Watermelon and The Deals
Suara kunci dari luar pintu membuat senyuman Gama terlukis lebar. Kedatangan gadis berambut ikat kuda itu sangat dinantikannya sejak tadi, bersama dua piring semangka yang sudah di potong untuk disantap bersama. Gama menyambut kedatangan istrinya lebih dulu, lalu membawakan satu kantung berisi Frieskies kesukaan Conan untuk dituangkan ke mangkuk abu-abunya.
“Ini satu buah semangka udah dipotong semua? Kok dikit sih?” tanya Chelsea heran.
“Sisanya gue taruh di kulkas, emang lo mau habisin semuanya?” balas Gama dari kejauhan.
Chelsea hanya menggeleng terkekeh, dia mengambil satu piring semangkanya lalu duduk di sofa abu-abu empuknya. Tubuhnya yang lelah setelah kuliah seharian terasa lepas, satu gigitan buah semangka yang manis dan menyegarkan menaikkan kembali mood dan setengah dari energinya yang hampir habis. Ide suaminya untuk memotong buah semangka adalah pilihan tepat.
Senyuman lebar gadis itu kembali menghangatkan hati Gama.
Chelsea meletakkan lagi piringnya di atas sofa. Jemari lentiknya melepas ikatan rambut panjangnya hingga tergerai sempurna, parfum manis aroma vanila khas Chelsea semerbak menghampiri indra penciuman Gama meskipun dari jauh. Jantung pemuda itu berdegup tak karuan, sejak kapan Chelsea tampak begitu cantik di matanya?
“Chel, mau ngapain?!” sahut Gama dari kejauhan.
“Bersih-bersih dulu lah!” balas Chelsea.
“Gue habisin jatah semangka lo ya?!”
“HEH AWAS LO YA, GUE CUBIT KALAU JATAH GUE LUDES GARA-GARA LO!!”
Gelak tawa Gama pecah. She's kinda cute, sometimes.
Sekarang Chelsea sudah berpakaian kaos putih oblong oversize dengan celana pendek sport hitam, rambut panjangnya dibungkus rapat oleh handuk, dengan santainya dia melahap tiap potongan semangka sambil menonton drama detektif favoritnya bersama Gama. Pemuda itu tadinya berniat makan semangka lalu tidur, tapi drama yang ditonton kali ini tak kalah seru. Belum lagi melihat si gadis mungil yang fokus dengan tontonannya
“Tuhkan gue bilang apa?! Dia tuh bunuh diri!” celoteh gadis itu, “Nih ya lo lihat deh dari motif korbannya sendiri, pernikahannya gak harmonis dan laki-lakinya kan mau naik jadi penjabat kan nah dari bukti-bukti pembunuhan yang dikumpulin aja kayak gak mungkin banget si suami tega bunuh istrinya!”
Gama hanya memanggut kepalanya.
“Nih lo harus nonton deh season pertamanya, ada satu episode yang gue suka banget karena ngebahas tentang mental health gitu, jadi si cewek kerja di rumah sakit jiwa nah ada total 3 pasiennya ini pelaku pembunuhan berantai....”
Gama memangku wajahnya, menatap lekat gadis di sampingnya yang sibuk bercerita panjang. Suara melengking gadisnya padam di telinga lelaki itu, justru yang ia perhatikan adalah tiap fitur wajah cantik milik Chelsea. Sehelai rambut halus yang tampak dari kening yang masih terbungkus handuknya, iris legam cantik nan bulat dengan bulu mata lentiknya, hidung mungil yang menggemaskan juga bibir merah merekahnya.
“Eh gue juga jadi inget deh novelnya Mr. Gems yang seri kedua Garden of Memories—” Chelsea tersadar dengan tatapan dalam Gama, “Kok lo ngelihatin gue gitu?”
Gama menggeleng pelan, “Kan lagi dengerin lo ngomong.”
“Lo masih mau dengerin gue?” Gadis itu menggaruk kepalanya ragu, “Gue gak sadar kebanyakan ngomong sama lo, ayo kita tonton lagi dramanya.”
“Chel,” Dengan usil, Gama mencubit pipi kanan istrinya gemas, “Mending lo lanjutin deh lo mau ngomong apa.”
“Lah kok gitu?”
“Cerita lo lebih seru daripada dramanya.”
Gama memangku lagi kepalanya di atas sandaran sofa, dengan tatapan hangat ia tak lepas memandang iris legam Chelsea. Jantungnya yang berdesir tak lagi ia gubris. Momen kebersamaannya saat ini, tampak menyenangkan. Gama jadi ingin lebih kenal sosok istrinya.
Sedangkan Chelsea, perempuan mana yang tak luluh ditatap sedalam itu?
Chelsea diam tertegun, berusaha tampak biasa saja di hadapan Gama dan melanjutkan lagi ceritanya.
“Me-Mending kita ngobrol dua arah aja biar fair,” ujar Chelsea sambil menegakkan posisi duduknya, “Lo penulis kan?”
Gama mengangguk, “Iya.”
“Gue mau lihat dong tulisan lo, boleh gak?”
Dengan enteng, Gama menggeleng usil, “Enggak.”
“Kenapa? Lo penulis anonim gitu ya kayak Mr. Gems?”
Gama hanya mengiyakan dengan isyarat senyum penuh arti.
“Padahal kan kalau lo kasih tahu gue, ya siapa tahu gue suka sama tulisan lo.”
“Oh ya?” Gama mendekatkan wajahnya ke arah sang istri, sedikit condong ke kanan hingga jarak antara mereka tersisa sejengkal. Deruan nafas manis dari Gama terasa oleh sang gadis hingga suasana mereka jadi mendebarkan. “Pengen tau banget tulisan gue, hm?”
Chelsea membeku di tempat.
“Kalau lo nanti jatuh cinta sama tulisan gue, ada possibility untuk jatuh cinta sama penulisnya gak?”
Pertanyaan konyol, Chelsea langsung melayangkan satu pukulan mautnya ke lengan kekar Gama.
“APA SIH, KOK JADI BAHAS KE SANA!!!”
“Lho kan cuman nanya, kenapa lo jadi sensitif gitu?”
“GAK ADA YA BAHAS-BAHAS KAYAK GITU, GAK BOLEH! KITA GAK BOLEH SALING JATUH CINTA! INGET YA SATU TAHUN PERNIKAHAN KITA CERAI!!”
“Ya emang sih kita bakalan cerai setelah setahun, tapi soal jatuh cinta itu gak ada di perjanjian kita kan?”
“GUE TAMBAHIN SATU POIN ITU, GUE BERHAK UNTUK NAMBAHIN SATU PERJANJIAN KITA DAN KALO NGELANGGAR ADA KOMPENSASINYA!”
Apa menurut kalian Gama gentar? Tidak, justru sebaliknya. Pemuda itu dengan senyuman miring menatap remeh gadisnya.
“Kalau gitu mau lihat siapa yang jatuh cinta duluan?”
“GAK BOLEH, GAMA!!!”
“Emang kalau gak boleh, bukan berarti kita gak bisa saling jatuh cinta? Soal perasaan kan gak ada yang tahu.”
“DIH MANA ADA, GAK ADA YA KAYAK GITU! POKOKNYA KALAU NGELANGGAR YA WAJIB BAYAR KOMPENSASI!”
“Oke kita lihat siapa yang akan bayar kompensasinya.”
Chelsea mengutuk pemuda di hadapannya. Kakinya menghentak keras bumi penuh emosi dan membanting keras pintu kamarnya, pemuda itu hanya tergelak puas. Ekspresi wajah Chelsea yang drastis dari senang menuju marah menjadi salah satu hal favoritnya. Membuat Chelsea kesal dan bahagia dalam satu waktu, mungkin akan menjadi list hobi Gama untuk saat ini.
“You're so cute, Chelsea, i'm sorry i can't hold it.”