Step
Aisyah dengan langkah girang sukacitanya ia meletakkan satu kotak obat sesuai pesanan Bu Tyas. Tentu mereka semua tahu kenapa gerangan suasana hati gadis itu sangat baik hari ini.
“Haduh, enaknya yang bentar lagi mau lepas lajang...” cicir Juwita.
“Iya ya, kapan jodoh gue dateng ya...” timpal Lia.
DUK! Aisyah meletakkan barang-barang kerjaannya di atas nakas kecil samping lemari berkas, “Ayo cepat katakan apalagi yang harus Aisyah kerjain? Aisyah mau pulang cepat soalnya! Abis ini mau fitting baju pengantin, hehehe...”
“Ya Allah, mau balik cepat sih tapi emang kudu banget ya ambil kerjaan orang?!”
“Yee... anggep aja kalian sekali-kali ngegabut gitu! Ayo cepat bilang apalagi nih?!”
Mbak Shinta akhirnya menyanggah, “Yaudah kalo gitu tolong anterin obat ini ke kamar 512 ya!”
Aisyah mendecak siap, “Oki doki!!” gadis itu mengambil kereta raknya cepat dan mengambil langkahnya menuju kamar yang di arahkan Mbak Shinta.
Mereka gak tahu kalau hari ini... hari terakhir Aisyah kerja disini, nanti sebelum pulang Aisyah pamitan dulu deh yang bener.
“Permisi...”
Aisyah mengetuk kamar 512 sebanyak tiga kali namun nihil tak ada yang menjawabnya. Gadis itu celingukan kanan kiri mencari sang penghuni kamar namun tampaknya memang tak ada orang disini.
“Mungkin lagi jalan-jalan kali ya, yaudah Aisyah taruh obatnya di nakas aja deh,” Aisyah perlahan melangkah masuk ke kamar 512 dan meletakkan obatnya di atas nakas. Ialu ia diam sejenak menghela nafas lega, ia mengambil tangannya dari dalam saku dan menatap lemat-lemat cincin pertunangannya dengan Naresh.
“Hehehe... jadi sebentar lagi Aisyah menikah, duh, kok jadi malu gini, udah ah Aisyah mau siap-siap pulang— MMMPPPHHHH!!! MPPPHHH!!!!”
Gadis itu lengah dengan kehadiran orang di belakangnya yang sedang membekap mulutnya rapat-rapat sampai kesadaran Aisyah perlahan menghilang. Cairan alkohol yang mencuat dari sapu tangan biru di mulut Aisyah sukses membuat gadis itu tak sadarkan diri.
Pandangan gadis itu sudah gelap total.
“Selamat sore semuanya, terima kasih atas kehadiran anda semua disini,” Naresh membetulkan kacamata dan mikrofon mungil yang menempel sempurna di pipinya, “Sesuai kesepakatan dari kami semua dan pimpinan yayasan terhadap masa depan Rumah Sakit Kasih Keluarga, dengan ini saya selaku Direktur dan Ketua Yayasan Kasih Keluarga akan mengumumkan pengunduran diri saya sebagai Direktur rumah sakit ini sekaligus menunjuk langsung direktur selanjutnya yang akan memimpin masa depan rumah sakit kita...”
Naresh menampilkan foto ID Arif dari layar hologram komputernya, “Dokter Arif, secara resmi mulai hari ini anda yang akan memimpin masa depan rumah sakit ini, selamat!!”
Semua gemuruh tepuk tangan para rekan medis dan pimpinan yayasan menyambut Dokter Arif yang baru saja di angkat menjadi Direktur dari Rumah Sakit Kasih Keluarga menggantikan posisi Naresh saat ini yang menjabat sebagai Direktur sementara.
“Re-Res?!” Dokter Arif masih tercengang dengan momen ini.
“Ayo silahkan maju dan beri kata sambutannya, Pak Direktur!” Naresh menitah pria sebaya itu untuk segera maju ke tempatnya, “Oh ya, Dokter Arif disini akan di bantu oleh Dokter Yudhis selaku Wakil Direktur Rumah Sakit Kasih Keluarga, ayo silahkan maju Dokter Arif dan Dokter Yudhis!”
Naresh segera turun dari atas mimbar dan mendorong kedua pria muda itu agar naik dan memberi kata sambutannya sebagai Direktur baru dari Rumah Sakit.
“Ah... sebelumnya terima kasih banyak atas sambutan dari para rekan sekalian disini, dan juga Dokter Naresh selaku Direktur Rumah Sakit Kasih Keluarga, jujur saya sendiri cukup terkejut dengan keputusan yang mendadak ini dan tanpa perundingan sedikitpun dari saya. Intinya... karena amanah ini sudah di percayakan kepada saya jadi mohon bantuannya dan juga kerjasamanya dari para rekan sekalian, saya sendiri masih banyak kekurangan dan masih harus banyak belajar jadi tolong tegur saya kalau saya melakukan kesalahan sebagai Direktur.”
Dokter Yudhis mengambil gilirannya untuk bicara, “Sebelumnya terima kasih kepada Dokter Naresh yang tlah memercayakan posisi ini kepada saya yang juga masih harus banyak belajar, meskipun Dokter Naresh sendiri adalah junior saya di kampus tapi dari lubuk hati yang paling dalam, saya sangat menghormati sosok Dokter Naresh. Mohon bimbingan dan kerjasamanya semua!”
Gemuruh tepuk tangan kembali bersorak penuh kemenangan untuk Dokter Arif dan Dokter Yudhis. Naresh dari ujung sana ikut bertepuk tangan dengan senyum jumawanya, ia merasa sepenuhnya lega dengan keputusan yang ia buat.
Ia merasa hidupnya sekarang sudah bukan lagi menempati kedudukan tinggi.
Tapi ia ingin menjadi manusia bermanfaat dengan pekerjaan mulianya dan menciptakan banyak momen indah bersama orang terkasihnya.
Tugas Naresh sudah selesai sampai sini.
Setidaknya ia hanya ingin bertanggungjawab dari belakang sebagai 'pemimpin bayangan'.
Jarum jam sudah menunjuk angka pukul setengah 5 sore, sesuai janjinya dengan sang calon kakak ipar, Naresh sudah harus sampai ke tempat fitting baju pengantin pada pukul 5.
DRRTT...!!
“Halo, Bang Haidar?”
“Naresh, kamu lagi sama Aisyah gak?! Kenapa dia gak dateng-dateng kesini?! Teleponnya juga gak diangkat-angkat!”
“Lah, saya baru aja selesai rapat dengan rekan medis dan gak lihat Aisyah sama sekali. Saya kira dia udah selesai fitting.”
“Terus gimana? Duh, saya jadi mikir yang enggak-enggak ini...”
Sekilas memori Naresh terbawa pada momen Eliza memperingati pemuda itu soal Aisyah...
Tolong jaga Aisyah, apapun yang terjadi tolong pantau Aisyah...
Ia harap dugaannya itu tidak benar.
“Sa-saya coba cari Aisyah disini!”
TUT! Naresh berlari sekuat tenaga menuju ruangan IGD dan mencari para ners yang bertugas, “Shinta! Shinta! Kamu lihat Aisyah gak?!”
“Aisyah? Lho, bukannya dia pulang duluan dok untuk fitting baju pengantin?”
“Pu-pulang duluan? Dia pamit sama kamu?!”
“Iya, dia bilang dia mau pulang cepat buat fitting baju, terus yaudah dia gak ada disini.”
“Kamu yakin dia udah pulang duluan?! Gak ada jadwal untuk operasi atau keliling lagi gitu?!”
“Gak ada, Dok... Aisyah udah kerjain semuanya...”
Naresh menjambak rambutnya ke belakang frustasi, dadanya bergejolak tak menentu dan cepat-cepat dia membuka ponselnya untuk membuka GPS yang ia pasang di gelang Aisyah.
Matanya terbelelak, pergerakan lokasi Aisyah menjadi sangat jauh sampai keluar Jakarta Selatan.
Sudah dipastikan gadis malang itu di culik oleh seseorang.
Argh... Jovian brengsek!!!