Wedding Party : How About Us?

Ibra menawarkan lengannya dengan gagah kepada sang puan yang tampak begitu anggun dengan gaun merah panjangnya, rambut panjang bergelombang yang Rose gerai dengan indah membuat Ibra tak berhenti mengucap kagum dalam hati.

Rose menggandeng lengan Ibra dengan kikuk, jantungnya seperti ingin meledak. Bisa bersanding dengan lelaki pujaan hati di sebuah undangan pernikahan, dengan hati yang berharap pada suatu saat nanti mereka juga akan duduk bersanding sama-sama di pelaminan impiannya.

Bisakah takdir menciptakan kisah manis itu untuk kedua sejoli ini?

“Kita ketemu sama temen-temen saya dulu ya? ini masih sesi salaman dengan kerabat dekat,” ucap Ibra, di balas anggukan pelan Rose.

Langkah Ibra dan Rose mengundang begitu banyak perhatian para undangan. Lelaki gagah nan tampan yang menggandeng seorang wanita teramat cantik bak putri bangsawan, dan kumpulan para pemuda pemudi yang sedang canda tawa seketika berhenti dengan kehadiran dua insan itu.

“Eh, Bra... ini siapa?” tanya Jihan kaget, suaranya yang lirih itu di balas senyuman kikuk oleh Rose.

“Kenalin ini Rose, dia....” Ibra mendadak kelu untuk melanjutkan kalimatnya.

“Saya rekan bisnis Mas Ibra, tapi kita berkomunikasi lebih dekat dan mungkin bisa dibilang sudah berteman,” Rose melanjutkan kalimat Ibra yang terpotong, tangannya menjabat tangan Jihan dengan mantap.

“Ah gitu ya,” Jihan melirik ke Ibra dengan senyuman penuh arti, “Cuman temen aja?”

Ibra tersenyum pasi, “A-Ahahaha ya gitu deh.”

“Salam kenal, Rose, aku Jihan. Temen masa kecilnya Ibra karena ya kita satu komplek.”

Dua pemuda di belakang Jihan ikut mengulurkan tangannya, “Halo, Rose, gue Yogi.”

“Halo, gue Gibran.”

Rose membalas uluran tangannya, “Halo, Mas Yogi, Mas Gibran, salam kenal...”

Jihan menyikut lengan Ibra, “Jadi ini yang sempet bikin lo galau, bos?” ujar wanita berambut pendek itu dengan senyum remehnya, di balas tatapan tajam Ibra yang menyirat kode agar Jihan tidak bicara macam-macam.

Setelah sesi perkenalannya, mereka akhirnya membuka percakapan kecil untuk saling mengenal satu sama lain. Topiknya random, dan Rose bisa melihat bagaimana teman-teman Ibra bisa mengenal begitu baik dengan sosok laki-laki berparas eksotis ini.

Mata Rose beralih menuju sepasang kekasih yang sedang duduk di pelaminan dengan senyuman penuh sukacita. Mina yang hari ini menjadi pengantin wanita tampil sangat cantik dengan gaun putihnya, riasannya yang tak begitu mencolok namun terlihat anggun bak gadis ayu. Lelaki di sampingnya, Husein, juga tampak gagah dengan jas putihnya yang tak melepas genggaman tangannya kepada sang istri. Rose terhenyak, membayangkan betapa beruntungnya sosok wanita yang bisa menemukan cinta sejatinya dengan laki-laki sebaik itu.

Dadanya mendadak sesak, pikirannya melayang bagaimana ia bisa mewujudkan kisah cintanya yang manis dengan Ibra, sedangkan ada tembok penghalang besar yang ada di benaknya?

Bukannya Rose tidak mau, tapi butuh pertimbangan panjang. Ia ingin melakukannya dengan sangat sungguh-sungguh.

“Mbak Rose?”

Suara lembut Ayu mengejutkan Rose yang tenggelam dengan lamunannya.

“Ya ampun, Ayuu!” Rose berlari kecil memeluk tubuh Ayu erat-erat.

Ayu melirik ke arah Ibra, “Mbak... kesini sama Kak Ibra?”

Rose mengangguk mantap, “Iya, aku di undang sama Mas Ibra!”

Ayu menjawab oh ria, “Udah salaman belum sama pengantinnya?”

“Belum, katanya masih sesi kerabat dekat ya?”

Ayu menarik pelan tangan Rose, “Yaudah yuk sama aku, aku juga baru sampai.”

Rose menatap Ibra, dan Ibra mengangguk kepalanya—memberi isyarat 'boleh'.

Sejak kapan Ayu sama Rose sedeket itu ya?



Selesai dengan sesi salaman, akhirnya para tamu undangan bisa menikmati hidangan yang sudah tersaji di prasmanan. Pernikahan Mina dan Husein bisa dibilang cukup megah, santapan dari katering berkualitas yang menyajikan makanan manca negara, juga kebersihannya yang sangat terjaga. Para pengantin juga mulai turun menyambut keluarga juga kerabatnya secara langsung.

“Oh kamu Rose ya?” Mina menyambut Rose dari belakang, “Aku kakaknya Ibrahim, Aminah, salam kenal.”

Rose membalas jabatan tangan Mina kikuk, “Ah iya salam kenal juga, mbak, sekali lagi selamat ya atas pernikahannya.”

“Makasih...” Mina menoleh ke arah suaminya, tersenyum lebar dan melambaikan tangannya riang. Rose yang melihatnya terkekeh geli, mereka tampak sekali saling mencintai satu sama lain.

“Kalian pasangan yang serasi, jujur aku lihatnya gemes banget, hehehe...” ucap Rose mengundang gelak tawa Mina.

“Ah masa sih? jadi malu hehehe....” Mina bergeming, “Perlu perjuangan panjang untuk bisa sampai sini.”

“Berapa lama, mbak?”

Mins tersenyum simpul, “12 tahun.”

Rose tersedak dengan jus jeruknya, “12 tahun?! Se-lama itu?!”

“Iyaa! kaget banget ya? hahahahaha....”

Gigih juga ya kakaknya Mas Ibra....

“Tapi aku gak menyesali itu semua kok, meskipun banyak rasa suka dukanya tapi dari perjuangan itu... aku belajar banyak,” Mina menepuk bahunya, “Kamu juga semangat ya, adik aku tuh emang tipenya penuh pertimbangan tapi sekalinya dia sudah memutuskan sesuatu, itu udah gak bisa di ganggu gugat.” “Termasuk ketika dia sudah memutuskan dengan siapa dia menjatuhkan hatinya.”

Rose mendegup, lalu matanya beralih ke arah pemuda yang sedang asyik berbicara dengan kedua orang tuanya soal sesuatu. Seketika netra lelaki yang diperhatikan juga menoleh ke arah Rose, bersamaan kedua orang tua Ibra yang menyusul tempat Rose.

“Abi, umi, kalian pernah ketemu Rose sebelumnya di Budapest tapi izinkan saya perkenalkan kembali...” Ibra mempersilahkan Rose maju selangkah, “Perkenalkan dia Roseanne Blanché, dia....” bibirnya mendadak kelu lagi setiap Ibra ingin melanjutkan kalimatnya.

Rose menyanggah lagi kalimat Ibra, “Halo, Pak Haidar, Bu Anela, kita bertemu lagi setelah sekian lama.”

Haidar langsung bertanya ke Ibra, “Ini calon kamu?”

Ibra dan Rose saling beradu tatap, “Uhh... itu....”

Anela tertawa geli sambil membalas jabatan tangan Rose, “Halo, Rose, salam kenal ya...”

Dari belakang Haidar dan Anela, datang lagi sosok Naresh dan Aisyah selaku paman-bibi dari Ibra, juga Ali dengan adiknya, Raisha yang ingin pemuda itu kenalkan.

“Om Naresh, Tante Aisyah, kenalin ini Roseanne Blanché, Rose, ini om dan tante saya. Dulu waktu kecil saya di asuh dengan baik oleh tante saya.”

Aisyah membalas, “Ini pacarnya Ibra?”

“BUKAN!” serempak keduanya menepis.

“Lah terus siapa? temenan doang?” — Ali

“Ya kurang lebih begitu.” — Ibra

“YAELAH FRIENDZONE!” — Ali

“Ish, kakak mulutnya!” Aisyah mencubit pinggang putra sulungnya itu.

Rose hanya tertawa renyah. Kehadirannya mulai di gandrungi berbagai pertanyaan oleh para ibu-ibu (a.k.a Anela dan Aisyah) sedangkan Ibra di interogasi habis-habisan oleh para bapak-bapak.

“Abi, Om Naresh, kita omongin semuanya nanti ya. Saya bawa Rose kesini cuman untuk kenalin ke keluarga aja, itu doang....” – Ibra

“Itu doang? Ibrahim, kalau kamu udah mau kenalin ke kita semua, berarti kamu sudah serius dengan Rose. Kamu beneran mau serius?” – Naresh

“Bagaimana dengan keluarganya? hubungan kalian sudah sejauh mana?” – Haidar

“Masih belum yang bagaimana, dibilang ini cuman untuk perkenalan aja....” – Ibra

“Ibrahim daripada kamu ngulur-ngulur waktu—” – Haidar

“Abi, tolong, masih banyak hal yang lagi di pertimbangkan. Begitu sudah waktunya nanti saya bicara kok.” – Ibra

Lain topik di antara para wanita, Anela dan Aisyah berusaha untuk mengenal lebih dalam lagi sosok Rose yang menjadi pilihan hati Ibrahim.

“Aku tahu kamu yang desainer terkenal itu, sama kabar pertunangan yang sempet viral itu kan?!” – Aisyah

“Aisyah ish!” – Anela

“Ah gapapa, tante, hehe... emang begitu beritanya.” – Rose

“Sudah sejauh mana hubungan kamu sama Ibrahim?” – Anela

“Jujur, tante, hubungan aku sama Mas Ibra belum ada arah untuk serius karena dari kami juga belum ada yang saling mengakui perasaan...” – Rose

“Kamu sendiri, suka sama Ibrahim?” – Anela

Rose mengatup bibirnya, menarik nafasnya dalam-dalam dan menganggukkan kepalanya.

“Iya tante, aku suka sama Mas Ibrahim.”

Aisyah menahan jeritan gemasnya, dan Anela membalas senyuman tipis seraya menepuk pundak Rose pelan.

“Biar tante yang bicarakan ya dengan Ibra.”