Truth

“EYAAANNGGG!!!”

Gue langsung mendobrak pintu ruangan kerja Eyang dan mendapati sosok Eyang yang sedang mengambil topi koboi kesayangannya.

“Kenapa, Anela?”

“EYANG KENAPA GAK BILANG KE ANELA?!”

Eyang mengerut dahinya, “Bilang apa, nak?”

“EYANG KENAPA GAK BILANG KALO AKU MAU DIJODOHIN SAMA KAK HAIDAR??!!”

Bukannya menjawab, Eyang malahan tertawa keras dan menyuruh seluruh asistennya itu keluar dari ruangannya.

“Duduk dulu nak.”

“GAMAU, JELASIN DULU SOAL PERJODOHAN AKU SAMA KAK HAIDAR!”

“Makanya duduk dulu, Eyang akan ceritakan semuanya dari awal...“Eyang mengetuk tongkatnya 3 kali, “Romi, bawakan coklat hangat dengan permen susu kesukaan cucu saya.”

“Baik, Pak.”

Senyuman Eyang terlukis begitu tangannya meraih sebuah album foto kecil yang sudah berdebu di balik laci bukunya, “Kita mulai dari sini...“ucapnya seraya menunjuk sebuah foto yang menampilkan sosok Eyang bersama pria paruh baya bersorban di sampingnya, disitu juga ada gue yang menggandeng erat sosok anak laki-laki yang tingginya mungkin di atas gue 5 cm.

“Ini foto perpisahan kita sebelum pulang ke Jakarta, kamu gak inget?”

Gue menggeleng pelan, “Ini yang aku gandeng tangannya... Kak Haidar?”

“Iya, kalian itu benar-benar saling menyayangi, Haidar dengan sabar mengasuh kamu, membimbing kamu bahkan kalian tuh senang sekali bermain bersama, malahan pas kita pulang ke Jakarta tuh, Haidar ngerengek-rengek pengen ikut sama kita lho, hahaha...”

Dada gue terasa hangat, ternyata gue dan Kak Haidar pernah sedekat itu ya...

“Penyesalan terbesar dalam hidup Eyang adalah hidup yang bergelimang duniawi tapi nol besar dalam urusan akhirat. Eyang dari dulu hanya fokus mengejar harta, jabatan dan pengakuan manusia sampai akhirnya... Eyang bertemu Abah Faqih, kakeknya Haidar, disitulah mata Eyang terbuka lebar-lebar.” “Abah Faqih mengajarkan banyak hal tentang Islam kepada Eyang. Disitu Eyang sadar bahwa selama ini Eyang tlah salah dalam mengambil langkah, Eyang terlalu fokus mencari materi yang sementara di dunia sehingga melupakan yang sebenarnya harus kita kejar, yaitu akhirat, yang akan kekal selamanya. Eyang terlambat menyadarinya, ketika melihat para anak santri semangat menimba ilmu Allah... itu cukup membuat dada Eyang terasa sesak, kenapa? karena Eyang disini, malahan mengirim anak-anak Eyang menimba ilmu sampai ke Amerika hanya untuk kepentingan dunia.”

Memang benar, semua anak Eyang alias bokap gue, Om Fadlan dan Tante Rizka semuanya lulusan sekolah bisnis Amerika dan bisa dibilang... mereka sangat jauh dari kehidupan Islam yang diinginkan Eyang...

termasuk gue :')

“Selama kita tinggal di pondoknya Abah Faqih, Eyang melihat betapa Haidar sangat menyayangi kamu dan Eyang sangat berharap akan ada seseorang seperti Haidar yang akan membina kamu ke jalan Allah.” “Eyang menyampaikan hal tersebut ke Abah Faqih dan beliau setuju untuk menjodohkan kamu dengan Haidar.”

Serius, cerita yang barusan diceritakan Eyang terdengar seperti dongeng. Gue gak pernah menyangka hal ini benar-benar terjadi di kehidupan gue.

Dan ini antara gue dengan Kak Haidar.

“Kak Haidar tahu soal ini...?“tanya gue meyakinkan

“Tahu kok, Eyang juga sudah cerita semuanya sampai soal perjodohan kalian, dia menerimanya tapi sementara ini dia masih butuh waktu untuk menenangkan pikirannya. Yah namanya juga baru kehilangan, kan? Jadi Eyang beri dia waktu sejenak.” “Sebenarnya kami mau merahasiakan ini dari kamu dulu karena Haidar cerita, ternyata kamu ngejar-ngejar dia ya? hahaha... tapi tolong ya, nak, di simpan dulu soal ini. Nanti Haidar akan melamar kamu di waktu yang tepat kok.”

Ish, padahal kan gue pengen tanyain Kak Haidar langsung soal ini...

“Gimana, Anela? Sudah lunas kan hutang cerita Eyang?”

Gue ngerucut bibir gue cemberut, “Harusnya Eyang bilang dari awal dong! Kan capek tahu ngejar-ngejar dia, cuman minta nomor WA-nya aja perlu perjuangan keras!”

Eyang langsung tertawa terbahak-bahak, “Dan inilah hasil perjuangan kamu, Anela.” “Eyang bersyukur, Allah tlah menempatkan Haidar di hati kamu, di waktu yang tepat.”

Gue mengulum senyum simpul, memang betul, Allah tuh gak pernah salah kalau ingin menakdirkan sesuatu dengan hamba-Nya.

Dan kehadiran Kak Haidar sebagai sosok yang spesial di hati gue, dia datang di saat yang tepat, ketika gue memang benar-benar membutuhkan sosok seperti dia yang akan menjadi kompas dalam hidup gue.

Ternyata memanglah Allah itu Maha Baik.

Bismillah, Anela!