Rumah Agus I

Agus menyiapkan beberapa hidangan makanan yang sudah di siapkan Ibundanya, jarum jam sudah menunjuk ke angka setengah 7 dan kawan-kawannya yang ia undang akan datang jam 7 sesuai janjinya.

TING TONG!

Laki-laki itu tersontak begitu bel rumahnya berdentang.

“Lah siapa yang dateng kerajinan gini?” Agus mendecak heran.

“Abi kali, A, Sok atuh bukain,” pinta Ibundanya, lalu Agus berjalan ke ruangan depannya untuk membuka pintu dan matanya langsung terbelelak dengan sosok yang ada di depan pintunya saat ini.

“Adis?!”

“Hehehe, gue bikin kue tart lho! Nih, hitung-hitung hadiah selamat dari gue!”

Agus mengambil kuenya ragu, gadis berambut sepunggung itu langsung masuk menyahut salam dan mencium punggung tangan Ibunda Agus dengan ramah.

“Sebentar ya geulis, ini Tante masih tata piring dulu sebentar, kamu duduk dulu aja di ruang tamu sama Agus gih.”

“Kalo gitu, Adis ikut bantu ya!”

“Eh gak usah repot-repot sayang, gih makan kue aja sama Agus.”

“Gapapa, Tante, kalo duduk berdua ama Agus mah sunyi! Gak bisa di ajak ngobrol seru!”

Agus mendecih dari belakang.

“Yaudah atuh boleh, nuhun nya geulis...”

Adisty segera mengambil beberapa susunan piring dan ikut menatanya sesuai dengan piring sebelumnya yang sudah di tata, Agus menghela nafas singkat sambil terus memandang gadis itu.

Tak ada yang tahu, di balik wajah datarnya Agus itu ada perasaan cinta yang ia sembunyikan untuk Adisty. Agus mengaku dia tak pandai mengukir perasaan dengan kata-kata seperti Abi kepada Bella, dia tak mampu mengakui cintanya itu dengan bibirnya, hanya saja hati yang tak bisa diam. Agus hanya bisa mengutarakan perasaannya melalui tindakan-tindakan kecil yang tak pernah ia lakukan dengan teman-teman lainnya.

Sedangkan Adisty, dia adalah gadis yang sangat supel dan mau berteman dengan siapa saja. Gadis cantik nan jangkung itu tak pernah memiliki batas komunikasi dalam pergaulan, laki-laki maupun perempuan semua perlakuannya sama, sehingga Agus sendiri suka ragu bahkan kegeeran dengan sikap manis Adisty.

“Dor!”

Tubuh Agus terperanjat begitu Adis mengejutkannya dari belakang.

“Cie kaget...” goda Adis.

“Naon sih ah,” Agus mendengus kesal.

“Ayo atuh ih di buka kuenya, gue bikinnya sepenuh hati tahu gak?! Pake cinta!”

Ini yang di maksud Agus soal sikap manisnya Adis yang suka bikin dia kegeeran.

“Segala pake cinta, lebay lu ah!”

“Buruan buka! Sini gue potongin!”

Dengan tidak sabaran Adisty langsung merebut kotak kuenya dan membukanya kasar, lalu mengambil pisau plastik di sisi kuenya,

Tep

Agus menahan tangan Adis.

“Gue aja yang potongin,” ucapnya, lalu mengambil pisau plastik di tangan Adisty dan memotong kuenya dengan hati-hati. Gadis itu seketika kikuk karena sentuhan tangan Agus barusan, jantungnya ikut berdesir ketika netranya menangkap tiap inci fitur wajah Agus yang bisa di kategorikan sebagai lelaki tampan. Tubuh Agus memang mungil, tapi bahu bidangnya itu dengan tangan kekarnya tak bisa di pungkiri bahwa Agus adalah lelaki sejati.

“Nih,” Agus menyodor dua potong kue di atas piring kecilnya ke Adis.

Adisty mengangguk, “Makasih.”

Mereka saling melahap kuenya dengan canggung.

“Hmm, Agus.”

“Apa?”

“Tanggal 1 Mei bisa temenin gue UTBK gak ke Unpad?”

Agus mengangguk enteng, “Bisa aja, lu gak ada temen barengan ya?”

“Iya, hehehe...”

“Yaudah ntar gue aja yang nemenin.”

“Sekalian yuk kita ke Dago! Disana banyak banget deh tempat-tempat bagus!”

Agus menghentikan sendoknya, “Lah kalo liburan gitu mending ajak anak-anak gak sih?”

Senyuman Adis memudar seketika. Wajahnya berubah muram bahkan pertanyaan Agus barusan tak ia gubris.

“Dis? Kok cemberut?”

Adis menghentakkan sendoknya, “Gue tuh ngajak lo! Bukan anak-anak, ngerti gak sih?!” “Gak peka banget jadi cowok, heran.”

Agus mengernyitkan dahinya heran, “Apaan sih kok jadi ngambek? Yaudah kalo lo mau ngajak gue juga gapapa, gue kan cuman mau usul aja.”

“Gak usah ah! Gak jadi!”

“Gak jadi gimana??”

“Gak jadi ke Dago! Selesai gue UTBK, langsung pulang!”

“Kok gitu?? Gak konsisten lu ngajak orang!”

Adisty semakin memanyunkan bibirnya, “Gue tuh ngajak lo pergi karena mau ngomong sesuatu tahu!”

Agus memencak matanya, “Ngomong sesuatu? Ngomong apaan?”

“Ya ada lah, tapi gak jadi. Keburu gak mood,” Adisty berdiri dari tempatnya tapi lengannya itu dengan cepat Agus tahan.

“Gua gak suka kalo udah di buat kepo kayak gini, lu mau ngomong apa?” mata Agus menatap tajam netra cantik Adisty. Gadis itu seketika gemetar ketakutan, memang Agus kalau sudah mode seperti ini sangat menyeramkan, “Ngomong sekarang, gak usah setengah-setengah.”

Adisty duduk lagi di samping Agus, menatap jengkel laki-laki di sampingnya lama...

“Gue suka sama lo, bego.”

Jantung Agus seketika berhenti berdetak. Matanya membulat sempurna dan tangannya yang menggenggam erat lengan Adis melemah.

“A-Apa?”

“Gue suka sama lo.”

Agus menggeleng, “Gak mungkin.”

“Serius, gue suka sama lo, Gus.” “Awalnya gue gak percaya kalo gue bisa suka sama lo tapi sekarang gue gak mau ngehindar lagi, karena emang gue suka sama lo.”

Gantian, kini tangan mungil Adisty menggenggam erat tangan Agus yang membeku. Bibir pemuda itu seketika kelu, ia tak mampu menjawab bahkan mengucapkan satu patah kata sekalipun di hadapan Adisty.

“Gus, Kalo lo... gimana?”

“Gu-gue...”

“Alah siah boy....”

Suara bariton dari belakang sontak membuat keduanya kaget bahkan berdiri dari tempatnya.

“ABIDZAR?!” pekik Adisty.

“Ah maneh mah...!!” Agus tak kalah kesal.

Abi ketawa cengengesan, “Punten yeuh kalo ganggu, urang tungguan di luar yah! Sok atuh lanjutin lagi, sekalian request biar romantis dikit gitu ada muach nya...”

“KAMPRET KELUAR LO!”

Abi ketawa terbahak-bahak sambil keluar dari rumahnya Agus.

Agus mengusap wajahnya kasar bahkan kini netranya sudah tak mampu menatap lagi wajah Adisty.

“Agus! Lo gimana?! Masa cinta gue bertepuk sebelah tangan sih?!”

Tanpa basa-basi, Agus langsung menarik tangan Adisty hingga laki-laki itu bisa menjangkau telinganya Adisty...

“Gue juga suka sama lo, tapi banyak hal yang mau gue sampein. Kita ngomong nanti aja lewat chat.”

Tangan Agus memeluk sebentar punggung Adisty lalu beranjak dari tempatnya untuk menyusul Abi yang sudah menunggunya di depan rumah.

Ish si Agus mah... kalo ngomong setengah-setengah!