The Real Hero

“Angel... kamu tahu bahwa di dunia ini kita punya pahlawan yang sesungguhnya?”

“Um... para Nabi dan Khalifah Islam?”

“Itu pahlawan bagi para umat Muslim, tapi ini adalah pahlawannya kita.”

“Pahlawan negara...?”

“Pahlawan kita, Angel, bagi kehidupan kita.”

Angel masih berpikir keras soal tersebut di kelasnya pada saat mondok di Sleman, Angel kembali berpikir namun sayangnya masih tak ada jawaban.

“Jadi, Pahlawan yang ada dalam kehidupan kita adalah...” “Ibu.”

Hati Angel seketika bergetar, kalimat Ibu yang mampu menyentuh hatinya seolah kembali mengingatkan dirinya dengan sosok almarhum Mamanya.

“Mengandung 9 bulan dengan segala resiko tinggi yang bisa saja mengancam jiwanya, begitu melahirkan, Ibu kita bertarung demi nasib selanjutnya antara hidup atau mati, tapii... Ibu kita tak memikirkan nasibnya, melainkan nasib kita, Angel.” “Pahala seorang wanita yang meninggal karena melahirkan itu adalah mati syahid, dan begitu ia bisa hidup dan melahirkan bayinya itu, seorang Ibu tak berhenti berjuang disitu, menyusui sampai kita berusia 2 tahun, mendidik dan mendampingi tiap momen penting hidup kita... Ibu adalah sosok yang sangat berperan penting bagi kehidupan kita bahkan menjadi penentu ridho Allah terhadap kita, Angel.” “Itulah yang saya sebut tadi, Ibu... adalah pahlawan sesungguhnya yang ada di kehidupan kita.”

Angel sedikit termenung dengan materi tausiyah kali ini... seolah keberkatan seorang Ibu itu akan menjadi hadiah terindah dalam hidupnya... tapi... apakah itu masih berlaku untuknya?

“Alangkah indahnya saya bisa merasakan itu di jalan yang benar, apakah itu masih berlaku untuk saya yang kotor ini, Ustadzah?”

“Inshaa Allah, Angel, kamu bukanlah wanita kotor. Kamu hanya pernah tersesat dan sedang hijrah menjadi orang yang lebih baik dari sebelumnya...” “Islam itu indah, dan Allah pun Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Perjuangan kamu saat ini pun terhitung sebagai jihad, Angel, karena kamu sedang berjuang di jalan Allah.” “Saya yakin, bayi yang nanti lahir dari perutmu itu akan menjadi buah hasil dari perjuanganmu, Angel... Inshaa Allah...”

Ungkapan itu menghangatkan hati Angel, seolah semangatnya untuk berjihad dengan bayinya itu semakin menggebu-gebu. Ia bersumpah, bahwa ia akan menjadikan anaknya itu sebagai generasi Qur'an.

Angel pun sama, dia akan mempertaruhkan hidup dan matinya untuk anaknya, seperti yang dilakukan Mamanya dulu untuknya...

“Saya mau menjadi sosok pahlawan itu untuk anak saya, Bu Ustadzah...”


“Dok, dok! Kondisi anak saya bagaimana??!!”

Keluarga Angel, Adit, Haidar, Anela dan kawan-kawannya saling mengadah tangan memanjat doa, hatinya mengait harapan tentang kabar Angel selanjutnya namun wajah kelam sang dokter itu justru membuat mereka semakin gelisah.

“Untuk bayinya, Alhamdulillah selamat dan saat ini sedang di rawat intensif di inkubator, namun Ibunya... masih kritis dan belum bisa sadarkan diri...”

Lutut Adit langsung melemas di tempatnya, Haidar cepat memapah tubuh Adit dan Papa Angel pun tak kuasa menahan air matanya dan bersandar lemah di bahu sang istri, begitupun Anela dan kawan-kawannya... mereka memencak kedua matanya shock dan diam mematung tak tahu harus bereaksi apa... hanya segumpal air mata yang sudah menumpuk dan hendak jatuh dari pelupuk matanya.

Sungguh mereka belum siap dengan kepergian Angel.

“Dok... tolong Dok... selamatkan Angel... tolong selamatkan Angel...“Adit dengan pilu berlutut memohon-mohon kepada sang dokter

“Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, Pak, sekarang kami hanya bisa berharap akan ada keajaiban mukjizat yang akan menolong Angel...”

Semua masih semu, harapan hidup Angel masih tergantung di langit bersama rahasia takdir...

Semoga Angel bisa kembali pulang bersama orang-orang tercintanya dengan kebahagiaan yang sedang menantinya di dunia...