Theme Park feat Date (?)
Langsung ke ruangan saya, Alisya udah di ruangan saya.
Aisyah berlari kecil menuju ruangan Naresh dan begitu ia sampai di depan pintu kayu modern itu. Aisyah menarik nafasnya dalam-dalam.
Kriet...
“Assalamualaikum...”
“Waalaikumsalam, telat 5 menit ngapain aja?”
Naresh sudah duduk dengan melipat tangannya di dada, disana ada Alisya dengan gaya modisnya sedang asyik membaca buku kedokteran milik Naresh.
“Uh... tadi si kembar agak rewel gak mau di tinggal jadi di tenangin dulu...” ujar Aisyah.
“Hm, padahal mah di ajak aja gapapa.”
Aisyah merutuk dalam hati, Gimana sih kenapa lo gak bilangg, saipuuuuullll...!!!!
“Dokter, dokter! Ternyata kalo kita pidato itu biar suaranya bagus, kita dianjurkan untuk pakai suara perut ya?!” tanya Alisya sambil menunjuk salah satu gambar di buku tersebut.
“Iya, karena kalo pakai suara perut, suara kita akan terdengar lebih jelas dan tidak melengking kalau di mikrofon.”
“Dokter pernah pidato gak?”
“Bukan pidato, tapi ngisi acara seminar dan harus bicara lewat mikrofon juga, jadi saya juga biasa pakai suara perut.”
“Coba dong, dok! Alisya mau lihat!”
Naresh mendeham, “Ehem, ini suara saya yang biasa ya... kalau suara perut tuh gini, test... test... Alisya...”
“Ih beda ya! Hahahaha mendingan suara dokter yang biasa!”
“Kalau di mikrofon bagusan suara perut kayak gini, Alisya... Alisya...”
“Hahahaha enggak ah! Aneh!”
Seketika Aisyah yang tadinya jengkel setengah mati dengan keberadaan Naresh, berubah menjadi perasaan lega. Meskipun kelihatannya Naresh adalah pria kaku yang dingin, ternyata kalau sedang bersama pasien, Naresh bisa menjadi orang yang sangat lembut dan penyayang.
Apalagi dengan anak-anak, rasanya Naresh berubah menjadi orang lain, tapi itu bukan perubahan yang buruk.
Justru Aisyah sangat menyukainya.
“Yaudah yuk, kalau gitu kita pergi sekarang ya, Alisya?” pinta Naresh.
“Hayuk! Yey! Ayo, Kak Aisyah!” Alisya menggenggam tangan Aisyah erat-erat, gadis berusia 24 tahun itu hatinya ikut menghangat melihat senyum ceria Alisya.
Syukurlah kalau Alisya udah ceria seperti ini... semoga dia bisa lebih optimis dengan harapan hidupnya...
“Dokter, Kak Aisyah! Yuk kita main jet coaster yang ada disana!! Seru banget tuh kayaknya!!”
Aisyah mengangguk mengiyakan permintaan Alisya, tapi tidak dengan Naresh.
“Saya gak ikut, saya tunggu disini aja,” kata Naresh sambil meneguk minumannya cepat.
“Eh kok gitu sih, Dok... ayo main jet coaster sama Alisya...” rengek gadis kecil itu sambil terus menarik tangan Naresh.
“Udah saya disini aja, kamu sama Kak Aisyah kalau mau naik ya naik aja.”
Aisyah tersenyum remeh ke arah Naresh, “Udah, Alisya, kayaknya Dokter Naresh takut naik jet coaster, huuuu, payah! Kita berdua kan jagoan, mending kita aja yang naik!”
Merasa tersindir, Naresh langsung menahan lengan Aisyah pergi dari tempatnya.
“Apa kamu bilang, payah?”
“Iya, dokter payah! penakut! weekk...!” ejek Aisyah tak kapok-kapok, akhirnya karena Naresh merasa tertantang dengan ejekan Aisyah, ia langsung ikut jalan berdampingan menuju counter jet coaster yang ada di depan sana.
“Saya tuh bukan penakut, tapi pasti disana berisik sama orang-orang yang teriak! Saya gak suka suara bising!”
“Kalau gitu bisa gak, Dok, naik jet coaster tanpa teriak?”
Aisyah lagi-lagi menantang pria itu, gadis itu seperti ingin sekali melihat Naresh itu menangis menderita tapi sayangnya, bukan Naresh namanya kalau mau mengalah.
“Kalo saya bisa melakukan itu, apa reward-nya?”
Aisyah bergeming, “Hmm apa aja asal sesuai kemampuan saya dan gak macem-macem! Awas aja minta yang macem-macem, mau saya buat pingsan lagi kayak waktu itu?!”
Naresh tertawa terbahak-bahak, “Hahahahaha, oke! Siapa takut?! Deal ya, kamu harus turutin apapun permintaan saya.”
“Deal.”
Aisyah dan Naresh saling mengadu tinjunya menandakan mereka sudah deal dengan taruhannya.
Sedangkan Alisya, menikmati pertikaian kedua insan itu yang baginya sangat menggemaskan seperti pasangan-pasangan di drama korea.
“Huwaaa seru banget dehh!! Makasih banyak ya, Kak Aisyah, Dokter Naresh! Hari ini Alisya bahagiaaaa banget bisa main kesini!! Hehehe...” “Sekarang Alisya gak sedih lagi, Alisya mau berjuang untuk sembuh biar bisa main kesini sepuasnya!!”
Aisyah ikut tersenyum lebar sambil merangkul erat bahu gadis mungil itu, “Iya sayang... sekarang gak bolos minum obat lagi yaa?”
“Siap, Kak Aisyah!”
“EHEM!!”
Dehaman Naresh membuat Aisyah dan Alisya terperanjat di tempatnya.
“Kamu lihat? Tadi saya benar-benar diam sepanjang permainan. Berarti saya menang kan?” ucap Naresh menagih janji Aisyah ketika pria itu bisa memenangkan taruhannya barusan. Aisyah mengerucut bibirnya sebal, salah besar ia menantang si laki-laki kepala batu itu apalagi dengan tantangan kecil seperti itu. Kalau sudah kalah begini, Aisyah sendiri yang repot.
“Yahh, Kak, bisa-bisanya kalah dari Dokter Naresh, hahaha...” Alisya ikut menertawakan kekalahan Aisyah.
Naresh tersenyum penuh kemenangan, dan Aisyah berusaha untuk sportif dengan permainannya sendiri.
“Yaudah, Dokter mau apa?!”
“Kenapa cetus gitu ngomongnya? kamu yang nantangin juga, ya kamu harus ikhlas dengan hukuman kamu sendiri.”
Aisyah mendengus sebal.
“Permintaan saya gak susah tapi untuk jangka panjang,” ujar Naresh lalu dia menatap wajah gadis itu, “Tutup dulu mata kamu.”
“Ih ngapain sih?!”
“Gak usah protes, buruan tutup mata kamu!”
Dengar gertakan Naresh yang lebih galak, akhirnya Aisyah menurut untuk menutup matanya di hadapan Naresh.
“Sekarang buka.”
Begitu Aisyah membuka matanya,
PUK
Sebuah boneka kelinci kecil menepuk pucuk kepalanya sehingga Aisyah kaget dengan kejutan kecil itu.
“Permintaan saya adalah... saya minta kamu untuk terus ada di samping saya apapun yang terjadi,” Naresh mencolek hidung Aisyah dengan perantara boneka itu, “Bisa kan?”
Bibir Aisyah kelu, matanya tak mampu menatap kedua netra pria berparas tampan itu dan terus tertuju kepada boneka yang ada di hadapan wajahnya.
“Jawab bukannya bengong, kamu janji nurutin permintaan saya.”
Aisyah tersontak, “E-Eh, i-iya dok...”
Alisya menatap curiga kedua insan di hadapannya, “Kak Aisyah sama Dokter Naresh tuh pacaran apa gimana sih?”
Aisyah langsung kaget, cepat-cepat ia menukas ungkapan pasien kecilnya itu agar tidak timbul salah paham.
“Astagfirullah enggak, Alisya... ma-maksud Dokter Naresh tuh biar kakak terus bantuin Dokter Naresh kalau periksa pasien lagi... jadi Kakak harus ada di samping Dokter Naresh terus, ya kan, Dok?!”
Naresh hanya tertawa geli, ia tak memberi jawaban apa-apa hanya memberikan smirk penuh artinya ke Aisyah.
Lagi-lagi pria itu sukses membuat Aisyah salah tingkah.
“Yah kalo gitu kenapa gak langsung nikah aja? Kak Aisyah sama Dokter Naresh cocok banget soalnya, hehehe...”
Aisyah terus menepis ungkapan Alisya yang membuatnya tak berhenti salah tingkah sampai akhirnya Aisyah kesal sendiri dan berjalan menghentakkan kakinya ke bumi mendahului keduanya, “Ihh, au ah! Alisya mah gitu godain Kakak mulu!”
Alisya tertawa terpingkal-pingkal karena puas menggoda Aisyah.
“Alisya,” tiba-tiba Naresh datang membisik, “Emang menurut kamu... saya dengan Kak Aisyah cocok ya?”
Alisya mengangguk semangat, “Cocok banget! Kayak pasangan-pasangan di drakor gitu, Dok, hehehe... kok tiba-tiba nanya gitu sama Alisya?”
Naresh memberi isyarat Alisya untuk mendekatkan lagi telinganya ke bibir Naresh, “Buat bahan pertimbangan.”
Alisya mengerut satu alisnya heran, ia tak begitu paham apa maksud Naresh tapi pria itu tampak sangat menikmati momen hari ini.
“Mereka bener-bener gak ada hubungan apa-apa kan?”
Meanwhile di belakang momen bahagia mereka, tanpa sepengetahuan ketiganya...
“Aisyah... kamu itu... milik aku...”