Wish You Were Mine
Ibra dan Mina sudah berdiri di depan restoran dengan pakaian terbaiknya. Mina menggunakan dress hitam dipadukan blazer putih elegan, dengan Ibra yang mengenakan sweater hitam dilapisi jas coklat tebal. Dua insan bersaudara ini tak berhenti mendecak kagum dengan restoran yang di hadiri keduanya.
“Boleh juga nih bos lu, kak,” cicir Ibra dengan senyuman remehnya, di balas Mina dengan senggolan siku kesal. Keduanya masuk dan mengikuti arahan pelayan yang menyambut kedatangannya.
“Selamat malam, Tuan dan Nona, apa sebelumnya sudah melakukan reservasi?” tanya sang pelayan dengan bahasa Hungaria.
“Ah saya datang untuk memenuhi undangan, atas nama Aaron?” balas Mina.
“Oh iya, kalau begitu mari ke arah sini.”
Ibra kembali mendecak kagum, “Tiga bulan disini lancar juga ngomongnya, udah kayak penduduk asli.”
“Apa sih Ibra lebay banget!”
Ibra lagi-lagi menyungging senyum usilnya, “Ini mah pertanda, kak, jodoh lu orang sini.”
BUK!! Mina memukul lengan Ibra keras-keras.
“AW! Gak usah mukul ish, masih aja lu bar-barnya...”
“Lo ngeselin tahu gak?!”
Mina berhenti bicara begitu sosok pemuda berjas abu-abu rapih bersama kemeja putihnya yang begitu menawan. Jujur saja, jantung Mina tak bisa berhenti berdegup kencang, dan Ibra juga ikut diam mematung.
Aaron dengan kesungguhan hatinya, berdiri menyambut kehadiran orang yang akan merubah hidupnya. Atau mungkin, sebagaimana restu Sang Maha Pencipta terhadap takdir?
“Silahkan duduk,” Aaron mempersilahkan Mina duduk terlebih dahulu, begitu satu kursi lagi hendak Aaron geser dari bawah meja untuk Ibra, “E-Eh sorry, kayaknya saya mau hirup udara segar. Jadi saya tunggu di luar aja ya?”
Mina melotot, “Hah? Kamu nunggu di luar dimana?!”
“Ituuu disitu! gak jauh dari sini, gue lihatin dari sana aja!” Ibra bergegas ke luar yang menampilkan pemandangan malam dengan hujan salju yang mengguyur kota Budapest. Mina sekarang duduk dengan perasaan gugup yang luar biasa, suasana malam ini cukup berbeda dari biasanya.
Keduanya terdiam canggung.
Di balik sikap cool Aaron saat ini, kaki kanannya gak berhenti menghentak cemas karena takut akan ada sesuatu yang mengacaukan momen pentingnya malam ini. Terlebih, Mina tampil sangat anggun malam ini.
“Kamu... mau pesen makanan?” tawar Aaron, di balas anggukan kikuk Mina dan tangannya meraih menu yang diberikan pemuda di hadapannya.
“Kakak mau makan apa?” tanya Mina memastikan.
Aaron terkekeh, dia tahu Mina sedang kebingungan, “Kalau gitu aku pesenin menu spesial aja ya buat kita berdua?” ucapnya dengan lembut.
Kita berdua katanya.... Mina mengatup bibirnya rapat-rapat, menahan rasa malu yang mungkin akan terlukis di pipinya. Dia mengangguk pelan, lalu Aaron cepat memanggil pelayan disana dan segera memesan 'menu spesial' yang ia sebut barusan, entah apa itu, tapi yang Mina pikirkan semoga saja halal (ya iyalah....)
Aaron kembali menatap lurus ke arah Mina, lelaki itu menaruh tangannya di saku, dimana ada sekotak merah kecil berisi cincin untuk wanita pujaan hatinya. Hatinya tak berhenti mengucap doa, berharap takdir berpihak pada cintanya. Ia menarik nafas dalam-dalam.
“Gimana kesan kamu selama mengajar disini, Mina?” kalimat pembuka mulai keluar dari bibir Aaron.
“Alhamdulillah, sangat menyenangkan, aku harap sih bisa lebih lama untuk ngajar disini tapi masih banyak hal yang harus aku kerjain di Indonesia hehehe....” Mina melanjutkan kalimatnya, “Aku harus selesaikan satu buku juga, jadi gak bisa lama-lama disini.”
“Kamu nulis apa kali ini? cerita untuk anak-anak atau yang lain?”
Mina tersenyum simpul, “Ini cerita tentang aku.”
Aaron mendegup, “Tentang kamu tuh, maksudnya apa?”
“Bisa dibilang soal perasaan hati? hahaha aku kan perempuan yang pernah jatuh cinta, dan aku ingin menceritakan semuanya di novelku.” “Dan novel itu baru bisa aku selesaikan begitu aku pulang ke Indonesia.”
Kalimat itu membuat Aaron ketar-ketir, siapa sosok pria yang di ceritakan Mina? Betapa beruntungnya dia, si pria yang ditulis oleh Mina dalam bukunya.
“Kalau aku penasaran dengan isi buku itu, mau gak kamu ceritakan sedikit aja? hitung-hitung kasih sedikit spoiler gitu, hahaha... pasti nanti aku borong buku kamu setelah itu,” ujar Aaron.
Mina terkekeh geli, “Hmm... boleh aja sih...” gadis itu menangkup dagu dengan satu tangannya, “Ini cerita tentang seorang gadis yang jatuh cinta dengan seorang laki-laki, laki-laki itu benar-benar menjaga dia dengan baik, memperlakukannya seperti seorang putri dan apa ya, mungkin bisa dibilang laki-laki ini menjadi safe place buat si gadis tokoh utama ini? mereka udah temenan dari kecil juga, sampai akhirnya sebelum sang laki-laki pergi... dia berjanji sama si gadis tokoh utama... kalau dia akan datang melamar ketika mereka sudah besar nanti.”
Wajah Mina berubah menjadi sendu, namun ia kuatkan dengan senyuman cantiknya, “Tapi begitu mereka bertemu lagi, tiba-tiba si laki-laki ini berubah, bahkan dia melupakan janjinya dulu dan bilang untuk lupakan semua janji yang dia bilang dulu karena situasinya sudah berbeda. Siapa yang tidak patah hati? pastinya hati si gadis itu hancur banget, sampai akhirnya ya si gadis ini berusaha untuk move on dengan fokus sama dirinya....” Mina mengakhiri kalimatnya, setelah dua hidangan lezat sudah datang di atas mejanya.
“Itu... cerita kamu?” tanya lagi Aaron.
Mina mengangguk malu, “Malu sih sebenernya ngakuin itu hehe, tapi iya, itu kisahku.... CUMAN AKU UDAH GAPAPA KOK, gimana ya, mungkin aku bisa lebih ikhlas terima semuanya.” gadis itu cepat meraih garpu dan pisaunya, “Ayo kita makan dulu, nanti makanannya keburu dingin hehe...”
Aaron menatap nanar gadis pujangga hatinya, terlihat sekali kalau Mina sedang berusaha untuk terlihat baik-baik saja. Ia tak menyangka, wanita sebaik dan secantik Mina pernah merasakan patah hati sehebat itu.
“Aminah,” panggil Aaron.
“Hm?” Mina merespon dengan mulutnya yang sudah penuh dengan daging.
“Setelah patah hati itu, apa kamu memberi kesempatan untuk pria lain... mengisi hati kamu?”
Mina berhenti melahap makanannya, tangannya juga ikut terhenti mengiris dan ia meletakkan kedua alat makannya di sisi piring.
“Aku gak tahu, tapi yang jelas aku gak mungkin menutup hati aku selamanya. Ini hanya sedih sementara, ya galau bentar doang lahh masa gitu aja aku langsung putus asa? masih banyak hal yang harus aku syukuri, dan dari patah hati itu aku belajar banyak kok!” sahut Mina dengan riang. Sisi cerianya memang sangat menghangatkan hati, rasanya Aaron ingin melindungi senyuman itu.
Aaron ikut tersenyum, “Habiskan dulu deh makanannya, nanti keburu dingin lho, hahaha...” ia mengurungkan niatnya, masih ada beberapa menit terakhir untuk ia jadikan momen yang tepat. Mina mengangguk semangat dan melanjutkan aktivitas makannya dengan lahap.
Ibra dari luar, memerhatikan semua gerak-gerik kedua insan yang tengah duduk berdua disana. Bukannya lepas tanggung jawab, Ibra juga gak bisa bohong kalau hatinya merasa miris untuk duduk di tengah-tengah dua sejoli. Ia tidak berminat untuk menonton drama romansa secara langsung.
“Bosen nih, enaknya ngapain ya?” Ibra membuka ponselnya, lalu tersontak begitu ada notifikasi panggilan masuk dari Ayudia yang sudah berdering sebanyak 2 kali sejak tadi siang.
“Astagfirullah, lupa banget ngechat Ayu tadi siang, kalau sekarang ngechat gapapa kali ya?”
Ibra : Assalamualaikum Ayu, maaf saya baru buka handphone soalnya banyak yang harus di urus disini. Gimana di kantor? aman kan? Ibra : Ada yang bisa saya bantu?
Begitu Ibra mengirim pesannya, balasan langsung masuk membuat Ibra terkaget-kaget.
Ayudia : Waalaikumsalam kak, gapapa kok... saya cuman mau ngabarin ada beberapa kesalahan laporan yang dikasih sama Bu Gabriella dan tadi agak pusing aja sih :') saya panik makanya langsung telpon kakak... Ayudia : Eh maaf, maksud saya Pak Ibrahim...
Ibra mengernyit dahinya, “Bentar, bukannya di Jakarta sekarang udah tengah malem ya?”
Ibra : Iya gapapa, ini diluar kantor panggil saya senyamannya kamu aja. Pukul 2 siang di Jakarta kita meeting ya, biar kita bereskan semuanya. Ibra : Disana bukannya udah tengah malam ya? kenapa belum tidur?
Ayudia : Saya lagi kerjain laporan tadi yang salah, masih banyak banget kak...
Ibra : Udah, soal itu nanti kita selesaikan sama-sama besok, sekarang kamu tidur. utamakan kesehatan kamu. Ibra : Saya gak mau ada karyawan yang overworked.
Ayudia : Ah oke kak...
Ibra : Maaf saya baru balas chatnya juga malam-malam, kalau gitu selamat istirahat.
Ayudia : Iya kak gapapa, selamat istirahat juga... hati-hati disana
Ibra menghela nafasnya panjang. Sosok Ayu dibenaknya bagai adik kecil polos yang harus ia jaga, dan entah kenapa ia sangat memperdulikan kondisi Ayu seperti saat ini, ia sangat khawatir begitu dengar Ayu yang begadang mengerjakan laporan pekerjaannya.
“Anak itu selalu bikin khawatir...”
Aaron dan Mina sudah menyelesaikan makan malamnya. Senyuman puas Mina menyungging sempurna di wajah cantiknya, membuat Aaron ikut bernafas lega.
“Makanannya enak banget, alhamdulillah...” ucap Mina dengan riang.
Aaron tak mau melewatkan momen ini, “Ehem,” ia mendeham. Mina langsung mendongakkan kepalanya.
“Kenapa, kak?” tanya Mina heran— dengan tatapan serius Aaron yang tertuju ke arahnya.
“Uhm, aku mau melanjutkan kalimat aku... soal tadi,” ucapnya, di balas kerutan satu alis Mina, “Soal apa?”
“Kesempatan untuk pria lain mengisi hati kamu,” Aaron menarik nafasnya dalam-dalam, “Kalau itu aku orangnya, apa kamu mau kasih kesempatan itu untuk aku?”
Aaron langsung berdiri dari tempat duduknya, ia meraih sekotak cincin dari saku jasnya lalu berlutut di hadapan Mina. Gadisnya tentu shock bukan main, tak ada angin apapun tiba-tiba Aaron berlutut dengan cincin permata indah di hadapannya.
“Cincin ini hanya simbolis, kalau kamu mau menerima cincin ini dan memberi jawabannya nanti juga gapapa, tapi setidaknya aku ingin menyampaikan perasaanku langsung sama kamu, Mina,” Aaron melanjutkan kalimatnya, “Aminah Haliza Azzahra, sejak awal kita bertemu, aku sudah jatuh cinta sama kamu dan hati aku cuman menginginkan kamu sebagai bagian dari hidup aku jadi... maukah kamu menjadi pendamping hidupku?”
Mina terpaku diam, membisu seribu bahasa. Jantungnya berdesir, ia tak tahu harus berucap apa bahkan kepalanya tak bisa berpikir jernih untuk kali ini.
“Aku gak paksa kamu untuk jawab hari ini juga, tapi setidaknya... bisakah kamu kasih aku kepastian sebelum kamu pulang ke Indonesia? biar aku bisa datang langsung untuk menemui orang tua kamu disana.”
Gadis itu masih membisu.
“Aku tahu kamu pasti kaget banget, tapi aku memang tulus sayang sama kamu, Mina. Aku janji, aku tidak akan menjadi patah hatimu yang kedua kalinya.”
Biarkan Mina berpikir, karena gadis ini masih larut dengan lamunannya.
Gue... harus apa ini?