Congratulations!

“Ba-Bang Haidar!!”

Naresh mengatur tempo nafasnya setelah berlari sepanjang koridor, pria itu tak sendiri melainkan ada rekan-rekan ners Aisyah dulu yang turut ingin menyaksikan kelahiran buah hati pertama pasangan Naresh-Aisyah.

“Lah kok rombongan gini?! Aisyah udah di dalam, Res!” decak Haidar.

“Hehehe, maaf, Pak, kita teman-temannya Aisyah nih mau lihat juga calon keponakan kita...” ujar Juned.

Haidar menarik bahu Naresh dan meminta Naresh untuk masuk ke ruangan bersalin. Disana sudah ada sosok istrinya yang sudah terbaring lemas di atas ranjang.

“A-Aisyah! Aisyah, ini Mas Nana...” Naresh cepat menggenggam tangan sang istri erat-erat. Aisyah tak mampu lagi mengucap kata-kata, bibirnya kelu karena tenaganya tak mampu ia arahkan untuk bicara.

“Malam, Dokter Naresh... Wah sekarang harus ikut temenin Bundanya bertempur sebagai Ayah ya... yuk di pegang ya tangan Bundanya, kasih kekuatan untuk Bundanya biar bisa melahirkan dedeknya sehat wal afiat...”

Naresh mengusap kening istrinya yang sudah banjir dengan peluh keringatnya, hatinya gusar dengan titik-titik awal perjuangan Aisyah. Nafas Aisyah tercekat dan ia mengeluarkan segenap kekuatannya untuk memberi tekanan perutnya.

“Ayo, bunda... pelan-pelan tarik nafasnya... lalu hembuskan...”

“Ughh!! Sakiitt!!! HUWAAAA!!!”

“Sedikit lagi ya, Bunda...”

“Gak kuaatt!! Huwaa!! Sakitt!!”

Aisyah menarik kemeja Naresh kencang-kencang hingga pria itu kesakitan, ia pasrah jika keluar nanti baju dan rambutnya itu akan berantakan karena jadi pelampiasan istrinya.

“Aisyah kamu pasti bisa, istighfar sayang... istighfar ya...”

“Astaghfirullah... HAL A—DZIM!!!!!! AAKKK!!! SAKITTT!!”

Tangan Aisyah berpindah ke rambut Naresh, “Adudududuhh!! Sayang, rambut aku jangan di jambak!!”

“Huwaaa!! Sakittt...!!”

Dari luar sana Haidar bisa melihat jelas bagaimana adiknya itu berjuang mempertaruhkan hidup dan matinya untuk sang buah hati yang akan menjadi bagian keluarganya, ia jadi teringat dengan perjuangan Anela dulu ketika melahirkan buah hati kembarnya.

“Maryam, dulu... waktu kamu melahirkan sesakit itu?”

“BEUH MAS, SAKITNYA TUH KAYAK DI RUJAM RATUSAN BOM TAU GAK??!!”

Haidar meneguk salivanya bulat-bulat, “Te-Terus... kalau saya ada di samping kamu waktu itu... kamu bakal ngejambak rambut saya kayak gitu?”

“Bisa jadi, soalnya sakit banget, Mas! Bayangin aja, aku mah langsung dua lahirnya!”

Haduh Aisyah... perjuangan kamu ini sungguh berat ya, Naresh... kamu juga semangat ya, maaf kalau kamu harus extra sabar karena adik saya...

Aisyah menggenggam erat lagi tangan suaminya itu sampai ke titik ia melepas tekanannya...

Hingga akhirnya berjam-jam telah berlalu...

Oeeeekkk.... oeeeekkk!!

“Wah... Alhamdulillah, bayinya sehat nih Bunda... jenis kelaminnya laki-laki...” “Selamat ya, Ayah, Bunda...”

Aisyah tak sanggup berkata-kata bahkan tenaganya saat ini sudah terkuras habis. Sang dokter menunjukkan wajah mungil sang buah hati yang kini menangis kencang.

Seketika rasa sakit dan lelahnya melebur menjadi kebahagiaan yang tak terkira... kini Aisyah sudah resmi menjadi seorang Ibu...

Aisyah benar-benar bahagia...

“Ayah... mau adzanin anaknya?“ pinta sang dokter kepada Naresh, sang Ayah juga tak berhenti menangis bahagia.

“I-Iya dok... boleh... Allahu Akbar, Allahu Akbar...”

Lantunan adzan dari Naresh menenangkan Aisyah hingga wanita itu memejam matanya. Hatinya sekarang benar-benar terasa damai.

Akhirnya Aisyah memejam matanya terlelap bersama hati yang berbunga-bunga.


“Ayah, maaf, untuk nama bayinya mau dikasih nama apa?”

Naresh memencak matanya, ia teringat diskusinya dengan sang istri soal nama namun mereka lupa untuk mendeskripsikan nama lengkapnya.

Aku mau nama anakku Ali ya, Mas, pokoknya nama panggilannya Ali, titik!

Naresh mengerut alis dengan kedua jarinya, “Sebentar ya, Mbak, saya coba cari-cari lagi...”

Allahu Akbar, Allahu Akbar...

Adzan shubuh sudah berkumandang, seketika pria itu langsung teringat akan ide bagus untuk nama selanjutnya dari sang buah hati.

“Ali... Akbar, Ali Akbar Muhammad Ishaaq,” Naresh langsung mengusul ide namanya ke sang suster.

“Ali Akbar... Muhammad Ishaaq... 'A' nya satu atau dua, Pak?”

“Dua, sus.”

“Baik kalau gitu, selamat ya, Pak! Untuk saat ini Bundanya di istirahatkan dulu sampai pulih nanti kalau kondisinya stabil, baru kita pindahkan ke ruangannya.” “Saya permisi ya.”

Setelah perawat pergi dari hadapan Naresh, rombongan rekan medis yang mengintip sosok pria itu dari kejauhan berbondong-bondong datang dan ikut memerhatikan buah hati Naresh dari balik kaca.

“Halo, Ali... Ih namanya keren ya, Ali...” kata Lia terkagum-kagum.

“Huwaaaa! Anaknya lucu banget ya, Masha Allah...!!” decak Mbak Shinta.

“Widih, gerak-gerak mulu ih petakilan banget kek emaknya!” imbuh Brian

“Hahahaha, kayaknya bakal hiperaktif banget nih anaknya,” lanjut Juned

“Mungil banget ya, hihihi, anaknya cowok ya, Dok?!” timpal Juwita.

“I-Iya, cowok...”

“Wah jagoan kecil nih!”

Naresh ikut terhenyak dengan keramaian para rekan ners kawan istrinya. Di belakang sana ada Dokter Yudhis dengan Dokter Arif, mereka tersenyum jumawa sambil mengacung satu jempolnya mantap ke atas.

“Selamat bro!”

“Thank you, brads!”

Tak lama kehadiran Haidar, Anela beserta si kembar juga turut meramaikan. Ibra dan Mina langsung lari ke kaca tempat para bayi berkumpul dan matanya tertuju kepada satu bayi yang terbungkus selimut biru hangat.

“Woah, namanya Ali! Halo dedek Ali! Yah... berarti cowok ya? Om Naresh, bikin satu lagi dong yang cewek! Mina kesepian nih!” ucap gadis mungil berambut kuncir dua itu.

Semua kaget dengan ungkapan Mina dan menertawakan ucapan polos gadis itu.

“Seenaknya kalo ngomong kamu, Mina.” — Haidar.

“Ih emang kenapa sih, Abi?! Abisnya Mina kesel di kelilingin teman cowok mulu, Mina kan mau sekali-kali dapet teman cewek!” — Mina

Naresh mendekati telinga Mina, “Kalau kamu mau, mending mintanya sama Abi aja langsung...”

Mina menoleh ke arah Abinya, “Abi! Mina mau punya adek cewek!”

Lagi-lagi sontak satu ruangan dibuat tertawa terbahak-bahak karena tingkah anak kecil itu.

Naresh masih tersenyum henyak menyambut kelahiran malaikat kecilnya, dimana kini sudah sepenuhnya pria itu memikul tanggungjawab besar sebagai kepala keluarga.


Ali Akbar Muhammad Ishaaq

Nama itu sudah di tulis rapih dalam papan keranjang, bersama bayi mungil yang terlelap begitu dalam setelah lama menangis.

Aisyah perlahan membuka matanya, mendapati dirinya sudah tidur di ruangan VIP, ia menoleh ke samping melihat malaikat kecilnya terlelap nyenyak.

“Wah... kamu juga tidur nyenyak yah...“ ucap Aisyah sambil tersenyum henyak.

Netra Aisyah langsung menangkap sosok suaminya yang juga masih tertidur nyenyak di atas sofa. Hatinya terenyuh, Mas Nana pasti capek banget nungguin aku...

“Eh, Aisyah, kamu udah bangun?”

Suara tenor Haidar mengejutkan Aisyah dan Naresh yang tersentak bangun, cepat pria itu mengusap pipi basahnya karena air liur yang mengalir.

“Aisyah... kamu udah enakan?”

“Udah kok, Mas...”

“Syukurlah, kamu gak sadarkan diri seharian penuh lho.”

Mata Aisyah terbelalak, “Ha-hah?! Seharian?!”

“Iya, aku sampe takut kamu kenapa-kenapa tapi kata dokter gapapa, energi kamu emang habis terkuras” Naresh mengelus anak rambut istrinya itu dengan lembut, “Terima kasih ya, sayang, sudah mau berjuang untuk anak-anak ini...”

Aisyah menitikkan air mata harunya, ia masih tak menyangka bahwa dirinya saat ini sudah resmi menjadi seorang Ibu.

“AISYAH SAYANG!!!”

Kehadiran dua pasang paruh baya itu mengejutkan ketiga insan yang ada di kamar. Tentu saja, Papa dan Mama Anela dengan hebohnya tergopoh-gopoh membawa dua kantung besar di tangannya yang entah isinya ada apa saja.

“Ya ampun, kamu sudah melahirkan nak?! Papa sama Mama baru pulang dari Singapore kaget banget dengar kamu melahirkan!!” “Mana cucu Mama?!”

Kedua netra orang tua Anela langsung menangkap bayi mungil yang masih tertidur di dalam keranjangnya.

“Aw... manisnya... mirip banget ya sama Mamanya...”

Aisyah hanya terkekeh melihat reaksi orang sekitar dengan berita kelahiran putra pertamanya itu. Naresh tersenyum teduh dan merangkul erat bahu istrinya yang sedang lemah, “Aisyah...”

“Ya, Mas?”

“Terima kasih sudah mau menjadi bagian dari hidup aku dan membangun sejarah baru sama-sama...”

Aisyah mengangguk pelan, “Iya, Mas Nana... terima kasih juga sudah hadir di kehidupanku... dan mau menjadi bagian dari hidupku...” “Sama-sama kita bangun keluarga yang sakinah mawadah warahmah ya, Mas...”

Pria berparas putih susu itu mengecup kening Aisyah lembut dan mengelus kembali pelik istrinya dengan hangat.

Naresh dan Aisyah kini sudah berikrar sama-sama untuk mengukir cerita mereka, bersama kehadiran buah hati pertamanya, dan juga kehidupan selanjutnya... mereka janji akan selalu ada satu sama lain.

Terima kasih, kehadiranmu adalah anugrah terindah dari Allah...

🕊️ THANK YOU 🕊️ — June 24th, 2021 ; LAGNIAPPE 2 —