Rumah Agus II
Suasana rumah Agus sudah ramai dengan sobat-sobat tongkrongan Mang Yudi.
“Abidzar, lama gak jumpa kita anjay!” sahut Satria ke Abi.
“Emang lama gak jumpa, orang pandemi mana bisa ketemu.”
“Yee kan kalo sama yang lain mah sempet ketemuan, ama maneh enggak...”
“Hahaha iya ya, lama juga gak ngumpul kayak gini.”
Semuanya sedang berada di suasana penuh sukacita. Mereka tengah menikmati masa mereka yang hendak melepas masa sekolahnya menuju kehidupan kampus, apalagi beberapa kawannya itu keesokannya hendak bertempur untuk serangkaian tes perguruan tinggi.
Disana ada Bella yang tak bisa melepas pandangannya dari sosok Abidzar yang saat ini sedang tertawa terbahak-bahak dengan kawan-kawannya.
Dulu kita pernah sedekat nadi tapi kenapa sekarang kita jadi sejauh matahari ya, Bi?
Abi yang menyadari tatapan Bella itu langsung menoleh ke sampingnya namun cepat-cepat Bella mengalihkan perhatiannya lalu meneguk es jeruknya cepat.
“Gus! Yeuh denger ya, di ITB cewek-cewek geulis teh meuni loba pisan, bro! Berbagai macam daerah ada, dari cewek Bandung, Jakarta, Padang, Manado, beuuhhh... pokoknya mah top markotop! Biar maneh gak kaku-kaku amat hidupnya kayak si Abi noh! Nikmatin hidup, Gus!” dengan segala filosofi sok tahunya, Satria terus berceloteh tanpa arah. Agus melirik ke arah gadis pujaan hatinya yang sedang tertawa riang, dia cuman menghempas senyum miringnya.
“Makasih sarannya tapi... udah ada satu cewek di hati gua, Sat,” ujar Agus.
Satria ketawa renyah, “Jiakh gaya lu, siape emang?”
Abi menimpal, “Lah lu gak tahu, Sat?”
“Kagak lah, mukanya lempeng gitu kayak jalan aspal.”
Abi menoleh ke belakang lagi sambil terkekeh, “Tah, panjang umur,” setelah percakapan antara laki-laki itu terpotong karena kehadiran Adisty, Satria dibuat melongo ketika Adisty menyuapkan satu suapan daging bakar ke mulut Agus dengan romantisnya.
“ALAH SIAH BOY, SI ADIS??!!” Satria memekik shock.
Abi cuman ketawa renyah, dan Agus dengan bangganya mengangguk mantap seraya mengangkat satu alisnya.
“Wah, Gus, sia nyesel beneran deh NYESELLLL SIAAHHH NYIA-NYIAIN CEWEK ITB!!”
BUKK!! Satu layangan tinju mendarat ke tengkuk Satria hingga pemuda itu ambruk kesakitan.
“Mumpung gak lagi virtual, gua gebuk lu Sat ampe metong,” desis Bella dengan kepalan tinjunya.
“PSIKOPAT LU BEL PSIKOPAT ANJINGGG!!! GUSTI YA RABB, 2 HARI LAGI AING TES GEBLEK ADUH TAKUT BEGO DADAKAN AINGG!!!”
“Biarin, sekalian belajar dua kali lipat maneh biar gak goblok-goblok amat!”
“Ya Allah... Kasian amat Bang Jo kudu ngejinakin macan betina kek Bella!! URANG TEU SUDI BOGA BINI JIGA MANEH, BEL!!” (Gue gak sudi punya bini kayak lo, Bel!!)
“URANG GE MBUNG BOGA LAKI JIGA SIA, ANJING!!” (Gue juga ogah punya laki kayak lo, anjing!!)
Akhirnya mereka semua tergelak tawa menikmati keributan Satria dan Bella.
Setelah sesi makan-makan sudah selesai, akhirnya kawanan itu melanjutkan sesinya dengan sesi karaoke di ruangan tengah rumah Agus. Satria yang notabenenya adalah vokalis band di sekolahnya tentu mengambil alih sesi ini dominan, di ikuti Agus yang pernah ikut paduan suara dulu. Semuanya menikmati waktu mereka, saling bertukar canda dan tawa sambil bersahutan lagu-lagu dari yang nyentrik sampai mellow.
Sampai akhirnya giliran Citra yang bernyanyi.
“Ini lagu andalan gue, Maudy Ayunda judulnya... Cinta Datang Terlambat,” kata Citra dengan mikrofonnya.
“Ciaelah galau nih lagunya, ayo kita simak saudara-saudara!” sahut Satria.
Alunan musik pembuka mulai mengalun, Citra berheming mengiringi musik sebelum sampai ke lirik awalnya...
Tak 'ku mengerti mengapa begini Waktu dulu 'ku tak pernah merindu Tapi saat semuanya berubah Kau jauh dariku Pergi tinggalkanku
Seketika suasana ruangan berubah jadi milik Abidzar dan Isabella...
Mereka terhenyak dengan isi lagunya, membiarkan udara hanya berhembus untuk kehadiran keduanya, mendalami semua memori kebersamaannya yang telah terlewati sebelum pada akhirnya mereka saling berpaling dan menjauh demi dunianya masing-masing.
Mungkin memang kucinta Mungkin memang kusesali Pernah tak hiraukan rasamu dulu Aku hanya ingkari kata hatiku saja Tapi mengapa cinta datang terlambat
Abi dan Bella akhirnya saling bertukar tatapan. Lautan netranya yang sendu itu saling melekat dalam hatinya masing-masing, desiran jantung yang tak menentu itu seketika berubah menjadi rasa sesak yang mencekik keduanya.
Apakah lagu ini mewakili perasaan keduanya?
Apakah benar kalau cinta datang terlambat di antara mereka?
Yang jelas...
Ada rasa rindu yang tak pernah mereka rasakan sebelumnya.
“Alah siah boy, gara-gara lagu lu suasana jadi galau, Cit!” ciciran Satria sukses membuyarkan lamunan keduanya.
“Ih kok jadi salah gue sih?! Tadi Agus nyanyi lagu galau kok lo gak omelin?!”
“Ini lagunya bikin galau satu ruangan! Tadi mah biasa aja!”
“Berarti suara gue bagus dong penuh pengkhayatan!”
“Kagak sih, kek suara ayam kecekik.”
“SATRIA IH!!”
Agus dan Adisty berdiri dari tempatnya, “Eh, kita mau beli minuman dulu nih. Mau nitip apaan pada?”
“Gua sprite dong, Gus!”
“Beliin aja langsung satu liter, Gus, sama yakult ya! Kita bikin soju halal!”
“Astagfirullah hal adzim, Citra, sia teh rek mabok-mabokan versi halal ya?! Ngaku kamu anak setan!”
“Bawel! Ntar lu pada juga doyan kok!”
Agus menoleh ke arah Abi dan Bella, “Lu pada nitip apa?”
Mereka berdua menggeleng lesu, lalu Agus dan Adisty akhirnya pergi keluar untuk membeli minumannya.
“Eh gue mau nelpon nyokap dulu ya, mau bilang balik malem hari ini!” Citra mengambil ponselnya lalu keluar dari ruangan itu, di susul Satria yang berpamitan hendak ke toilet sampai akhirnya di ruangan itu hanya menyisakan Abi dan Isabella.
Keduanya terdiam dengan canggung. Tak berani saling menatap lagi seperti tadi, hanya membiarkan kesunyian yang mendominasi ruangan itu.
Bella merogoh tasnya, meletakkan satu kotak kecil yang ia siapkan untuk Abi.
“Hadiah ulang tahun buat besok,” tutur Bella dengan nada membisik, “Kemarin tahun baru lo kasih gue boneka EXO kan? gue beliin tuh barang yang lo mau dulu.”
Abi mengerut alisnya heran, lalu ia membuka kotak itu dan matanya memencak lebar begitu melihat isi dari kotak coklat itu, “Ini kan... earphone bluetooth yang mahal itu, Bel?”
“Gak mahal kok.”
“Mahal, Bel, harganya 300 ribu ini...”
“Bella nabung, jadi gak mahal. Gak usah khawatir.”
Ada perasaan haru dan sesak yang melebur jadi satu. Abi menutup lagi kotak itu dan menyandarkan punggungnya. Ia mulai memberanikan diri untuk menatap gadis kasihnya.
“Bel.”
“Apa?”
“Bella masih suka sama Bang Jo?”
Bella tersontak, “Kenapa tanya gitu sama Bella?” ujarnya dengan mata terbelelak.
“Masih suka?”
Bella masih diam mematung.
“Jawab, Bel, masih suka apa enggak?”
“Kenapa Abi nanya gitu?”
“Karena Abi gak rela.”
Bella terkesiap, “Ha-hah?”
“Abi gak rela kalau Bella masih suka sama Bang Jo. Abi gak rela kalau Bella di rebut Bang Jo.” “Kalau Bella masih mau pacaran sama Bang Jo... berarti Abi yang akan pergi jauh-jauh dari kehidupan Bella.”
Bella mengernyit dahinya, “Kok gitu sih?! Kenapa Abi tega ninggalin Bella cuman karena Kak Jo?! Apa salah Kak Jo?!”
“Karena Abi suka sama Bella!!”
Bella mengatup bibirnya rapat-rapat.
“Abi... suka sama Bella, dari dulu, sejak lama bahkan rasanya tuh Tuhan udah nitipin perasaan ini sejak Abi lahir buat Bella!” “Bel, kamu pikir aku rela ikutin semua apa yang kamu mau itu karena semata-mata kita sahabatan dari kecil? Enggak, Bel, aku emang suka sama kamu! Bahkan demi kebahagiaan kamu, aku rela korbanin perasaan aku ketika kamu suka sama si Nathan, cowok Jakarta sampai saat ini sama Bang Jo, tapi... ternyata Abi gak kuat lagi, Bel.” “Mau sampai kapan Abi berkorban hanya untuk jadi bayang-bayang kamu, Bel? Mau sampai kapan Abi sakit lagi, Bel?”
Abi berdiri dari tempatnya, lalu menoleh ke belakang menatap nanar gadis berambut panjang itu yang masih menganga.
“Abi tahu, hati Bella gak akan pernah ada untuk Abi. Jadi mulai sekarang, kita benar-benar berpisah, Bel.”
Begitu Abi membuka pintu ruangan tengahnya, GREP!! Bella memeluk erat tubuh besar Abi dari belakang dengan sesegukkan.
“Abi... Bella mohon jangan pergi dari sini... Abi tuh sahabat Bella satu-satunya yang paling berharga... Abi satu-satunya orang yang paling ngerti Bella...” “Bukannya kita janji untuk sahabatan selamanya, Bi...?”
Abi menghempas tawa remehnya di kala hatinya hancur. Tangan kekarnya melepas perlahan pelukan Bella yang melingkar di perutnya.
“Sahabat? Bullshit. Gak ada persahabatan antara cowok sama cewek, Bel.” “Pada akhirnya, memang cuman ada yang bertahan atau pergi, dan Bella sendiri yang memilih pergi bersama Bang Jo, sekarang, giliran Abi yang memilih pergi untuk kehidupan Abi.” “Selamat tinggal, Isabella.”
Abi menghempas kedua tangan Bella dan cepat mengambil jaket dengan kunci motornya untuk bergegas pergi, meninggalkan Bella yang terjatuh lemas setelah mendapat salam perpisahan dari sosok Abidzar yang selama ini berjanji... untuk selalu ada di sisinya.
Kini dia benar-benar memilih untuk pergi dari sisinya meninggalkan luka dalam hati Bella...
Yang kedua kalinya.
Bella hanya bisa menangis meraung-raung, sampai akhirnya Satria dan Citra datang memapahnya.