The Truth Untold

“Nih totalnya ada 30 rekaman, gede-gede ukuran filenya sampai 150 GB sendiri. Mending lo dengerinnya pake headphone terutama rekaman bokap lo, Res.” ujar Jovian panjang lebar.

“Lo udah dengerin semuanya, Jov? Kira-kira apa kesimpulannya?” tanya Naresh.

“Mending dengerin dulu, nanti lo simpulkan sendiri aja.”

Naresh memakai headphone-nya dan matanya melotot begitu tangan usil Jovian sengaja memakaikan headphone ke kepala Aisyah seolah sengaja membuat pemuda itu hatinya panas.

“Heh, emang dia masih bayi apa? Segala harus dipakein headphone,” cetus Naresh jengkel.

Jovian tersenyum miring, “Aisyah kan disini jadi tuan putri, Res, harus di layani baik-baik.”

Ingin sekali rasanya Naresh memukul wajah usil Jovian yang terus menggodanya sampai ingin darah tinggi. Naresh yang emosian dan Jovian yang usil adalah perpaduan yang pas untuk memulai perang dunia.

Akhirnya untuk mengalihkan perhatian Naresh dari topik Aisyah, tanpa aba-aba Jovian langsung menyalakan rekaman suara di laptopnya.

“SUDAH SAYA BILANG SAYA GAK MAU INVESTASI KE PERUSAHAAN FARMASI ITU KAN???!!!”

Naresh dan Aisyah tersontak begitu mendengar suara Haidar yang terekam sempurna disana, Haidar yang tak pernah marah sedikitpun, terdengar dari suara rekaman itu ia sedang menggertak seseorang.

“Maaf, nak Haidar, kalau kita terus stuck di pasar—”

“DISINI ATASANNYA SIAPA?! ANDA ATAU SAYA?!” “Pak Romi, saya memang bukan lulusan sekolah bisnis tapi setidaknya saya tahu mana perusahaan yang pantas untuk di ajak kerjasama mana yang tidak! Saya sudah menerapkan sistem syariah itu UNTUK MENGHINDARI JENIS TRANSAKSI GELAP SEPERTI INI! Anda ingin menjatuhkan perusahaan Eyang yang sudah di bangun berpuluh-puluh tahun ke dalam jurang?!”

“Nak Haidar, saya sudah bekerja dengan almarhum Eyang berpuluh-puluh tahun dari nona Anela kecil sampai detik ini saya bekerja untuk nak Haidar. Saya sudah membaca fluktuasi harga saham perusahaan dan mempelajarinya agar bisa mencapai nilai pasar tertinggi dan keuntungannya pun untuk memajukan perusahaan ini! Apa nak Haidar ingin menjatuhkan julukan 'Macan Asia' almarhum Pak Indra yang sudah beliau bangun berpuluh-puluh tahun?!”

“Saya bukan mau menaikkan atau menjatuhkan julukan itu tapi saya di amanahkan oleh almarhum Eyang untuk menstabilkan perusahaan dengan CARA SYARIAH, beliau sudah tak mau perusahaannya terlibat dengan politik kotor.”

“Nak Haidar, ini bukan sekedar politik biasa untuk meluaskan pasar—”

“Istri saya sedang sakit, saya harus fokus mendampinginya dan itu juga bagian dari amanah saya, Pak Romi, anda tahu betapa beratnya amanah yang saat ini ada di punggung saya? Menjadi direktur dalam perusahaan itu bukan keinginan saya seutuhnya, saya salah gerak sedikit saja itu bisa mengancam saya dan keluarga saya, Pak Romi.”

Percakapan Haidar dan Pak Romi terhenti lama. Naresh dan Aisyah menahan nafasnya saking tegang terbawa suasana mencekam antara Haidar dan Pak Romi.

“Tolong pisahkan urusan bisnis dengan keluarga, nak Haidar.”

Percakapan terhenti disitu. Naresh dan Aisyah termenung lama, ternyata benar Haidar di jebak oleh orang terpercayanya, yaitu Pak Romi.

“Bang Haidar udah tahu soal kasus itu jadinya, Jov?”

“Belum, Res, dari Bang Haidar sendiri belum banyak informasi di rekamannya. Karena dia cuman ngajar, ngobrol sama istrinya dan bicara bisnisnya sama Papanya Anela, bukan Pak Romi.” “Sebenarnya kesalahan Bang Haidar satu, dia terlalu mempercayakan tugasnya dengan orang terpercaya, ya Pak Romi soalnya udah kayak keluarga sendiri kan buat keluarganya Anela. Ternyata, Pak Romi bisa berkhianat.”

Jovian kembali mencari rekaman lainnya, “Tapi, Res, lo harus denger yang ini sih.”

KLIK! Jovian mengklik rekamannya.

“Ikutin arahan saya kalau kamu mau bersih, Romi.”

Mata Naresh memencak begitu nada suara Rangga muncul di headphone.

“Semua pihak hukum sudah berpihak dengan kita, kekuatan Haidar tidak sebesar itu untuk melawan kita.” “Dia hanya pemuda naif yang mematok segalanya dengan agama, sampai lupa kalau dunia terlalu jahat untuk itu.” “Soal Haidar akan menjadi urusan saya, sekarang kita fokus untuk menyalurkan dana anggaran untuk para peneliti agar mereka membungkam mulutnya.” “Tenang saja, Romi, sebentar lagi percobaan obat kita akan segera terlaksana...”

Naresh membulatkan matanya.

“Kita akan mencobanya langsung dari pihak direktur...” “Sebentar lagi istrinya Haidar akan di operasi anak saya kan?”

DUAKK!!! Naresh membanting headphone itu keras hingga hancur di atas lantai. Wajahnya memerah geram dengan nafasnya yang tersengal-sengal, pria itu mengumpat bahkan mengutuk Papa tirinya, “Rangga brengsek...!!!”

Aisyah sendiri masih tidak menyangka dengan kejahatan yang di perbuat Pak Romi dan Dokter Rangga, “Do-Dokter... Kak Anela gimana, Dok?! Kenapa mereka jadi targetin Kak Anela?!”

Naresh masih tak menjawab, seluruh aliran darahnya memanas sampai ke kepalanya, rasanya pria itu ingin segera menghampiri Papa tirinya dan menghabisinya detik itu juga.

“Gue udah buat beberapa rangkuman dari semua rekamannya, sampai detik ini, data yang bisa kita dapetin cuman sampai sini aja.” “Mulai sekarang lo harus waspada dengan obat-obat yang ada di bagian farmasi, bokap lo masih menargetkan pengedaran obatnya melalui obat bius untuk bedah jadi pastiin jenis obatnya jangan sampai kita kelolosan, Res.”

Naresh hanya bergeming dengan sejuta strategi yang ia pikirkan dalam otaknya.

Terutama soal operasinya nanti untuk Anela.

Gue gak boleh lengah, keadilan harus segera kita tegakkan.