Thirsty, she said
Chelsea tak berhenti mondar-mandir di depan pintu rumahnya. Jarum jam menunjukkan pukul setengah sepuluh dan tanda-tanda kedatangan suaminya masih tak ada. Ia berlari memastikan kedua buah hatinya tertidur lelap, karena takut bahwa malam ini akan terjadi sebuah unexpected situation.
Dari luar pria itu tampak sangat lembut, tenang dan diam tapi kalau sekali saja Chelsea memancing singa yang tertidur dalam jiwa Gama, jangan harap hari akan berakhir singkat. Bayangkan saja hanya karena satu kalimat yang bahkan Gama tuangkan sendiri di novelnya tapi Chelsea yang mengucapkan kalimat itu sebagai satu pancingan, Gama tak segan bergerak cepat untuk pulang.
Tatkala rasa gundah itu berlangsung panjang, suara mobil yang selesai diparkirkan depan garasi rumahnya refleks membuat Chelsea menegup salivanya bulat-bulat. Dari jendela tampak langkah suaminya itu terburu-buru dan ketukan pintu keras itu langsung disambut Chelsea.
“Hai,” Chelsea menyapa dengan kikuk, lekukkan senyuman miring terlukis di dua sudut bibir pria gagah di hadapannya, “Kamu capek banget ya abis perjalanan jauh? Aku abis bikinin kamu chamomile tea nih—”
Gama menarik pergelangan tangan Chelsea mendekat, kini hembusan napas hangat keduanya saling beradu dengan tatapan legam yang lekat itu saling mengunci. Kepala Chelsea membayangkan bagaimana ekspresi wajah Gama yang lembut dan hangat itu biasa ditampakkan seketika malam ini berubah menjadi gelap dan picik, bagaikan seorang singa yang lapar dan menatap santapan malamnya penuh gairah.
“You said that you are thirsty, right?” Jemari besar Gama mengelus pelan pipi istrinya dan perlahan menurun sampai tepat di bawah dagu, “Can you explain what kind of thirsty, honey?”
“I-Itu aku baca pick-up line yang ada di novel terbaru kamu....” jawab Chelsea gemetar.
“Okay so....” Gama mendekat ke telinga wanitanya, “You want to do for the next part, queen?” bisikkan sang tuan yang seduktif itu membuat aliran darah Chelsea berdesir panas. Tempo detak jantungnya sudah tak mengikuti irama, sampai satu tangannya diraih oleh Gama, dengan tatapan smirk menggodanya Gama mengecup punggung tangan sang istri.
“You want to take that as a question or my order?”
“What if i say nothing?”
“Then i will take that as order,” Gama menggendong tubuh Chelsea bak tuan putri dan membawanya ke kamar mereka. Tangannya perlahan menidurkan Chelsea dan mengukung tubuh mungilnya dengan dua tangannya, dari bawah Chelsea menatap tiap perlakuan suaminya itu. Benar, apapun jawaban yang diberikan Chelsea tak ada gunanya, yes or no, he will take it as yes. Tangan Gama membuka satu per satu kancing kemeja putihnya, Chelsea hendak bangkit untuk membantu tapi justru tangannya ditepis, ia kembali menidurkan tubuh wanitanya sambil menatap tajam.
“Aku bisa sendiri,” Tubuh atletisnya terekspos di hadapan Chelsea, memacu detak jantung wanita itu lebih cepat seperti habis lari marathon. Gama merendahkan tubuhnya sampai dua bibir mereka bertemu untuk saling bertukar kehangatan. Mata Chelsea yang membesar perlahan memejam, satu tangan Gama yang menganggur digunakan untuk menyusup ke bawah silk dress Chelsea.
“Wait, kamu gak pakai bra ya?” tanya Gama sambil terkekeh.
“Emang daritadi gak kelihatan aku gak pakai apa-apa?” tanya Chelsea malu.
Gama tersenyum miring lagi, “Well that's great.”
Jemari besarnya bertemu pada dua gundukan, Chelsea menahan napasnya. Ekspresi Chelsea dengan wajahnya yang memerah setiap tangan sang tuan berhasil menyentuh tiap inci tubuhnya adalah favorit Gama. Wanitanya tampak menahan desah, “Just moan my name, you don't have to hold it, queen.”
Chelsea melepas desah panjangnya, “Gama....”
“Good girl.”
Gama kembali mengecup bibir merah nan adiktif milik wanita kasih, kecupan-kecupan hangat itu berubah menjadi menuntut dan penuh gairah. Chelsea menepuk-nepuk pundak Gama untuk meminta waktu sebentar meraup oksigen yang hampir habis. Wanita itu juga memberi kode kepada suaminya agar lampu kamar dimatikan lebih dulu, ia tidak suka berhubungan dalam keadaan terang seperti sekarang.
“Aku mau lihat kamu, Chel,” bujuk Gama.
“Please, no, nyalain aja lampu kristalnya kalau mau,” tolak Chelsea.
“Kenapaaa? Please kamu cantik banget sekarang soalnya....”
“Gama ish!” Chelsea mendengkus sebal.
“Yaudah iya, iyaa....” Gama bergerak mematikan lampu kamarnya lalu men-setting lampu kristal yang ditunjuk istrinya agar sedikit lebih terang. Chelsea mendesis lagi, akhirnya Gama menuruti apa kemauan wanitanya untuk meredupkan lampu kristalnya, tak lupa juga ia memastikan agar pintu kamar terkunci rapat. Mereka tidak mau kegiatan panasnya itu terhenti karena insiden konyol, bukan begitu?
“Ini bisa diturunin lagi gak suhu AC-nya? Panas banget,” pinta Chelsea lagi namun tak diindahkan suaminya.
“I will make this room more hotter, Chel,” tanpa ba-bi-bu Gama meraup lagi bibir Chelsea sampai wanitanya sedikit terhentak. Tangan besar Gama mengelus pelan pucuk kepala Chelsea lalu menurun sampai pipi lembutnya. Chelsea mengikuti bagaimana permainan Gama dalam bertarung tukar saliva, lidah Gama menerobos masuk mulut Chelsea dan mengabsen tiap giginya begitupun lidah Chelsea yang ikut mengait di lidah Gama. Seperti yang dikatakan Gama barusan, suhu ruangan mereka menjadi lebih panas dari sebelumnya. Rasanya Chelsea ingin menurunkan dulu suhu AC-nya sebelum melanjutkan kegiatan panas mereka tapi tubuhnya terus ditahan oleh tubuh Gama yang tenaganya luar biasa.
Gama menggigit bawah bibir istrinya dan berlanjut ke bawah, ia bubuhkan sebuah tanda kepemilikan di leher sisi kanan Chelsea.
“Gam jangan bikin tanda disitu nanti kelihatan—”
“Emang siapa yang mau lihat?”
Chelsea tertegun, “Ya-ya anak-anak, semuanya.”
Gama terkekeh, “Tinggal jawab aja ini tanda dari papihnya jadi gak boleh diambil siapapun.”
“Ish jangan ngajarin yang enggak-enggak!”
Gama menyeringai jahil.
Silk off-shoulder dress milik Chelsea dianggap mengganggu, Gama menariknya ke bawah sampai tubuh polos sang istri yang selalu ia kagumi itu terekspos depan matanya. Pria itu tak pernah bosan mengagumi betapa cantiknya tiap inci wajah juga tubuh yang dimiliki Chelsea, tak ada rasa tak senang setiap ia bersama sang istri. Chelsea adalah anugerah terindah yang pernah ada di hidupnya. Pernikahan yang diawali dengan ketidaksengajaan itu berubah menjadi takdir yang selalu ia syukuri, bersanding dengan wanita yang luar biasa dan memiliki dua permata hati yang mewarnai kehidupannya.
Chelsea is blessing.
Tatapan dalam dan penuh makna itu membuat wajah Chelsea semakin memerah. Ia merasa malu namun bahagia dalam satu waktu, seolah Gama hanya terpana oleh pesonanya. Tak ada yang lain.
Tangan Gama membelai paha bagian dalam Chelsea, memberikan sedikit setruman nikmat sampai tubuh wanitanya itu menggeliat. Satu tangan Gama menahan dua tangan mungil ke atas, ia hanya tersenyum puas melihat bagaimana ekspresi Chelsea yang gelisah.
“Chel,” Gama mendekat ke telinga Chelsea, meniupkannya usil hingga gadis itu mendesah panjang lagi, “Besok aku gak ada schedule apa-apa.”
“Terus... kenapa?” Chelsea kesusahan menjawab karena dua jemari Gama sudah menyusup ke dalam bawah sana, bermain-main hingga wanita itu terus bergerak gelisah.
“Let's stay like this more longer,” Gama menusukkan lagi jemarinya sampai Chelsea sedikit memekik. Pikiran wanita cantik itu sudah melayang entah ke langit mana, berharap ada puncak kenikmatan yang segera menjemputnya namun jemari panjang nan besar milik Gama masih tak berhenti menari di bawah sana. Dua tangannya yang ditahan akhirnya bebas dan Chelsea segera mencengkram kuat bahu pria kasihnya, melampiaskan semua rasa yang bercampur aduk dalam dada juga bawah perutnya itu. Matanya terus merem-melek menikmati tiap pergerakan yang dibawa Gama.
“Ga-Gam, aku... akh!” Begitu Chelsea hendak di puncaknya, Gama justru menarik jemarinya, “Gamaaaaaa?!” Chelsea mendecak kesal.
“Not this time, queen,” Gama menurunkan resleting celananya melepas rasa sesak yang ada dibawah sana. Rasanya gugup sekaligus aneh setiap kali Gama hendak melepas semua pakaian yang melekat pada tubuhnya. Pria itu terlalu indah, lengan kekar yang membentuk bisepnya, perut kotak-kotak sixpack yang proporsional juga si adik kebanggaannya itu yang memang patut dibanggakan. Rasanya malu untuk mengagumi suaminya seperti ini, tapi seperti itulah yang selalu dirasakan Chelsea.
Gama merendahkan lagi tubuhnya untuk meraih bibir Chelsea. Manis nan adiktif itu selalu menjadi bagian favorit Gama, entah mantra apa yang menyihirnya dari labium merah merekah itu. Tangan besarnya mengelus lagi pipinya, sampai tautan keduanya lepas dan mempertemukan dua iris legam yang penuh dengan tatapan cinta. Entah ada berapa banyak kupu-kupu yang berterbangan dibawah perutnya, baik itu Gama dan Chelsea, mereka tidak mau momen ini selesai cepat-cepat. Akankah malam ini bisa berlangsung panjang sampai tak mengenal hari esok?
“Aku jadi kepikiran deh,” tiba-tiba Gama berucap, “Ghaza udah tiga tahun, dia mau adek gak ya?”
Chelsea langsung memukul lengan kekar suaminya, “Ish, kamu tuh!”
“Bercanda sayang hahaha....” Gama mengecup kening Chelsea, “Tapi kalau memang rejekinya kita dapet anak lagi aku gak nolak kok.”
“Jangankan kamu, aku yang ngandung nanti juga gak bisa nolak!” ketus Chelsea sampai membuat suaminya itu terbahak-bahak.
Gama mulai melebarkan paha Chelsea, ia memposisikan tubuhnya lebih naik di atas tubuh Chelsea. Rambut cantik yang tampak acak-acakan dengan peluh yang mengalir dari kening istri tercinta membuatnya terus menggumamkan kalimat kagum, rasanya sangat amat tidak rela kecantikan Chelsea ini dibagi oleh siapapun. Gama memang suka mengalah, tapi dia akan berubah menjadi egois, serakah dan tak akan mau kalah kalau itu menyangkut soal Chelsea.
Gamaliel Arkananta is a good boy, everyone knows that.
But he can brings heaven to Chelsea, the one and only.
“Siap ya?” Gama memberi aba-aba sebelum memasuki ke permainan inti. Tanpa sadar Chelsea sudah mencengkram kuat bahu Gama sampai meninggalkan jejak kuku, wanita itu mendesah panjang setelah kedua inti tubuh mereka saling mengisi dan kini mereka sudah menjadi satu, Gama menggerakkan pinggulnya dengan tempo perlahan sampai berangsur-angsur jadi cepat.
“Gama... Gama.... Ssshh....” Chelsea mendesahkan nama Gama.
“Chel, you are so pretty...! Ah...!” Gama terus menggerakkan pinggulnya, diikuti Chelsea yang berusaha menyeimbangkan permainan suaminya. Kepalanya pening sekaligus meresapi bagaimana nikmat duniawi ini berlangsung, suara peraduan kulit keduanya terus mengisi kesunyian kamar mereka bersama peluh dengan suhu ruangan yang semakin memanas. Suhu 20 derajat sudah tak lagi terasa bagi mereka. Gama masih terus mengejar puncak klimaksnya, dia membalikkan posisi tubuh Chelsea dan kembali memasukkan bagian intinya. Chelsea mendesah keras, meminta prianya untuk bergerak lebih cepat karena ia hampir sampai pada puncak nikmat duniawinya.
“Gama please don't stop... ah!”
“Gak mau!” Gama mendekat ke wajah Chelsea, “I will fuck you all night long, Chel...!”
Terlukis senyum di wajah cantiknya, Gama justru mengecup lekukkan senyum itu dan melihat lagi ekspresi wajah Chelsea dari atas. Suara desahan mereka yang semakin memenuhi ruangan saling beradu. Bagian bawah mereka terasa semakin berkedut, dirasa puncaknya hampir sampai Gama memeluk erat tubuh istrinya begitupun Chelsea.
“Chel, i wanna cum!”
“Gama...!”
“Bareng ya!”
“Ga-Gamahh...!”
“Chelsea...!”
Puncak keduanya sampai bersamaan. Chelsea merasakan ada hangat yang mengalir deras di rahimnya, begitupun Gama yang melepas semua di dalam dan menetap di posisi nyamannya. Keduanya masih enggan untuk saling melepas, napas yang memburu juga hawa panas semakin terasa di kulit. Dengan gentle Gama menarik selimut tebal merahnya dan menutupi seluruh tubuh polos Chelsea sambil terkekeh melihat bagaimana istrinya itu mulai terkantuk-kantuk.
“Jangan tidur dulu, kita istirahat sebentar,” ucap Gama membuat Chelsea melotot.
“Istirahat sebentar maksudnya apa?!” pekik Chelsea.
“Ya lanjut ronde dua lah,” jawab Gama dengan enteng dan dibalas oleh satu pukulan maut Chelsea di lengannya.
“Bener-bener lu ya, kan bisa dilanjutin besok pas anak-anak ke sekolah?!” Chelsea cepat menutup mulutnya rapat-rapat, ia barusan memberikan sebuah ide brilian bagi Gama yang justru membuatnya menegup saliva bulat-bulat.
“Ide bagus tuh,” ucap Gama, “Morning activities kita sekalian exercise bareng ya?”
Chelsea tak sanggup lagi membalas, ia langsung bangun dari posisi tidurnya untuk berjalan ke kamar mandi bersama selimut merah yang menutupi tubuh polosnya.
“Woy selimutnya jangan dibawa kabur juga, dingin nih!!”