Bella dan kawan-kawan setelah menyelesaikan kelasnya dan melewatkan waktu setengah jam dari waktu perkiraan, yaitu jam 7 tepat. Mereka semua pulang ke rumah masing-masing kecuali Isabella yang masih asyik makan ngemil-ngemil di rumah Citra, “Bel, gak balik lu?”
“Ntar ah, nunggu Papih aja.”
“Yaudah nanti gue pesenin ojek online ya.”
“Gak usah lah, gue jalan kaki aja, Cit.”
“Eh gila udah malem sis, mending pake ojek aja.”
“Gak ah gue mau olahraga malem, abis ini gue balik kok.”
Bella merapihkan barangnya cepat sambil menyomot satu sate ayam yang ada di meja makan Citra tanpa pamit.
“Alah siah si koplok, ITU GIGITAN TERAKHIR GUE, ISABELLAAAAA!!!!”
Aduh iya juga ya, kalau mencekam gini mending naik ojek aja... ah udahlah, kayak sekali dua kali gue jalan malem-malem gini.
Bella mempercepat langkahnya menuju jogging, ia menghirup udara malam dan berusaha menguasai perasaan takutnya dengan cuek bebek.
Tep...
Tep...
Tep...
Gadis itu menghentikan langkah kakinya sebentar, ia menoleh ke belakang namun tak menemukan siapa-siapa di belakangnya. Duh perasaan gue gak enak...
Bella mempercepat lagi langkahnya hingga berlari kecil. Langkah di belakangnya ikut cepat hingga akhirnya insting defensif gadis berambut panjang itu langsung menyala hebat dan SYUTT!! Bella sukses menendang wajah seseorang di belakangnya.
“Ah bener kan anjing, heh, maneh saha koplok?!”
Laki-laki asing berwajah bengis itu mengusap hidungnya yang bercucuran darah. Ia tersenyum creepy sambil menatap lemat-lemat Bella.
“Geulis bageur... kakinya mantep juga nih...” SING! Mata Bella memencak begitu ada pisau besar yang mengacung di hadapannya, “Hayo mana sini kakinya lagi...”
Sekujur tubuh Bella langsung membeku bahkan untuk melangkahkan kakinya pun ia tak mampu saking gemetarnya. Tubuh Bella langsung terjatuh ke belakang, lututnya melemas tak berdaya, Bella tak bisa berkata apa-apa selain meneguk ludahnya bulat-bulat.
“Lho kok diem? Om suka lho sama tendangan mautnya... hihihi...”
Gusti Ya Allah... hamba pasrah kalo emang hari ini maut hamba...
BRUKK!!! DUAKKK!!!!
Mata Bella terbelelak lebar-lebar setelah ada pemuda yang dengan gagahnya menendang tubuh pria bengis itu keras-keras hingga terpental jauh dari jangkauan Isabella. Pemuda berkaos oblong putih dan celana cino pendek selutut khasnya yang sangat Bella kenali...
”...Abi?”
Abidzar langsung memapah tubuh Bella, “Lo gapapa, Bel?!”
Bella diam kelu dan mengangguk lesu. Di tengah pembicaraan mereka, pria bengis itu bangkit lagi dan meraih pisau yang terlempar jauh dari tempatnya. Abi dengan cekatan langsung menahan tangan pria itu yang hendak menikamnya dari belakang lalu mendorongnya lagi hingga terlempar.
“AKH, BANGSAT!!”
Abi mengumpat kencang-kencang ketika mendapati tangannya yang berdarah hingga menetes ke ujung jarinya.
“A-Abi, tangannya luka!”
“Udah, gapapa, Bel, segini mah kecil,” Mata Abi lagi-lagi menatap geram orang di hadapannya, “Heh bangsat, urusan lo sama gue belum kelar ya. Lo berani nyentuh cewek gue berarti lo beneran nyari mati sama gue!”
NINUNINUNINUNINUU!!!
Pria bertopi kupluk hitam itu langsung terkesiap dan lari terbirit-birit dari tempatnya. Abi menoleh ke belakang cepat, “Bel, lu panggil polisi?!”
“Kagak, ini suara sirine polisi dari YouTube.”
Abi mendecih remeh sambil tertawa geli, “Anak dongo,” lalu Abi tanpa ragu meraih tangan mungil Bella dan mengajaknya pulang ke rumah bersamanya. Sorot mata pemuda berparas tampan itu seolah meyakinkan hati gadis kasihnya bahwa Bella akan selalu aman bersamanya.
Hati Bella menghangat, perasaan rindu dan aman yang ada di hatinya melebur jadi satu.
Bella bahagia.
“A-Aw! Sakit, Bel!”
“Ih sabar, nanti infeksi kalau di biarin!”
“Atuh pelan-pelan, Bel! Ini tuh pisau gede yang nancep lho!”
“Ari maneh naha gak mau ke rumah sakit?!”
“Gak ah, repot soalnya.”
Bella mendengus kesal sambil menekan luka tangan Abi hingga empunya merintih kesakitan.
“Pelan-pelan anjrit!”
“SABAR ANJING!!”
Abi mengatup mulutnya rapat-rapat.
Bella merekat lukanya pelan-pelan dan setelah semuanya selesai, ia merapihkan lagi barang-barang P3K nya. Abi melihat punggung mungil Bella dari kejauhan, setelah sekian lama akhirnya atmosfer rumah gadis kasihnya itu ia hirup kembali. Kebersamaannya yang sempat hilang karena konflik hatinya yang belum jua usai. Kalau boleh jujur, Abi masih cinta dengan Bella, tapi melihat Bella yang bahagia tanpanya... membuat pemuda itu kembali merenung soal cintanya yang bertepuk sebelah tangan.
Taruhan nyawanya ini pun nanti akan menjadi angin lalu bagi Bella.
“Abi mau minum apa? Ada coklat jahe sama sekoteng nih tadi Mamih bikin.”
“Coklat jahe boleh, Bel.”
“Bentar ya, Bella seduh dulu.”
Biasanya mereka gak secanggung ini, tapi setelah berapa purnama persahabatan mereka pupus. Abi yang biasanya selalu punya topik untuk berbicara banyak hal dengan Bella seketika otaknya kosong kehabisan topik.
“Nih,” Bella menyuguhkan satu cangkir coklat jahe berukuran sedang di hadapan Abi, “Hati-hati masih panas.”
“Iya, makasih, Bel...”
Akhirnya mereka sunyi lagi.
Mereka membisu seribu bahasa dalam ruangan yang biasanya menjadi tempat canda tawanya. Kehangatan yang dulu mereka saling berbagi seketika lenyap setelah saling membalik badan kemarin, dan rasanya sulit untuk mengembalikan situasi seperti semula.
Abi berinisiatif untuk membunuh kesunyian ini.
“Bel,” panggil Abi dengan suara puraunya.
“Hm?” Bella menyahut namun kedua matanya enggan menatap pemuda di sampingnya.
“Gimana... persiapan PTN? Gue denger lo daftar SNMPTN.”
“Ya gitu aja.”
“Daftar FKUI?”
“Iya.”
“Sama apa?”
“FKUI aja.”
“Kenapa gak daftar FK UNPAD juga? Bagus juga kok disitu.”
“Maunya ke Jakarta, gak mau ke Bandung.”
Abi tahu bahwa gadis ini sedikit terobsesi dengan semua yang berbau ibukota negerinya itu, Bella ingin sekali keluar dari tempat kelahirannya itu.
“Oh yaudah atuh, soalnya peluang masuknya lebih gede aja ke UNPAD, tapi kalau Bella maunya ke Jakarta yaudah.”
“Abi juga nanti SBMPTN ambilnya FHUI aja kok.”
Bella tak menjawab, kepalanya menunduk bisu dan netranya sedikit melirik ke arah laki-laki berahang tajam itu, setelah mereka tak bersua sekian lama... ternyata kalau di lihat-lihat Abi memang sudah tumbuh menjadi seorang laki-laki dewasa sekarang. Fitur wajahnya yang tegas dan tubuh atletisnya itu patut Bella acungi dua jempol. Seandainya mereka tidak bersahabat sejak kecil, mungkin Bella akan jatuh hati dengan pesona 'mantan' sahabatnya itu.
Abi menyadari tatapan intens gadis di sebelahnya dan menoleh ke arah Bella. Gadis itu tersontak lalu ekor matanya langsung melirik ke sembarang arah agar Abi tak menangkap basah tatapan dalamnya itu. Mereka akhirnya saling bertukar tatapan, netra sayu Abi memandang seluruh fitur wajah cantik Bella lalu terhenti ke bibir merahnya yang merekah.
Tanpa lelaki itu sadari, Abi menyisipkan anak rambut Bella ke telinga mungilnya, lalu menangkup rahang wajah gadisnya perlahan. Ibu jarinya yang kasar itu mengelus lembut pipi Bella, lalu pemuda itu mendekat ke wajahnya Bella hingga jarak mereka hanya tinggal sejengkal...
Bella hanya bisa memejam mata.
“ASSALAMUALAIKUM!!!”
JEDUG!!
“Aw!!”
“AKH!!”
Bukannya momen romantis yang di dapatkan, malahan kedua insan itu saling membenturkan kepala hingga mereka merintih kesakitan.
“Lho, ada Abi ternyata disini? Fuuh... Papih lega euy,” ucap Papih tanpa rasa berdosa sedikitpun karena sudah mengacaukan momen penting kedua anak muda itu.
“Nih, Papih sama Mamih bawain bolu artis! Enak yeuh, Abi juga ikut makan sini!” Mamih mengayunkan satu kantung plastik berisi oleh-oleh bolu artis yang ia sebut tadi.
“Punten, Pih, Mamih, Abi pulang aja sekarang.”
“Eh si bodor, makan heula atuh sini! Baru juga kita nyampe!”
“Ah gapapa, Abi lupa matiin kompor soalnya baru inget!” Abi berbohong demi mencari alasan untuk bisa segera pulang.
“BOCAH EDAN, BURUAN MATIIN KOMPORNYA, SIA REK JADI GEMBEL DI KOLONG JEMBATAN??!!” pekik Papih shock.
“Hehehe iya, Pih, Mih, Abi pamit ya, Assalamualaikum!”
“Waalaikumsalam, hati-hati yah kasep!” sahut Mamih dari dapur.
Papih memicingkan kedua netranya itu ketika melihat perban tebal yang mengikat lengannya, “Eta si Abi kenapa tangannya di perban gitu?” tanya Papih heran.
Bella memutuskan untuk diam. Ia tak mau Papihnya itu ikut khawatir.
Tapi...
Momen barusan adalah momen yang tak terduga dalam hidupnya, selama mengenal sosok Abidzar Ahmad Kale, sahabat kecilnya.