My Heart

Jonathan dengan mobilnya sudah menunggu kehadiran gadis kasihnya sejarak 500 meter dari rumah Agus. Pria itu tak mau kehadirannya membuat heboh satu rumah disana.

Tak lama penantiannya, sosok gadis cantik yang di balut baju overall putihnya itu keluar dengan wajah lesu. Jonathan langsung tersenyum sumringah dan berlari kecil menghampiri Bella, “Kok kamu lemes banget? Kenapa?”

Bella menggeleng pelan, “Ah gapapa kok, kita langsung naik mobil aja, Kak.”

Jonathan menuntun jalannya Bella sampai ke dalam mobil dan mereka termenung sejenak. Keduanya sama-sama sedang menyiapkan kata-kata untuk memulai percakapan, terlebih ada hal penting yang ingin mereka sampaikan.

“Uhm, Bel.”

“Kak.”

Keduanya menyahut bersamaan.

“Eh, kakak duluan aja.”

“Enggak, Bel, kamu duluan aja.”

Bella terhenyak, “Aku... duluan...?”

“Iya gapapa, kamu duluan.”

Gadis itu menunduk sambil menarik nafasnya dalam-dalam.

“Kak Jo...”

“Ya?”

“Ayo kita putus.”

Seketika dunia Jonathan berhenti berputar. Senyumannya itu cepat memudar meninggalkan jejak mulut yang menganga dan mata setengah melotot.

“A-Apa, Bel?”

“Ayo kita putus, Kak.”

“Tapi... kenapa? Kok... tiba-tiba?”

Tes... tes... Satu tetes air mata mulai lolos dari pelupuk mata Bella deras. Gadis itu menangis sesegukan, menahan perih yang luar biasa di dadanya setelah ada satu hal yang tumbuh di hatinya.

Penyesalan.

“Bel, kenapa? Kamu ada masalah apa? Kenapa harus putus?”

“Maafin Bella, kak... Bella yang salah, bukan Kak Jo... ini Bella yang bego... Bella gak mau kakak terus jadi pelampiasannya Bella...”

“Pelampiasan gimana maksud kamu?”

“Kak... selama ini bukan Kak Jo yang ada di hati Bella...” “...tapi Abi yang ada disini...”

Bella tak berhenti memukul-mukul dadanya yang sesak itu sambil terus menangis. Bibirnya terus meraung-raung menangisi penyesalan. Jonathan yang ada di sampingnya hanya bisa diam membisu seribu bahasa, ia tak bisa marah ataupun sedih, hanya perasaan kecewa saja kepada takdir.

“Bella minta maaf, Kak Jo... pada akhirnya... Bella nyakitin Abi dan Kak Jo secara bersamaan... emang Bella yang salah...”

“Enggak, Bel, kamu gak salah—”

“Kak Jo boleh marah sama Bella... Bella emang pantes kok... Bella udah jahat sama Kak Jo...”

Jonathan menghela nafasnya panjang, tangan kekarnya mengusap pipi Bella yang basah karena deraian air mata gadis kasihnya yang terus mengalir.

“Kakak gak bisa marah sama kamu, Bel... tapi... ini memang sudah takdir...”

Dengan berbesar hati, Jonathan menarik tubuh mungil Bella dan memeluknya hangat. Pria berlesung pipi itu terus menepuk punggung Bella agar tangisannya mereda.

“Terima kasih, Bella, sudah mau menjadi bagian hidup Kakak meskipun pada akhirnya kamu menginginkan kita untuk berpisah.” “Meskipun berat... tapi aku harus ikhlas...”

Bella masih terus menangis di bahu bidangnya Jonathan.

“Oh ya sekalian aja deh aku bilang juga sama kamu, Bel...” “Aku... mau melanjutkan studi S2 aku ke Amerika atas rekomendasi atasan aku karena penelitianku kemarin sukses, mungkin memang ini waktu yang tepat untuk kita berpisah karena gak mungkin aku minta kamu untuk terus nungguin aku pulang dari sana...” “Aku akan susah bagi waktu nanti sama kamu, jadi kamu gak perlu merasa bersalah karena ini...” “Kita sama-sama menjalani semuanya dengan ringan ya? Aku paham kok kalau memang kamu sukanya sama Abi, karena kalian udah sama-sama dari dulu sedangkan aku cuman orang baru yang ada di kehidupan kalian.”

Jonathan memutuskan untuk segera menancap gas mobilnya menuju rumah Bella. Ia membiarkan gadis disampingnya itu menangis, padahal Jonathan sendiri juga ingin menangis teriak-teriak sebenarnya tapi dia tahan karena adanya kehadiran Bella disini.

Mobil sedan berwarna hitam itu berhenti sempurna di hadapan rumah berpagar putih milik keluarga Bella.

“Bel,” panggil Jonathan begitu Bella keluar dari mobilnya dan hendak masuk ke dalam, “Sebenarnya aku udah tahu lama soal kamu sama Abi cuman... akunya aja yang egois mau miliki kamu sepenuhnya.” “Abi sebenarnya nitip ini sama aku, cuman dia bilang kasih ke kamu pas kamu udah selesai UTBK tapi sayangnya aku harus ke Amerika dari tanggal 29 untuk urus beberapa dokumen jadi nih, aku kasih sekarang aja.”

Bella menerima file biru itu ragu dan matanya memencak dengan judul yang tertulis besar-besar

Abi dan Bella

“Kalo gitu... selamat tinggal ya, Isabella...” Jonathan berpamitan dengan lekukan senyum pasinya, ia berusaha untuk terlihat biasa-biasa saja selama bertatap muka dengan gadis kasihnya itu...

namun selang 5 menit kemudian, pertahanan pemuda itu ambruk dan Jonathan akhirnya menangis meraung-raung memanggil nama Isabella.