Penentuan

Rapat dadakan itu sudah berlangsung sekitar satu jam lebih, dan perdebatan antar dokter terkait masalah medis yang menjadi penyebab kematian Alisya terus saling bersahutan. Yudhis dan Naresh disana tak bisa bicara banyak, karena bagaimanapun pada akhirnya sesuai dengan peraturan yang ada, kalau ada bentuk kelalaian dalam penanganan pasien bahkan sampai menyebabkan kematian, mau tidak mau dokter yang menanganinya harus bertanggung jawab penuh atas tindakannya.

“Kita gak akan bisa simpulkan semuanya sebelum ada proses autopsi, karena jika memang ada kesalahan obat yang diminum pasien dan menyebabkan kematian, Dokter Yudhis selaku dokter yang menangani pasien Alisya ... harus bertanggung jawab atas tindakannya dan dapat di laporkan secara hukum.”

Naresh langsung melotot dan membuka suaranya, “Mohon izin untuk bicara, maaf tapi menurut saya ini bukan murni kesalahan Dokter Yudhis! Disini ada campur tangan Dokter Dimas yang menyarankan resep obat baru ini ketika resep obatnya yang biasa ia berikan di tukar oleh pihak tak diketahui dengan resep obat baru!” “Sebelum menyimpulkan ini kesalahan Dokter Yudhis, alangkah baiknya kita tunggu sampai kita dapat izin untuk mengautopsi jenazah agar bisa mendapat informasi yang lebih jelas!”

Disana ada sosok pria paruh baya yang duduk di depan tengah menatap tajam ke arah Naresh, pemuda itu tak gentar menyuarakan pendapatnya. Yudhis disana sangat merasa tertolong oleh Naresh.

“Anda pikir untuk dapat proses izin autopsi itu mudah, Dokter Naresh?” Rangga mulai membuka mikrofonnya, di balas tatapan elang pemuda yang di sebutkan namanya, “Kelalaian seorang dokter yang menyebabkan melayangnya nyawa pasien itu bisa di bawa ke ranah hukum dan sanksinya ialah di cabut sumpah dokter dan izin praktiknya. Itu sudah ketentuan dasar yang berlaku jadi anda tidak usah menyangkal lagi.”

“Mohon maaf, Pak Direktur, tapi kami keberatan kalau kesalahan ini hanya di beratkan satu pihak sedangkan Dokter Yudhis sendiri awalnya ingin meresepkan obat yang sama seperti sebelumnya tapi tiba-tiba obatnya di tukar dan akhirnya Dokter Yudhis berkonsultasi soal ini dengan Dokter Dimas yang lebih senior dari kami. Sudah sepatutnya Dokter Dimas juga ikut bertanggung jawab.”

Pria berkacamata di samping Rangga itu melotot, “Anak kurang ajar...!” umpatnya.

“Kalau begitu, Dokter Yudhis dengan Dokter Dimas sama-sama harus bertanggung jawab atas tindakannya. Sebelum kasus ini di tutup dan kita dapat hasil autopsi dari pasien Alisya Febri Ayuditha, keduanya kami berhentikan sementara.”

Dokter Dimas sontak menoleh ke arah Rangga yang secara sepihak memutuskan sanksi baginya. Setelah rapat secara resmi di tutup, dengan cepat Dokter Dimas menyusul Rangga yang ada di depannya.

“Pa-Pak Direktur! Kenapa saya ikut di berhentikan?! I-Ini kan... sesuai rencana kita...?!” decak dokter berkacamata itu gusar.

Rangga tersenyum picik, “Sedikit perubahan dari rencana sebelumnya... bukannya itu hal yang wajar dalam strategi bisnis, Dokter Dimas?”

Dokter Dimas melongo shock dengan perubahan ekspresi Rangga yang licik dan penuh akal-akalan. Pria itu merasa dipermainkan setelah apa yang sudah ia lakukan untuk atasannya sesuai dengan rencana mereka.


“Obat haram itu sudah di uji cobakan dengan pasien kamu, Res?!

Naresh menderu nafasnya kasar, “Iya, bang, duh... dan yang di salahkan itu pihak dokter yang menangani pasiennya. Saya gak punya bukti kuat untuk menyeret Rangga dan antek-anteknya langsung ke penjara tapi... argh! Rangga sialan, dia sengaja mengorbankan orang-orang yang gak berdosa bahkan anak kecil sekalipun seperti Alisya!” “Saya harus bicara banyak dengan Eliza, kasus ini harus segera kita usut sampai tuntas!”

“Tadi Eliza saya hubungi agak susah, mungkin masih sibuk, tapi dia menyarankan saya untuk segera cari pengacara untuk jaga-jaga. Sampai sekarang bukti kuat bahwa saya di jebak masih belum ketemu juga.” “Dia juga lagi berusaha untuk terus mengupas tuntas kasus ini, Res, jadi bersabarlah sedikit lagi...”

Naresh hanya bisa diam termenung, semuanya menjadi rumit karena ulah bejat Papa tirinya.

“Nanti... saya bicara juga sama Eliza via chat.”