan, kakak kelasnya.

“Ma-Makasih banyak, Kak Khenan...”

Khenan membuka jam tangannya, “Ah iya gua harus balik, gua tunggu ya update-an selanjutnya!”

Sejalan punggung punggung Khenan pergi dari hadapan Shashi, dara berambut ikal itu langsung menghela nafas panjang. Ia tak menyangka kakak kelasnya itu yang ia anggap dingin dan menyebalkan ternyata adalah penggemar dari karya amatirannya di platform sosual medianya, seolah takdir telah menyusun skenario ini untuk mempertemukan mereka.

Shashi harap kedepannya akan ada pertemuan menyenangkan selanjutnya bersama Khenan, sang penggemar.

Kedua netra cantik Shashi menangkap seluruh ruangan kelas A 101 yang semua perhatiannya tertuju ke arah gadis itu, di depan sana ada sosok laki-laki berwajah oriental nan surai coklat legam yang menatapnya datar.

“Shashi ya?” ucap laki-laki itu.

“I-Iya, kak, maaf telat...” Shashi menunduk malu, gadis itu segera mengambil tempat duduk di samping pemuda yang juga sibuk dengan airpods dan ponselnya, gadis introvert tersebut mencoba untuk menjulur tangan ke arah pemuda itu.

“Nama lo siapa? Gue... Shashi, dari kelas 10 IPS 3.”

Yang diajak bicara hanya melirik, lalu sibuk lagi dengan ponselnya.

Anjirlah, gue di kacangin?!

“Andhika, 10 IPA 3, panggil aja Dika.”

Tanpa membalas jabatan tangan Shashi, pemuda yang menyebut dirinya sebagai Andhika itu menoleh lagi ke arah depan memerhatikan seniornya yang sedang sibuk menuliskan beberapa petak di papan tulis putihnya.

Okey, everyone, as you can see my name is Khenan Mahatma Nagendra, ah kepanjangan, panggil aja Khenan, kelas 12 IPS 3 dan gue menjabat sebagai Ketua disini.” “Sama gue santai aja, gak usah sok-sok formal gimana asalkan tahu diri aja, di ECC pun lo gak perlu merasa terbebani karena lo gak jago bahasa Inggris, kita semua belajar disini. Fuck grammar, confidence is the key to improve your English.

Dari ujung kanan sana menyahut, “Bisa-bisanya lo ngomong gitu sedangkan lo blasteran Kanada?”

“Blasteran abal gue, gak ada bekasnya. Intinya disini gak ada ya kasta-kasta mana yang jago mana yang enggak, lo semua belajar, kalo temennya salah perbaiki tanpa nge-judge.” “Ah ya, disini kita juga ada kelas tiap 2 minggu sekali buat improve skor TOEFL lo. Kalo gak salah... anak kelas 10 mau ada tes TOEFL kan 2 minggu lagi?”

Yang ditanya semua menyahut, “Iya, kak...!”

“Hubungin gue kalau mau les private.”

Shashi menoleh ke tempat sebelah, dimana disitu para siswi semangat dan kegirangan menyusun strategi untuk modus nanti. Gadis itu mencolek teman sebangkunya lagi, “Lo... udah persiapan buat TOEFL?”

“Belum, ntar aja.”

“Haha lo santai banget ya?”

Andhika cuman tersenyum pasi, lalu fokusnya kembali ke arah Khenan sang senior di depan sana yang mulai memberi aba-aba untuk kawan sebayanya memperkenalkan diri, dan tentu saja akan ada giliran Shashi untuk maju juga.

“Ayo, perkenalan diri, ladies first. Gue mau... cewek yang telat tadi maju ke depan.”

Ujung spidolnya menunjuk lurus ke arah Shashi.

“Shashi, maju.”

Shashi gelagapan namun mau tak mau kakinya mengiring ke tempat yang dipinta. sekarang Shashi berdiri di samping Khenan, “Uh... perkenalan gimana?”

“Ya perkenalan aja gimana? Nanya lagi.”

“Hmm... Halo semua—”

In English, you're not in kindergarten.

Shashi mendengus kesal, “Hello guys, my name is Shashi Ayu Aneska from 10 Social 3, i was came from SM Junior High School...

“Klasik. Itu perkenalan anak TK banget, yang lain dong.”

Ish ini orang sengaja ya...?!!

“Sebutin kesukaan lo, hobi lo, apa kek.” “Eh gue gak modus ya, ini serius buat improve conversation lo.”

Shashi menarik nafasnya dalam-dalam, “Okey! I have a lot of hobbies, i love to eat sweet things, fangirling over my favorite K-Pop Group NCT, and... i really love to write a story and i have my own platform in social media

Mata Khenan memencak, “Really? You're into writing?

Yes...?

Wattpad? or... Twitter?

Shashi mengangguk mantap, “Both of them!” gadis itu seketika mendelik, Eh bentar, kok Kak Khenan update ya soal penulisan di Wattpad atau Twitter?

Wow, okay... that's great. Next!

Shashi duduk di tempatnya dengan seribu tanda tanya di kepalanya.


“Shashi!”

Gadis yang dipanggil itu menoleh ketika suara bariton di belakangnya berlari kecil menghampirinya. Tentu Shashi tersontak, sosok Khenan dengan tas yang dia jinjing sebelah itu seolah serius ingin bicara banyak.

“Lo... nulis AU di Twitter?”

Shashi terkesiap lagi, “A-Ah iya, kakak... tahu AU?”

“Iya, gue baca beberapa AU di Twitter.”

“Kakak NCTzen??!!”

“Bukan, tapi emang AU NCT yang rame di Twitter jadi gue tetap gas baca aja. Banyak cerita yang bagus kok.” “Gue gak mandang castnya tapi isi ceritanya itu, ya gue gak nyangka aja lo penulis AU juga di Twitter.”

Shashi cuman terkekeh renyah, lalu Khenan cepat membuka ponsel dari saku celananyanya.

“Boleh... minta username Twitternya? Gue mau baca cerita lo.”

Kedua netra gadis itu menyalak lebar, ia ragu untuk memberikan ID dari akun sosial medianya tapi sorot mata pemuda di hadapannya itu berbinar-binar seolah sangat ingin tahu karya adik kelasnya itu.

“Ukh... sini, Kak, aku tulisin aja,” Shashi mengambil ponsel Khenan dan mengetik ID-nya cepat lalu memencet tombol follow, “Udah ya, nanti aku follback.”

Khenan melihat profil Twitter Shashi dan menganga selebar-lebarnya, “M-Moon?! Moonshee?! Lo... Moon yang nulis The Last Word to Mr Sunshine?!

“Eh? Kakak kok tahu?”

“Astaga, Sas, gue pembaca lo!”

WHAT??!!

“E-Eh, Kak Khenan... baca AU aku?!”

Not only AU, Wattpad juga, gue kemarin baru tamatin cerita lo yang di Wattpad!” “Gila, itu lo yang tulis, Sas?!”

Shashi mengangguk kikuk, “I-Iya, kak...”

Senyuman sumringah Khenan terlukis jelas di wajah tampannya, “Sumpah, lo keren banget sih! Lo masih kelas 10 tapi semua tulisan lo gila keren semua!” “Astaga, ternyata penulis yang gue suka adik kelas gue!”

Dheg! Jantung Shashi langsung berdegup kencang. Ia tak menyangka bahwa akan ada orang yang begitu menyukai karyanya dan orang itu adalah Khenan, kakak kelasnya.

“Ma-Makasih banyak, Kak Khenan...”

Khenan membuka jam tangannya, “Ah iya gua harus balik, gua tunggu ya update-an selanjutnya!”

Sejalan punggung Khenan pergi dari hadapan Shashi, dara berambut ikal itu langsung menghela nafas panjang. Ia tak menyangka kakak kelasnya itu yang ia anggap dingin dan menyebalkan ternyata adalah penggemar dari karya amatirannya di platform sosial media miliknya, seolah takdir telah menyusun skenario untuk mempertemukan mereka hari ini.

Shashi harap kedepannya akan ada pertemuan menyenangkan selanjutnya bersama Khenan, sang penggemar yang penuh kejutan.

Kedua netra cantik Shashi menangkap seluruh ruangan kelas A 101 yang semua perhatiannya tertuju ke arah gadis itu, di depan sana ada sosok laki-laki berwajah oriental nan surai coklat legam yang menatapnya datar.

“Shashi ya?” ucap laki-laki itu.

“I-Iya, kak, maaf telat...” Shashi menunduk malu, gadis itu segera mengambil tempat duduk di samping pemuda yang juga sibuk dengan airpods dan ponselnya, gadis introvert tersebut mencoba untuk menjulur tangan ke arah pemuda itu.

“Nama lo siapa? Gue... Shashi, dari kelas 10 IPS 3.”

Yang diajak bicara hanya melirik, lalu sibuk lagi dengan ponselnya.

Anjirlah, gue di kacangin?!

“Andhika, 10 IPA 3, panggil aja Dika.”

Tanpa membalas jabatan tangan Shashi, pemuda yang menyebut dirinya sebagai Andhika itu menoleh lagi ke arah depan memerhatikan seniornya yang sedang sibuk menuliskan beberapa petak di papan tulis putihnya.

Okey, everyone, as you can see my name is Khenan Mahatma Nagendra, ah kepanjangan, panggil aja Khenan, kelas 12 IPS 3 dan gue menjabat sebagai Ketua disini.” “Sama gue santai aja, gak usah sok-sok formal gimana asalkan tahu diri aja, di ECC pun lo gak perlu merasa terbebani karena lo gak bisa bahasa Inggris atau enggak karena kita semua belajar. Fuck grammar, confidence is the key to improve your English.

Dari ujung kanan sana menyahut, “Bisa-bisanya lo ngomong gitu sedangkan lo blasteran Kanada?”

“Blasteran abal gue, gak ada bekasnya. Intinya disini gak ada ya kasta-kasta mana yang jago mana yang enggak, lo semua belajar, kalo temennya salah perbaiki tanpa nge-judge.” “Ah ya, disini kita juga ada kelas tiap 2 minggu sekali buat improve skor TOEFL lo. Kalo gak salah... anak kelas 10 mau ada tes TOEFL kan 2 minggu lagi?”

Yang ditanya semua menyahut, “Iya, kak...!”

“Hubungin gue kalau mau les private.”

Shashi menoleh ke tempat sebelah, dimana disitu para siswi semangat dan kegirangan menyusun strategi untuk modus nanti. Gadis itu mencolek teman sebangkunya lagi, “Lo... udah persiapan buat TOEFL?”

“Belum, ntar aja.”

“Haha lo santai banget ya?”

Andhika cuman tersenyum pasi, lalu fokusnya kembali ke arah Khenan sang senior di depan sana yang mulai memberi aba-aba untuk kawan sebayanya memperkenalkan diri, dan tentu saja akan ada giliran Shashi untuk maju juga.

“Ayo, perkenalkan diri, ladies first. Gue mau... cewek yang telat tadi maju ke depan.”

Ujung spidolnya menunjuk lurus ke arah Shashi.

“Shashi, maju.”

Shashi gelagapan namun mau tak mau kakinya mengiring ke tempat yang dipinta. sekarang Shashi berdiri di samping Khenan, “Uh... perkenalan gimana?”

“Ya perkenalan aja gimana? Nanya lagi.”

“Hmm... Halo semua—”

In English, you're not in kindergarten.

Shashi mendengus kesal, “Hello guys, my name is Shashi Ayu Aneska from 10 Social 3, i was came from SM Junior High School...

“Klasik. Itu perkenalan anak TK banget, yang lain dong.”

Ish ini orang sengaja banget ya...?!!

“Sebutin kesukaan lo, hobi lo, apa kek.” “Eh gue gak modus ya, ini serius buat improve conversation lo.”

Shashi menarik nafasnya dalam-dalam, “Okey! I have a lot of hobbies, i love to eat sweet things, fangirling over my favorite K-Pop Group NCT, and... i really love to write a story and i have my own platform in social media

Mata Khenan memencak, “Really? You're into writing?

Yes...?

Wattpad? or... Twitter?

Shashi mengangguk mantap, “Both of them!” gadis itu seketika mendelik, Eh bentar, kok Kak Khenan update ya soal penulisan di Wattpad atau Twitter?

Wow, okay... that's great. Next!

Shashi duduk di tempatnya dengan seribu tanda tanya di kepalanya.


“Shashi!”

Gadis yang dipanggil itu menoleh ketika suara bariton di belakangnya berlari kecil menghampirinya. Tentu Shashi tersontak, sosok Khenan dengan tas yang dia jinjing sebelah itu seolah serius ingin bicara banyak.

“Lo... nulis AU di Twitter?”

Shashi terkesiap lagi, “A-Ah iya, kakak... tahu AU?”

“Iya, gue baca beberapa AU di Twitter.”

“Kakak NCTzen??!!”

“Bukan, tapi emang AU NCT yang rame di Twitter jadi gue tetap gas baca aja. Banyak cerita yang bagus kok.” “Gue gak mandang castnya tapi isi ceritanya itu, ya gue gak nyangka aja lo penulis AU juga di Twitter.”

Shashi cuman terkekeh renyah, lalu Khenan cepat membuka ponsel dari saku celananyanya.

“Boleh... minta username Twitternya? Gue mau baca cerita lo.”

Kedua netra gadis itu menyalak lebar, ia ragu untuk memberikan ID dari akun sosial medianya tapi sorot mata pemuda di hadapannya itu berbinar-binar seolah sangat ingin tahu karya adik kelasnya itu.

“Ukh... sini, Kak, aku tulisin aja,” Shashi mengambil ponsel Khenan dan mengetik ID-nya cepat lalu memencet tombol follow, “Udah ya, nanti aku follback.”

Khenan melihat profil Twitter Shashi dan menganga selebar-lebarnya, “M-Moon?! Moonshee?! Lo... Moon yang nulis The Last Word to Mr Sunshine?!

“Eh? Kakak kok tahu?”

“Astaga, Sas, gue pembaca lo!”

WHAT??!!

“E-Eh, Kak Khenan... baca AU aku?!”

Not only AU, Wattpad juga, gue kemarin baru tamatin cerita lo yang di Wattpad!” “Gila, itu lo yang tulis, Sas?!”

Shashi mengangguk kikuk, “I-Iya, kak...”

Senyuman sumringah Khenan terlukis jelas di wajah tampannya, “Sumpah, lo keren banget sih! Lo masih kelas 10 tapi semua tulisan lo gila keren semua!” “Astaga, ternyata penulis yang gue suka adik kelas gue!”

Dheg! Jantung Shashi langsung berdegup kencang. Ia tak menyangka bahwa akan ada orang yang begitu menyukai karyanya dan orang itu adalah Khenan, kakak kelasnya.

“Ma-Makasih banyak, Kak Khenan...”

Khenan membuka jam tangannya, “Ah iya gua harus balik, gua tunggu ya update-an selanjutnya!”

Sejalan punggung punggung Khenan pergi dari hadapan Shashi, dara berambut ikal itu langsung menghela nafas panjang. Ia tak menyangka kakak kelasnya itu yang ia anggap dingin dan menyebalkan ternyata adalah penggemar dari karya amatirannya di platform sosual medianya, seolah takdir telah menyusun skenario ini untuk mempertemukan mereka.

Shashi harap kedepannya akan ada pertemuan menyenangkan selanjutnya bersama Khenan, sang penggemar.

Images

Ratusan purnama aku baru bisa membalas suratmu, matahariku... Khenan Mahatma Nagendra, lelaki singgasana hati yang selama ini aku tetapkan bertahta dalam hati... hari ini aku putuskan untuk menghentikannya. Nyatanya kamu terbang terlalu tinggi dan tubuhku yang mungil ini takkan pernah menggapaimu. Hanya batas takdir yang bisa menyatukan kita dalam istana yang sesungguhnya...

Tiap mentari fajar menyapa pagiku, aku selalu bersembunyi di balik selimutku, dan hari ini... aku putuskan untuk menghadapnya. Disitu ada kamu yang selalu menjadi semangat pagiku.

Kak Khenan...

Semesta bisa saja menutup kisah kita, tapi bagiku, kamu adalah kisah legenda cinta yang pernah menjadi sejarah hidupku...

Selamanya kamu akan aku kenang...

Bersama air mata, aku ikhlaskan kepergianmu...

Shashi Ayu Aneska, 2026

Images

Ratusan purnama aku baru bisa membalas suratmu, matahariku... Khenan Mahatma Nagendra, lelaki singgasana hati yang selama ini aku tetapkan bertahta dalam hati... hari ini aku putuskan untuk menghentikannya. Nyatanya kamu terbang terlalu tinggi dan tubuhku yang mungil ini takkan pernah menggapaimu. Batas takdir yang bisa menyatukan kita dalam istana yang sesungguhnya...

Tiap mentari fajar menyapa pagiku, aku selalu bersembunyi di balik selimutku, dan hari ini... aku putuskan untuk menghadapnya. Disitu ada kamu yang selalu menjadi semangat pagiku.

Kak Khenan...

Semesta bisa saja menutup kisah kita, tapi bagiku, kamu adalah kisah legenda cinta yang pernah menjadi sejarah hidupku...

Selamanya kamu akan aku kenang...

Bersama air mata, aku ikhlaskan kepergianmu...

Shashi Ayu Aneska, 2026

“Ba-Bang Haidar!!”

Naresh mengatur tempo nafasnya setelah berlari sepanjang koridor, pria itu tak sendiri melainkan ada rekan-rekan ners Aisyah dulu yang turut ingin menyaksikan kelahiran buah hati pertama pasangan Naresh-Aisyah.

“Lah kok rombongan gini?! Aisyah udah di dalam, Res!” decak Haidar.

“Hehehe, maaf, Pak, kita teman-temannya Aisyah nih mau lihat juga calon keponakan kita...” ujar Juned.

Haidar menarik bahu Naresh dan meminta Naresh untuk masuk ke ruangan bersalin. Disana sudah ada sosok istrinya yang sudah terbaring lemas di atas ranjang.

“A-Aisyah! Aisyah, ini Mas Nana...” Naresh cepat menggenggam tangan sang istri erat-erat. Aisyah tak mampu lagi mengucap kata-kata, bibirnya kelu karena tenaganya tak mampu ia arahkan untuk bicara.

“Malam, Dokter Naresh... Wah sekarang harus ikut temenin Bundanya bertempur sebagai Ayah ya... yuk di pegang ya tangan Bundanya, kasih kekuatan untuk Bundanya biar bisa melahirkan dedeknya sehat wal afiat...”

Naresh mengusap kening istrinya yang sudah banjir dengan peluh keringatnya, hatinya gusar dengan titik-titik awal perjuangan Aisyah. Nafas Aisyah tercekat dan ia mengeluarkan segenap kekuatannya untuk memberi tekanan perutnya.

“Ayo, bunda... pelan-pelan tarik nafasnya... lalu hembuskan...”

“Ughh!! Sakiitt!!! HUWAAAA!!!”

“Sedikit lagi ya, Bunda...”

“Gak kuaatt!! Huwaa!! Sakitt!!”

Aisyah menarik kemeja Naresh kencang-kencang hingga pria itu kesakitan, ia pasrah jika keluar nanti baju dan rambutnya itu akan berantakan karena jadi pelampiasan istrinya.

“Aisyah kamu pasti bisa, istighfar sayang... istighfar ya...”

“Astaghfirullah... HAL A—DZIM!!!!!! AAKKK!!! SAKITTT!!”

Tangan Aisyah berpindah ke rambut Naresh, “Adudududuhh!! Sayang, rambut aku jangan di jambak!!”

“Huwaaa!! Sakittt...!!”

Dari luar sana Haidar bisa melihat jelas bagaimana adiknya itu berjuang mempertaruhkan hidup dan matinya untuk sang buah hati yang akan menjadi bagian keluarganya, ia jadi teringat dengan perjuangan Anela dulu ketika melahirkan buah hati kembarnya.

“Maryam, dulu... waktu kamu melahirkan sesakit itu?”

“BEUH MAS, SAKITNYA TUH KAYAK DI RUJAM RATUSAN BOM TAU GAK??!!”

Haidar meneguk salivanya bulat-bulat, “Te-Terus... kalau saya ada di samping kamu waktu itu... kamu bakal ngejambak rambut saya kayak gitu?”

“Bisa jadi, soalnya sakit banget, Mas! Bayangin aja, aku mah langsung dua lahirnya!”

Haduh Aisyah... perjuangan kamu ini sungguh berat ya, Naresh... kamu juga semangat ya, maaf kalau kamu harus extra sabar karena adik saya...

Aisyah menggenggam erat lagi tangan suaminya itu sampai ke titik ia melepas tekanannya...

Hingga akhirnya berjam-jam telah berlalu...

Oeeeekkk.... oeeeekkk!!

“Wah... Alhamdulillah, bayinya sehat nih Bunda... jenis kelaminnya laki-laki...” “Selamat ya, Ayah, Bunda...”

Aisyah tak sanggup berkata-kata bahkan tenaganya saat ini sudah terkuras habis. Sang dokter menunjukkan wajah mungil sang buah hati yang kini menangis kencang.

Seketika rasa sakit dan lelahnya melebur menjadi kebahagiaan yang tak terkira... kini Aisyah sudah resmi menjadi seorang Ibu...

Aisyah benar-benar bahagia...

“Ayah... mau adzanin anaknya?“ pinta sang dokter kepada Naresh, sang Ayah juga tak berhenti menangis bahagia.

“I-Iya dok... boleh... Allahu Akbar, Allahu Akbar...”

Lantunan adzan dari Naresh menenangkan Aisyah hingga wanita itu memejam matanya. Hatinya sekarang benar-benar terasa damai.

Akhirnya Aisyah memejam matanya terlelap bersama hati yang berbunga-bunga.


“Ayah, maaf, untuk nama bayinya mau dikasih nama apa?”

Naresh memencak matanya, ia teringat diskusinya dengan sang istri soal nama namun mereka lupa untuk mendeskripsikan nama lengkapnya.

Aku mau nama anakku Ali ya, Mas, pokoknya nama panggilannya Ali, titik!

Naresh mengerut alis dengan kedua jarinya, “Sebentar ya, Mbak, saya coba cari-cari lagi...”

Allahu Akbar, Allahu Akbar...

Adzan shubuh sudah berkumandang, seketika pria itu langsung teringat akan ide bagus untuk nama selanjutnya dari sang buah hati.

“Ali... Akbar, Ali Akbar Muhammad Ishaaq,” Naresh langsung mengusul ide namanya ke sang suster.

“Ali Akbar... Muhammad Ishaaq... 'A' nya satu atau dua, Pak?”

“Dua, sus.”

“Baik kalau gitu, selamat ya, Pak! Untuk saat ini Bundanya di istirahatkan dulu sampai pulih nanti kalau kondisinya stabil, baru kita pindahkan ke ruangannya.” “Saya permisi ya.”

Setelah perawat pergi dari hadapan Naresh, rombongan rekan medis yang mengintip sosok pria itu dari kejauhan berbondong-bondong datang dan ikut memerhatikan buah hati Naresh dari balik kaca.

“Halo, Ali... Ih namanya keren ya, Ali...” kata Lia terkagum-kagum.

“Huwaaaa! Anaknya lucu banget ya, Masha Allah...!!” decak Mbak Shinta.

“Widih, gerak-gerak mulu ih petakilan banget kek emaknya!” imbuh Brian

“Hahahaha, kayaknya bakal hiperaktif banget nih anaknya,” lanjut Juned

“Mungil banget ya, hihihi, anaknya cowok ya, Dok?!” timpal Juwita.

“I-Iya, cowok...”

“Wah jagoan kecil nih!”

Naresh ikut terhenyak dengan keramaian para rekan ners kawan istrinya. Di belakang sana ada Dokter Yudhis dengan Dokter Arif, mereka tersenyum jumawa sambil mengacung satu jempolnya mantap ke atas.

“Selamat bro!”

“Thank you, brads!”

Tak lama kehadiran Haidar, Anela beserta si kembar juga turut meramaikan. Ibra dan Mina langsung lari ke kaca tempat para bayi berkumpul dan matanya tertuju kepada satu bayi yang terbungkus selimut biru hangat.

“Woah, namanya Ali! Halo dedek Ali! Yah... berarti cowok ya? Om Naresh, bikin satu lagi dong yang cewek! Mina kesepian nih!” ucap gadis mungil berambut kuncir dua itu.

Semua kaget dengan ungkapan Mina dan menertawakan ucapan polos gadis itu.

“Seenaknya kalo ngomong kamu, Mina.” — Haidar.

“Ih emang kenapa sih, Abi?! Abisnya Mina kesel di kelilingin teman cowok mulu, Mina kan mau sekali-kali dapet teman cewek!” — Mina

Naresh mendekati telinga Mina, “Kalau kamu mau, mending mintanya sama Abi aja langsung...”

Mina menoleh ke arah Abinya, “Abi! Mina mau punya adek cewek!”

Lagi-lagi sontak satu ruangan dibuat tertawa terbahak-bahak karena tingkah anak kecil itu.

Naresh masih tersenyum henyak menyambut kelahiran malaikat kecilnya, dimana kini sudah sepenuhnya pria itu memikul tanggungjawab besar sebagai kepala keluarga.


Ali Akbar Muhammad Ishaaq

Nama itu sudah di tulis rapih dalam papan keranjang, bersama bayi mungil yang terlelap begitu dalam setelah lama menangis.

Aisyah perlahan membuka matanya, mendapati dirinya sudah tidur di ruangan VIP, ia menoleh ke samping melihat malaikat kecilnya terlelap nyenyak.

“Wah... kamu juga tidur nyenyak yah...“ ucap Aisyah sambil tersenyum henyak.

Netra Aisyah langsung menangkap sosok suaminya yang juga masih tertidur nyenyak di atas sofa. Hatinya terenyuh, Mas Nana pasti capek banget nungguin aku...

“Eh, Aisyah, kamu udah bangun?”

Suara tenor Haidar mengejutkan Aisyah dan Naresh yang tersentak bangun, cepat pria itu mengusap pipi basahnya karena air liur yang mengalir.

“Aisyah... kamu udah enakan?”

“Udah kok, Mas...”

“Syukurlah, kamu gak sadarkan diri seharian penuh lho.”

Mata Aisyah terbelalak, “Ha-hah?! Seharian?!”

“Iya, aku sampe takut kamu kenapa-kenapa tapi kata dokter gapapa, energi kamu emang habis terkuras” Naresh mengelus anak rambut istrinya itu dengan lembut, “Terima kasih ya, sayang, sudah mau berjuang untuk anak kita...”

Aisyah menitikkan air mata harunya, ia masih tak menyangka bahwa dirinya saat ini sudah resmi menjadi seorang Ibu.

“AISYAH SAYANG!!!”

Kehadiran dua pasang paruh baya itu mengejutkan ketiga insan yang ada di kamar. Tentu saja, Papa dan Mama Anela dengan hebohnya tergopoh-gopoh membawa dua kantung besar di tangannya yang entah isinya ada apa saja.

“Ya ampun, kamu sudah melahirkan nak?! Papa sama Mama baru pulang dari Singapore kaget banget dengar kamu melahirkan!!” “Mana cucu Mama?!”

Kedua netra orang tua Anela langsung menangkap bayi mungil yang masih tertidur di dalam keranjangnya.

“Aw... manisnya... mirip banget ya sama Mamanya...”

Aisyah hanya terkekeh melihat reaksi orang sekitar dengan berita kelahiran putra pertamanya itu. Naresh tersenyum teduh dan merangkul erat bahu istrinya yang sedang lemah, “Aisyah...”

“Ya, Mas?”

“Terima kasih sudah mau menjadi bagian dari hidup aku dan membangun sejarah baru sama-sama...”

Aisyah mengangguk pelan, “Iya, Mas Nana... terima kasih juga sudah hadir di kehidupanku... dan mau menjadi bagian dari hidupku...” “Sama-sama kita bangun keluarga yang sakinah mawadah warahmah ya, Mas...”

Pria berparas putih susu itu mengecup kening Aisyah lembut dan mengelus kembali pelik istrinya dengan hangat.

Naresh dan Aisyah kini sudah berikrar sama-sama untuk mengukir cerita mereka, bersama kehadiran buah hati pertamanya, dan juga kehidupan selanjutnya... mereka janji akan selalu ada satu sama lain.

Terima kasih, kehadiranmu adalah anugrah terindah dari Allah...

🕊️ THANK YOU 🕊️ — June 24th, 2021 ; LAGNIAPPE 2 —

“Ba-Bang Haidar!!”

Naresh mengatur tempo nafasnya setelah berlari sepanjang koridor, pria itu tak sendiri melainkan ada rekan-rekan ners Aisyah dulu yang turut ingin menyaksikan kelahiran buah hati pertama pasangan Naresh-Aisyah.

“Lah kok rombongan gini?! Aisyah udah di dalam, Res!” decak Haidar.

“Hehehe, maaf, Pak, kita teman-temannya Aisyah nih mau lihat juga calon keponakan kita...” ujar Juned.

Haidar menarik bahu Naresh dan meminta Naresh untuk masuk ke ruangan bersalin. Disana sudah ada sosok istrinya yang sudah terbaring lemas di atas ranjang.

“A-Aisyah! Aisyah, ini Mas Nana...” Naresh cepat menggenggam tangan sang istri erat-erat. Aisyah tak mampu lagi mengucap kata-kata, bibirnya kelu karena tenaganya tak mampu ia arahkan untuk bicara.

“Malam, Dokter Naresh... Wah sekarang harus ikut temenin Bundanya bertempur sebagai Ayah ya... yuk di pegang ya tangan Bundanya, kasih kekuatan untuk Bundanya biar bisa melahirkan dedeknya sehat wal afiat...”

Naresh mengusap kening istrinya yang sudah banjir dengan peluh keringatnya, hatinya gusar dengan titik-titik awal perjuangan Aisyah. Nafas Aisyah tercekat dan ia mengeluarkan segenap kekuatannya untuk memberi tekanan perutnya.

“Ayo, bunda... pelan-pelan tarik nafasnya... lalu hembuskan...”

“Ughh!! Sakiitt!!! HUWAAAA!!!”

“Sedikit lagi ya, Bunda...”

“Gak kuaatt!! Huwaa!! Sakitt!!”

Aisyah menarik kemeja Naresh kencang-kencang hingga pria itu kesakitan, ia pasrah jika keluar nanti baju dan rambutnya itu akan berantakan karena jadi pelampiasan istrinya.

“Aisyah kamu pasti bisa, istighfar sayang... istighfar ya...”

“Astaghfirullah... HAL A—DZIM!!!!!! AAKKK!!! SAKITTT!!”

Tangan Aisyah berpindah ke rambut Naresh, “Adudududuhh!! Sayang, rambut aku jangan di jambak!!”

“Huwaaa!! Sakittt...!!”

Dari luar sana Haidar bisa melihat jelas bagaimana adiknya itu berjuang mempertaruhkan hidup dan matinya untuk sang buah hati yang akan menjadi bagian keluarganya, ia jadi teringat dengan perjuangan Anela dulu ketika melahirkan buah hati kembarnya.

“Maryam, dulu... waktu kamu melahirkan sesakit itu?”

“BEUH MAS, SAKITNYA TUH KAYAK DI RUJAM RATUSAN BOM TAU GAK??!!”

Haidar meneguk salivanya bulat-bulat, “Te-Terus... kalau saya ada di samping kamu waktu itu... kamu bakal ngejambak rambut saya kayak gitu?”

“Bisa jadi, soalnya sakit banget, Mas! Bayangin aja, aku mah langsung dua lahirnya!”

Haduh Aisyah... perjuangan kamu ini sungguh berat ya, Naresh... kamu juga semangat ya, maaf kalau kamu harus extra sabar karena adik saya...

Aisyah menggenggam erat lagi tangan suaminya itu sampai ke titik ia melepas tekanannya...

Hingga akhirnya berjam-jam telah berlalu...

Oeeeekkk.... oeeeekkk!!

“Wah... Alhamdulillah, bayinya sehat nih Bunda... jenis kelaminnya laki-laki...” “Selamat ya, Ayah, Bunda...”

Aisyah tak sanggup berkata-kata bahkan tenaganya saat ini sudah terkuras habis. Sang dokter menunjukkan wajah mungil sang buah hati yang kini menangis kencang.

Seketika rasa sakit dan lelahnya melebur menjadi kebahagiaan yang tak terkira... kini Aisyah sudah resmi menjadi seorang Ibu...

Aisyah benar-benar bahagia...

“Ayah... mau adzanin anaknya?“ pinta sang dokter kepada Naresh, sang Ayah juga tak berhenti menangis bahagia.

“I-Iya dok... boleh... Allahu Akbar, Allahu Akbar...”

Lantunan adzan dari Naresh menenangkan Aisyah hingga wanita itu memejam matanya. Hatinya sekarang benar-benar terasa damai.

Akhirnya Aisyah memejam matanya terlelap bersama hati yang berbunga-bunga.


“Ayah, maaf, untuk nama bayinya mau dikasih nama apa?”

Naresh memencak matanya, ia teringat diskusinya dengan sang istri soal nama namun mereka lupa untuk mendeskripsikan nama lengkapnya.

Aku mau nama anakku Ali ya, Mas, pokoknya nama panggilannya Ali, titik!

Naresh mengerut alis dengan kedua jarinya, “Sebentar ya, Mbak, saya coba cari-cari lagi...”

Allahu Akbar, Allahu Akbar...

Adzan shubuh sudah berkumandang, seketika pria itu langsung teringat akan ide bagus untuk nama selanjutnya dari sang buah hati.

“Ali... Akbar, Ali Akbar Muhammad Ishaaq,” Naresh langsung mengusul ide namanya ke sang suster.

“Ali Akbar... Muhammad Ishaaq... 'A' nya satu atau dua, Pak?”

“Dua, sus.”

“Baik kalau gitu, selamat ya, Pak! Untuk saat ini Bundanya di istirahatkan dulu sampai pulih nanti kalau kondisinya stabil, baru kita pindahkan ke ruangannya.” “Saya permisi ya.”

Setelah perawat pergi dari hadapan Naresh, rombongan rekan medis yang mengintip sosok pria itu dari kejauhan berbondong-bondong datang dan ikut memerhatikan buah hati Naresh dari balik kaca.

“Halo, Ali... Ih namanya keren ya, Ali...” kata Lia terkagum-kagum.

“Huwaaaa! Anaknya lucu banget ya, Masha Allah...!!” decak Mbak Shinta.

“Widih, gerak-gerak mulu ih petakilan banget kek emaknya!” imbuh Brian

“Hahahaha, kayaknya bakal hiperaktif banget nih anaknya,” lanjut Juned

“Mungil banget ya, hihihi, anaknya cowok ya, Dok?!” timpal Juwita.

“I-Iya, cowok...”

“Wah jagoan kecil nih!”

Naresh ikut terhenyak dengan keramaian para rekan ners kawan istrinya. Di belakang sana ada Dokter Yudhis dengan Dokter Arif, mereka tersenyum jumawa sambil mengacung satu jempolnya mantap ke atas.

“Selamat bro!”

“Thank you, brads!”

Tak lama kehadiran Haidar, Anela beserta si kembar juga turut meramaikan. Ibra dan Mina langsung lari ke kaca tempat para bayi berkumpul dan matanya tertuju kepada satu bayi yang terbungkus selimut biru hangat.

“Woah, namanya Ali! Halo dedek Ali! Yah... berarti cowok ya? Om Naresh, bikin satu lagi dong yang cewek! Mina kesepian nih!” ucap gadis mungil berambut kuncir dua itu.

Semua kaget dengan ungkapan Mina dan menertawakan ucapan polos gadis itu.

“Seenaknya kalo ngomong kamu, Mina.” — Haidar.

“Ih emang kenapa sih, Abi?! Abisnya Mina kesel di kelilingin teman cowok mulu, Mina kan mau sekali-kali dapet teman cewek!” — Mina

Naresh mendekati telinga Mina, “Kalau kamu mau, mending mintanya sama Abi aja langsung...”

Mina menoleh ke arah Abinya, “Abi! Mina mau punya adek cewek!”

Lagi-lagi sontak satu ruangan dibuat tertawa terbahak-bahak karena tingkah anak kecil itu.

Naresh masih tersenyum henyak menyambut kelahiran malaikat kecilnya, dimana kini sudah sepenuhnya pria itu memikul tanggungjawab besar sebagai kepala keluarga.


Ali Akbar Muhammad Ishaaq

Nama itu sudah di tulis rapih dalam papan keranjang, bersama bayi mungil yang terlelap begitu dalam setelah lama menangis.

Aisyah perlahan membuka matanya, mendapati dirinya sudah tidur di ruangan VIP, ia menoleh ke samping melihat malaikat kecilnya terlelap nyenyak.

“Wah... kamu juga tidur nyenyak yah...“ ucap Aisyah sambil tersenyum henyak.

Netra Aisyah langsung menangkap sosok suaminya yang juga masih tertidur nyenyak di atas sofa. Hatinya terenyuh, Mas Nana pasti capek banget nungguin aku...

“Eh, Aisyah, kamu udah bangun?”

Suara tenor Haidar mengejutkan Aisyah dan Naresh yang tersentak bangun, cepat pria itu mengusap pipi basahnya karena air liur yang mengalir.

“Aisyah... kamu udah enakan?”

“Udah kok, Mas...”

“Syukurlah, kamu gak sadarkan diri seharian penuh lho.”

Mata Aisyah terbelalak, “Ha-hah?! Seharian?!”

“Iya, aku sampe takut kamu kenapa-kenapa tapi kata dokter gapapa, energi kamu emang habis terkuras” Naresh mengelus anak rambut istrinya itu dengan lembut, “Terima kasih ya, sayang, sudah mau berjuang untuk anak-anak ini...”

Aisyah menitikkan air mata harunya, ia masih tak menyangka bahwa dirinya saat ini sudah resmi menjadi seorang Ibu.

“AISYAH SAYANG!!!”

Kehadiran dua pasang paruh baya itu mengejutkan ketiga insan yang ada di kamar. Tentu saja, Papa dan Mama Anela dengan hebohnya tergopoh-gopoh membawa dua kantung besar di tangannya yang entah isinya ada apa saja.

“Ya ampun, kamu sudah melahirkan nak?! Papa sama Mama baru pulang dari Singapore kaget banget dengar kamu melahirkan!!” “Mana cucu Mama?!”

Kedua netra orang tua Anela langsung menangkap bayi mungil yang masih tertidur di dalam keranjangnya.

“Aw... manisnya... mirip banget ya sama Mamanya...”

Aisyah hanya terkekeh melihat reaksi orang sekitar dengan berita kelahiran putra pertamanya itu. Naresh tersenyum teduh dan merangkul erat bahu istrinya yang sedang lemah, “Aisyah...”

“Ya, Mas?”

“Terima kasih sudah mau menjadi bagian dari hidup aku dan membangun sejarah baru sama-sama...”

Aisyah mengangguk pelan, “Iya, Mas Nana... terima kasih juga sudah hadir di kehidupanku... dan mau menjadi bagian dari hidupku...” “Sama-sama kita bangun keluarga yang sakinah mawadah warahmah ya, Mas...”

Pria berparas putih susu itu mengecup kening Aisyah lembut dan mengelus kembali pelik istrinya dengan hangat.

Naresh dan Aisyah kini sudah berikrar sama-sama untuk mengukir cerita mereka, bersama kehadiran buah hati pertamanya, dan juga kehidupan selanjutnya... mereka janji akan selalu ada satu sama lain.

Terima kasih, kehadiranmu adalah anugrah terindah dari Allah...

🕊️ THANK YOU 🕊️ — June 24th, 2021 ; LAGNIAPPE 2 —

Kedua insan itu saling bergandengan tangan menyusuri berbagai destinasi wisata yang sudah di arahkan dari pihak travel yang membawa keduanya. Berbagai pasangan pengantin baru lainnya juga ikut berpartisipasi, dan pihak travel memang sengaja membawa destinasi tempat yang romantis khusus para pasutri yang sedang berbulan madu.

“Mas Nana, ayo sini foto sama monyetnya!”

“Gak ah! Kamu aja.”

“Hmm... takut ya?”

“E-Enggak, siapa yang takut?!”

5 menit kemudian Aisyah meletakkan monyetnya di atas kepala Naresh.

“HAHAAHAHAHAHHAHAHA MUKANYA TEGANG BANGET!!! SANTAI AJA KALI MAS!!!”

Naresh merutuk dalam hati, Sabar, Res, sabar... ini istri... sabar ya...

BRUK!!

“A-Aw!”

Turis bule bertubuh besar menyenggol punggung Aisyah hingga wanita mungil itu terpental dari tempatnya. Alih-alih minta maaf, si turis tersebut malahan menatap tajam ke arah Aisyah dan melengos pergi tanpa meninggalkan sepatah kata.

“Hey you! You should apologize to my wife!!” sahut Naresh geram, tak di gubris oleh turis bule tersebut Naresh berteriak lagi, “HEY YOU BIG BUDDY!!”

Yang dipanggil menoleh.

“You should apalogize to my wife, you just hit her.”

Aisyah langsung panik gelagapan, “Ma-Mas udah gapapa—”

“I think your wife should know her place, she's blocking the way.”

“But still, you just hit her.”

Kedua netra Naresh sudah menusuk dalam turis bule itu hingga nyali Aisyah ikut menciut. Suaminya itu terlihat sangat menyeramkan ketika sudah murka seperti ini, ia takut sebentar lagi akan ada pertumpahan darah disini.

“Okay then, sorry about that, Miss.”

Pria bule bertubuh raksasa itu pergi meninggalkan tatapan membunuh ke arah Naresh, lagi-lagi pria itu naik pitam namun Aisyah cepat mencegat tubuh suaminya agar tidak memancing keributan.

“Udah, Mas Nana! Aku gapapa, dia udah minta maaf juga!”

“Apaan, gak ikhlas banget minta maafnya! Wah beneran ngajak berantem—”

“Mas udah ih! Gak usah peduliin orang kayak gitu! Liburan kita jadi keganggu cuman gara-gara dia, yuk ah kita lanjut jalan lagi!”

Aisyah menyeret lengan suaminya itu menuju tempat tujuan selanjutnya, membiarkan amarah suaminya itu mereda sejalan mereka menikmati lagi pemandangan sekitar.


Images

“Huwaa hari ini senang banget deh! Aisyah baru kali ini ngerasain jalan-jalan seseru ini! Makasih banyak ya, Mas!”

Naresh tersenyum jumawa sambil menyuapkan satu potongan daging steak-nya ke mulut istri tercintanya. Aisyah masih sibuk memilah foto untuk ia upload ke dalam sosial medianya, rasanya masih seperti mimpi bisa menikmati perjalanan romantis bersama orang yang di cintai. Aisyah tak bisa melepas pandangannya dari wajah sang suami, begitupun Naresh yang terus ingin memperlakukan istrinya dengan banyak hal istimewa. Keduanya sangat menikmati perjalanan bulan madunya sebagai sepasang suami istri.

“Mas, Mas! Masa kata Bang Haidar si kembar nangis lho gara-gara kangen sama aku, hahahaha...! Lucu banget gak sih?!”

“Hahaha iya, kemarin Bang Haidar juga bilang sama aku, si kembar mau main ke rumah buat ketemu kamu.”

“Oh ya, terus??”

“Ya kita kan mau ke Bali, jadi aku bilang nanti pas pulang dari Bali aja sekalian dibawain oleh-oleh.”

Aisyah tertawa, “Hahahaha... nanti aku mau beliin baju-baju lucu ah buat si kembar!” wanita itu kembali sibuk dengan ponselnya, “I-Ih, Bang Haidar apaan sih?! Ngeselin banget!”

“Kenapa, sayang?”

“Ini! Masa kata Bang Haidar request keponakan 5 biji! Et dah, gak jelas banget!”

Naresh tersontak lalu ia terkekeh geli mendengar reaksi dari istrinya, “Yaelah, dikira apa! Hahaha... Dia juga bilang gitu sama aku.”

“Terus, Mas Nana jawab apa?!”

“Ya aku bilang 'siap laksanakan!' gitu.”

“Ihh, Mas Nana!!”

Aisyah memukul lagi lengan suaminya berkali-kali hingga prianya meringis kesakitan. Grep, Naresh cepat menangkap tangan mungil Aisyah dan menatap lemat wajah istrinya.

“Aku udah bilang kan, kalau udah sah nanti, aku bisa lebih galak dari kamu?” Naresh mencengkram lagi tangan Aisyah, “Bisa jaga sikap kamu sama suami?”

Nyali Aisyah menciut drastis, suara Naresh yang semakin dalam itu membuat dadanya berguncang. Tak sadar mata wanita itu berkaca-kaca dan sontak Aisyah mengusap netra cantiknya yang mulai menitikkan satu air matanya.

“Eh kamu nangis?!”

“Ukh... takut...”

“Ya Allah, aku cuman bercanda, Aisyah utututu sayang, jangan nangis dong...”

“Mas Nana nyeremin... kok Mas Nana ngancem aku kayak gitu sih...”

“Enggak kok, enggak, jangan nangis sini, Mas peluk utututu...”

Naresh memeluk kencang bahu mungil istrinya yang mulai bergetar saking ketakutannya dengan 'sisi lain' Naresh barusan, ya untuk informasi tambahan, memang kalau Naresh sudah marah dia bisa berubah menjadi orang lain yang sangat menyeramkan. Mungkin kalau kalian ada di posisi Aisyah juga ikut menangis ketakutan.

“Mas Nana kalau marah gitu ya... Aisyah takut...”

“Ya-ya... makanya jangan bikin Mas marah...”

Aisyah mengeratkan lagi pelukannya, menelungkup wajahnya di dada bidang Naresh rapat-rapat hingga pria itu sedikit merasa sesak.

“Mas Nana...”

“Ya?”

“Mas Nana janji kan gak akan ninggalin Aisyah?” Aisyah mendongakkan kepalanya, “Aisyah mungkin bukan wanita yang sempurna, Aisyah mungkin suka bikin Mas Nana kesel, Aisyah juga mungkin aja... bikin Mas Nana ilfeel tapi... Mas Nana gak akan ninggalin Aisyah kan?”

Naresh menghempas senyum kecilnya, ia mengecup kening istrinya lembut seraya membisik, “Sayang, kalau memang kamu bukan wanita yang sempurna maka kekurangan kamu itu yang akan aku lengkapi, kalau kamu buat aku kesel mungkin itu ujian kesabaran bagi aku dan kalau kamu bikin aku ilfeel... aku pastikan itu tidak akan pernah terjadi, karena hari-hari bersama kamu itu semuanya indah.” “Aku pun bukan laki-laki yang sempurna, dan aku memilih kamu untuk melengkapi kekuranganku. Aku sendiri juga suka bikin kamu kesel, tapi aku harap kamu bisa sabar menghadapi aku dan tegur aku kalau memang aku buat kesalahan, dan kalau aku bikin kamu ilfeel... tuntut aja aku untuk menyenangkan hati kamu, Aisyah.”

Aisyah menggeleng, “Enggak, Aisyah juga gak akan mungkin ilfeel sama Mas Nana! Aisyah sayang banget sama Mas Nana!”

“Haha iya gitu?”

“Hmm...”

Naresh menangkup kedua pipi wanita kasihnya, “Lihat mata aku.”

Aisyah membalas kedua netra sang suami dengan tatapan sendunya.

You're the one and only, ini bukan hanya sekedar janjiku sama kamu tapi ini janji suci antara kita, Allah dan juga alam semesta. Jadi kalau aku melanggarnya, kamu bisa bayangkan berapa pihak yang mengutuk aku, Aisyah?” “Karena kamu adalah sayapku menuju syurga-Nya.”

Aisyah menatap lemat-lemat bola mata hazel milik Naresh.

“Dan begitupun kamu, Mas, ridho dan syurga ku sekarang ada padamu...”

Pria bersurai hitam itu kembali mengeratkan pelukannya lagi, memberikan kehangatan yang dalam bagi wanita singgasana hatinya bersama mentari senja yang turut menjadi saksi kisah cinta keduanya.

Hari demi hari, detik tiap detik kedua insan saling mencintai itu menikmati momen berduanya di Pulau Dewata dan mengukir banyak kenangan selama 3 hari ke depan sebelum akhirnya mereka benar-benar menjalani kehidupan sebagai sepasang suami istri yang sesungguhnya.

Terima kasih sudah mengikuti perjuangan cinta antara Naresh dan Aisyah!❤️

— LAGNIAPPE 2 ; END —

Kedua insan itu saling bergandengan tangan menyusuri berbagai destinasi wisata yang sudah di arahkan dari pihak travel yang membawa keduanya. Berbagai pasangan pengantin baru lainnya juga ikut berpartisipasi, dan pihak travel memang sengaja membawa destinasi tempat yang romantis khusus para pasutri yang sedang berbulan madu.

“Mas Nana, ayo sini foto sama monyetnya!”

“Gak ah! Kamu aja.”

“Hmm... takut ya?”

“E-Enggak, siapa yang takut?!”

5 menit kemudian Aisyah meletakkan monyetnya di atas kepala Naresh.

“HAHAAHAHAHAHHAHAHA MUKANYA TEGANG BANGET!!! SANTAI AJA KALI MAS!!!”

Naresh merutuk dalam hati, Sabar, Res, sabar... ini istri... sabar ya...

BRUK!!

“A-Aw!”

Turis bule bertubuh besar menyenggol punggung Aisyah hingga wanita mungil itu terpental dari tempatnya. Alih-alih minta maaf, si turis tersebut malahan menatap tajam ke arah Aisyah dan melengos pergi tanpa meninggalkan sepatah kata.

“Hey you! You should apologize to my wife!!” sahut Naresh geram, tak di gubris oleh turis bule tersebut Naresh berteriak lagi, “HEY YOU BIG BUDDY!!”

Yang dipanggil menoleh.

“You should apalogize to my wife, you just hit her shoulder.”

Aisyah langsung panik gelagapan, “Ma-Mas udah gapapa—”

“I think your wife should know her place, she's blocking the way.”

“But still, you just hit her.”

Kedua netra Naresh sudah menusuk dalam turis bule itu hingga nyali Aisyah ikut menciut. Suaminya itu terlihat sangat menyeramkan ketika sudah murka seperti ini, ia takut sebentar lagi akan ada pertumpahan darah disini.

“Okay then, sorry about that, Miss.”

Pria bule bertubuh raksasa itu pergi meninggalkan tatapan membunuh ke arah Naresh, lagi-lagi pria itu naik pitam namun Aisyah cepat mencegat tubuh suaminya agar tidak memancing keributan.

“Udah, Mas Nana! Aku gapapa, dia udah minta maaf juga!”

“Apaan, gak ikhlas banget minta maafnya! Wah beneran ngajak berantem—”

“Mas udah ih! Gak usah peduliin orang kayak gitu! Liburan kita jadi keganggu cuman gara-gara dia, yuk ah kita lanjut jalan lagi!”

Aisyah menyeret lengan suaminya itu menuju tempat tujuan selanjutnya, membiarkan amarah suaminya itu mereda sejalan mereka menikmati lagi pemandangan sekitar.


Images

“Huwaa hari ini senang banget deh! Aisyah baru kali ini ngerasain jalan-jalan seseru ini! Makasih banyak ya, Mas!”

Naresh tersenyum jumawa sambil menyuapkan satu potongan daging steak-nya ke mulut istri tercintanya. Aisyah masih sibuk memilah foto untuk ia upload ke dalam sosial medianya, rasanya masih seperti mimpi bisa menikmati perjalanan romantis bersama orang yang di cintai. Aisyah tak bisa melepas pandangannya dari wajah sang suami, begitupun Naresh yang terus ingin memperlakukan istrinya dengan banyak hal istimewa. Keduanya sangat menikmati perjalanan bulan madunya sebagai sepasang suami istri.

“Mas, Mas! Masa kata Bang Haidar si kembar nangis lho gara-gara kangen sama aku, hahahaha...! Lucu banget gak sih?!”

“Hahaha iya, kemarin Bang Haidar juga bilang sama aku, si kembar mau main ke rumah buat ketemu kamu.”

“Oh ya, terus??”

“Ya kita kan mau ke Bali, jadi aku bilang nanti pas pulang dari Bali aja sekalian dibawain oleh-oleh.”

Aisyah tertawa, “Hahahaha... nanti aku mau beliin baju-baju lucu ah buat si kembar!” wanita itu kembali sibuk dengan ponselnya, “I-Ih, Bang Haidar apaan sih?! Ngeselin banget!”

“Kenapa, sayang?”

“Ini! Masa kata Bang Haidar request keponakan 5 biji! Et dah, gak jelas banget!”

Naresh tersontak lalu ia terkekeh geli mendengar reaksi dari istrinya, “Yaelah, dikira apa! Hahaha... Dia juga bilang gitu sama aku.”

“Terus, Mas Nana jawab apa?!”

“Ya aku bilang 'siap laksanakan!' gitu.”

“Ihh, Mas Nana!!”

Aisyah memukul lagi lengan suaminya berkali-kali hingga prianya meringis kesakitan. Grep, Naresh cepat menangkap tangan mungil Aisyah dan menatap lemat wajah istrinya.

“Aku udah bilang kan, kalau udah sah nanti, aku bisa lebih galak dari kamu?” Naresh mencengkram lagi tangan Aisyah, “Bisa jaga sikap kamu sama suami?”

Nyali Aisyah menciut drastis, suara Naresh yang semakin dalam itu membuat dadanya berguncang. Tak sadar mata wanita itu berkaca-kaca dan sontak Aisyah mengusap netra cantiknya yang mulai menitikkan satu air matanya.

“Eh kamu nangis?!”

“Ukh... takut...”

“Ya Allah, aku cuman bercanda, Aisyah utututu sayang, jangan nangis dong...”

“Mas Nana nyeremin... kok Mas Nana ngancem aku kayak gitu sih...”

“Enggak kok, enggak, jangan nangis sini, Mas peluk utututu...”

Naresh memeluk kencang bahu mungil istrinya yang mulai bergetar saking ketakutannya dengan 'sisi lain' Naresh barusan, ya untuk informasi tambahan, memang kalau Naresh sudah marah dia bisa berubah menjadi orang lain yang sangat menyeramkan. Mungkin kalau kalian ada di posisi Aisyah juga ikut menangis ketakutan.

“Mas Nana kalau marah gitu ya... Aisyah takut...”

“Ya-ya... makanya jangan bikin Mas marah...”

Aisyah mengeratkan lagi pelukannya, menelungkup wajahnya di dada bidang Naresh rapat-rapat hingga pria itu sedikit merasa sesak.

“Mas Nana...”

“Ya?”

“Mas Nana janji kan gak akan ninggalin Aisyah?” Aisyah mendongakkan kepalanya, “Aisyah mungkin bukan wanita yang sempurna, Aisyah mungkin suka bikin Mas Nana kesel, Aisyah juga mungkin aja... bikin Mas Nana ilfeel tapi... Mas Nana gak akan ninggalin Aisyah kan?”

Naresh menghempas senyum kecilnya, ia mengecup kening istrinya lembut seraya membisik, “Sayang, kalau memang kamu bukan wanita yang sempurna maka kekurangan kamu itu yang akan aku lengkapi, kalau kamu buat aku kesel mungkin itu ujian kesabaran bagi aku dan kalau kamu bikin aku ilfeel... aku pastikan itu tidak akan pernah terjadi, karena hari-hari bersama kamu itu semuanya indah.” “Aku pun bukan laki-laki yang sempurna, dan aku memilih kamu untuk melengkapi kekuranganku. Aku sendiri juga suka bikin kamu kesel, tapi aku harap kamu bisa sabar menghadapi aku dan tegur aku kalau memang aku buat kesalahan, dan kalau aku bikin kamu ilfeel... tuntut aja aku untuk menyenangkan hati kamu, Aisyah.”

Aisyah menggeleng, “Enggak, Aisyah juga gak akan mungkin ilfeel sama Mas Nana! Aisyah sayang banget sama Mas Nana!”

“Haha iya gitu?”

“Hmm...”

Naresh menangkup kedua pipi wanita kasihnya, “Lihat mata aku.”

Aisyah membalas kedua netra sang suami dengan tatapan sendunya.

You're the one and only, ini bukan hanya sekedar janjiku sama kamu tapi ini janji suci antara kita, Allah dan juga alam semesta. Jadi kalau aku melanggarnya, kamu bisa bayangkan berapa pihak yang mengutuk aku, Aisyah?” “Karena kamu adalah sayapku menuju syurga-Nya.”

Aisyah menatap lemat-lemat bola mata hazel milik Naresh.

“Dan begitupun kamu, Mas, ridho dan syurga ku sekarang ada padamu...”

Pria bersurai hitam itu kembali mengeratkan pelukannya lagi, memberikan kehangatan yang dalam bagi wanita singgasana hatinya bersama mentari senja yang turut menjadi saksi kisah cinta keduanya.

Hari demi hari, detik tiap detik kedua insan saling mencintai itu menikmati momen berduanya di Pulau Dewata dan mengukir banyak kenangan selama 3 hari ke depan sebelum akhirnya mereka benar-benar menjalani kehidupan sebagai sepasang suami istri yang sesungguhnya.

Terima kasih sudah mengikuti perjuangan cinta antara Naresh dan Aisyah!❤️

— LAGNIAPPE 2 ; END —