Saung, 2026
Suasana keempat kawan itu langsung cair dengan canda tawa. Meskipun hati Bella ada sedikit yang mengganjal karena kehadiran Abi, dia berusaha untuk se-netral mungkin di hadapan kawan-kawannya.
“Abi! Beuh, maneh jadi halus kiyeu euy! Bajunya rapih, klimis mana wangi, mobilnya bagus juga! Maneh udah jadi bos apa gimana nih?!” — Satria
“Ya kerja we urang mah jadi staff kantoran biasa, belum jadi apa-apa.” — Abi
“Alah siah boy, perusahaan gede nih pasti! Mantep banget sumpah, urang pangling pas lihat maneh jalan kesini!” — Satria
“Hahaha biasa aja lah, Sat, maneh berlebihan.” — Abi
Disitu Bella cuman meminum minumannya malas.
“Bi,” gantian, giliran Citra yang tanya-tanya, “Maneh nggeus boga pacar?”
Abi berhenti menyeruput kopinya dan meletakkan cangkirnya perlahan, “Iya, punya.”
“Owalah... orang Jakarta?”
“Hm.”
“Pasti cakep ya.”
Abi cuman tersenyum pasi seraya menatap Bella yang sejak tadi menghindari kontak matanya.
“Bella, kalo kamu gimana nih? Kan kamu udah ngajar setahun kenapa gak nyoba daftar CPNS?” Citra mengalihkan topiknya ke Bella.
“Males aku, Cit, kalo udah jadi guru PNS tuh rada terikat daripada guru non-PNS biasa. Nanti kalo udah jadi PNS teh biasanya di pindah tugas kemana, sedangkan aku udah nyaman banget di sekolah tempat aku ngajar.”
“Iya sih, dan gaji kamu udah terjamin banget di tempat sekarang ya, Bel.”
“Iya, lebih sejahtera hahaha... tahu sendiri lah Indonesia mah kurang menyejahterakan tenaga pendidiknya sendiri, beda kalau sekolah swasta mah.”
Abi memangku dagunya dan menatap lemat-lemat tiap inci wajah Bella yang di poles make up dan rambutnya yang pendek sebahu. Bella sekarang terlihat dewasa dan anggun di matanya (meskipun wataknya belum berubah). Ia tak menyangka waktu akan berjalan secepat ini.
Ia jadi teringat momen perpisahannya dengan Bella dulu.
“Bel,” Abi memanggil nama wanita di hadapannya, “Abis ini ikut Abi sebentar ya.”
Bella cuman menoleh dan membeku, “Mau... ngapain?”
“Gapapa, ikut aja ntar. Lama udah gak bareng-bareng kita.”
Satria dan Citra ketawa cekikikan sambil terus menyahut usil kedua insan tadi.
Ckckck Abi, Abi... kalau gitu lihat aja ya gue tes lo ntar... Bella menyeringai dan mengangguk setuju atas ajakan Abi.
Keduanya sekarang terjebak dalam suasana canggung di dalam mobil bersama suara deruan angin air conditioner yang menyapu wajah keduanya. Bella memanggut bibir bawahnya, jantungnya sejak tadi tak bisa berhenti berdegup kencang.
“Maneh kenapa tiba-tiba mau ngajak urang jalan-jalan?” tanya Bella dengan nada sinis.
“Gapapa, mumpung di Cimahi jadi pengen jalan-jalan aja nostalgia sama kamu,” jawab Abi santai sambil fokus membawa mobilnya itu.
“Ck, gak kasihan sama pacar kamu?”
Abi menoleh ke Bella kaget, “Ha-hah?”
Bella langsung tertawa renyah melihat reaksi Abi barusan.
“Heh, anak dongo, lo bohong ya bilang punya pacar padahal enggak kan?” ujuk Bella dengan nada introgasi.
“A-Apaan sih?!”
“Ngaku lo anak dakjal, lo gak punya pacar kan?!”
“Pu-punya!”
“Bohong!”
“Alah siah, Bel, maneh ngejek urang?! Udah semapan ini masa gak ada gandengan?!”
Bella tertawa remeh dan cepat-cepat dia mengambil ponselnya. Jarinya lihai mencari satu kontak yang bisa menjadi sumber informan terpercaya untuk memastikan kebenaran status Abi.
“Maneh mau ngapain?!” pekik Abi.
“Mau memastikan ucapan dustamu, wahai anak muda.”
“Astaga ama siapa sih?! Gue udah lama gak kontakan sama anak-anak tongkrongan—”
“Halo, Nathan?!”
Mata Abi memencak lebar-lebar bahkan kakinya refleks menginjak pedal rem hingga tubuh keduanya terdorong ke depan.
“Nathan lagi sibuk? Bella mau nanya sesuatu nih, boleh gak?!”
”...”
“Kamu kan masih kontakan sama Abi, Bella mau tanya. Si Abi teh punya pacar gak sih?!”
Tubuh Abi terkesiap dan dia cepat meraih ponsel Bella tapi sayangnya gak sampai. Bahkan wajah tampan Abi di dorong kuat-kuat oleh tangan mungil Bella yang bertenaga besar.
“HAH?! ABI GAK PUNYA PACAR?! JADI DIA TEH NGEBOHONG SOAL PACAR??!!” “Tau gak sih, Nat, dia udah bikin Bella patah hati gini ternyata masih tega ngebohong bilang dia punya pacar... jahat banget gak sih?! Parah kan, Nat?!” “Nanti kalau udah pulang, kita harus ketemuan ya, Nathan! Makasih infonya!”
TUT! Bella mematikan ponselnya dan tersenyum penuh kemenangan di hadapan Abi yang wajahnya cengo tertangkap basah.
“Jadi maneh teh ngebohong ke urang? Hm?” desis Bella.
“Bukan gitu, sejak kapan kamu deket sama Nathan—”
“Kenapa? Nathan temennya Bella juga, dan satu-satunya orang yang bisa kasih kabar soal Abi itu cuman Nathan. Katanya kalian ketemuan di Jakarta.” “Dan aku juga udah tahu soal penyakitnya Nathan, dia cerita semuanya sama aku.” “Aku juga tahu alasan kenapa Nathan tolak aku dulu dan perasaan dia yang sebenarnya.”
Abi cuman bergeming panjang sambil menghela nafasnya kasar.
“Abidzar, kita ini udah terikat. Kemanapun kamu pergi, pada akhirnya kamu kembali sama aku.”
“Bel, kenapa kamu masih kayak gini sih sama aku? Aku udah capek-capek mau move on dari kamu—”
“Karena Bella suka sama Abi! Bella gak rela kamu cepet move on!”
Abi membelelakkan kedua matanya kaget. Melihat netra cantik Bella yang mulai bergetar dan menatapnya dalam-dalam itu membuat jantungnya yang sudah lama tak berdetak, akhirnya jadi berdetak kencang dengan tempo tak menentu.
“A-Apa?”
“Bella suka sama Abi! Bella sukaaaa banget sama Abi dan aku udah nungguin kamu selama 5 tahun, Bi! Kamu pikir gak capek apa?!” “Tapi setiap Bella merasa capek dan mau nyerah... tetap hati Bella maunya sama kamu, Bi.”
Bibir Abi diam seribu bahasa dan lidahnya kelu untuk menjawab semua ungkapan Bella yang mendadak.
Gue lupa satu hal tentang Isabella, di saat dia menginginkan sesuatu... dia pasti akan mengejarnya mati-matian sampai dapat dan sekarang, dia sedang mengejar gue... Gimana caranya biar aku gak selemah ini di depan kamu, Bel?

