So... This is What We Called as 'Date'?

Lokasi yang ditujukan Rose ternyata sebuah mall besar yang ada di Jakarta, dan Ibra sudah melihat bayang-bayang wanita yang hendak ia temui itu di sebuah kafe dalamnya. Rose juga ikut melambaikan tangannya riang, Ibra cepat lari lalu duduk di hadapan wanita cantik bermata hazel itu.

“Kamu udah nunggu lama?” tanya Ibra.

“Enggak kok! aku juga baru sampai kesini!” jawab Rose berbohong, karena ia sudah sampai di kafe itu sejak 1 jam yang lalu.

Ibra merogoh satu kantung kertas yang berisikan syal milik Rose, “Oh iya ini syalnya—”

“E-Eh tunggu dulu!” Rose mencegat tangan Ibra, membuat sang pemuda mengangkat satu alisnya heran, “Pesen makan dulu atau minum disini!”

Ibra bergeming sebentar, lalu ia mengikuti pinta dari wanita di hadapannya dan membuka menu yang ada di atas meja. Rose mencuri lagi pandangannya terhadap pemuda berparas eksotis itu, pesonanya dengan lengan kemeja yang ia gulung se-lengan asal, rambutnya sedikit acak-acak namun masih terlihat tampan. Rose tak bisa lagi menahan rasa kagumnya terhadap Ibra.

“Saya pesan minum aja, kamu udah pesen makanan atau minum?” Ibra menutup buku menunya.

“U-Udah kok, langsung aja di pesan,” Rose memanggil salah satu pelayan yang berdiri tak jauh dari tempat mereka, “Ya, pak, bu, ada yang bisa saya bantu?”

“Saya mau pesen banana smoothies-nya satu,” pinta Ibra.

“Oke, ibunya?”

“Saya udah kok tadi,” timpal Rose.

“Untuk makanannya?”

“Hmm makanannya ya....” Ibra melihat-lihat lagi menunya.

“Kita ada saran menu kak, kebetulan hari ini lagi ada menu spesial untuk para pasangan muda lengkap dengan minumannya, tapi karena tadi udah pesan minuman di luar menu spesialnya jadi bisa kok dari makanannya. Syaratnya yang penting adalah bapak dan ibu ini adalah pasangan sah yang sudah menikah.”

Ibra dan Rose diam mematung, lalu saling menatap satu sama lain dengan canggung....

“A-Anu, kita ini rekan bisnis... bukan pasangan suami istri....” ucap Ibra dengan rasa malu yang luar biasa. Rose juga tak bisa menutupi wajahnya yang sudah bersemu merah.

“O-Oh maaf, pak! saya kira bapak sama ibu suami istri, soalnya cocok banget... maaf ya pak, bu!” pelayan itu pergi terbirit-birit sambil merutuk dirinya. Ibra melirik ke arah Rose kikuk, bagaimana bisa mereka di sangka pasangan suami-istri sedangkan di kafe ini tak hanya mereka saja yang saling berpasangan. Apa semua pasangan di kafe ini pasutri?

Perasaan Rose juga jadi tak karuan, entah ingin senang atau malu. Ia harap kesalahpahaman tadi bisa menjadi doa untuk masa depannya.

Siapa tahu kan?

“Ehem!” Ibra mendeham, guna mencairkan suasana, “Gimana... butik kamu?” akhirnya pemuda itu membuka suara.

Rose menjawab dengan gelagapan, “A-Ah... mama baik, eh! maksudnya butik aku baik!”

“Butik kamu baik gimana?”

“Yaa lancar, belum ada yang aneh-aneh.”

“Emang aneh-aneh kayak gimana?”

Rose mengatup bibirnya rapat-rapat, bicaranya jadi ngaco kemana-mana karena insiden barusan.

“Ih nanya mulu! pokoknya baik! yang punya butik gak ditanyain?!” cetus Rose kesal.

“Ya yang punya butik mah gak usah di tanya juga kelihatan baik, emang kamu lagi gak baik-baik aja?” balas Ibra.

“Yaa nggak juga sih, tapi kan pengen juga di tanyain....” ucap Rose seraya memajukan bibirnya cemberut, membuat Ibra tertawa geli melihat tingkah lucu dari wanita di hadapannya.

“Yaudah iya, gimana kabar kamu, Rose?” Ibra menopang dagunya mendekat, senyuman lembutnya lagi-lagi membuat jantung wanita itu berdegup tak karuan. Ih sengaja ya ini cowok?!

“Ba-baik....”

“Baiknya gimana tuh?”

“Yaa baik! kan Mas Ibra bisa lihat sendiri aku baik kan?!”

Ibra mendengus, “Lah kok kamu sewot lagi sih?! kan tadi kamu mau saya tanyain kabarnya giliran di tanya malah di sewotin!”

“Abisnya nanya mulu!”

“Allahu akbar, Rose, kamu yang minta....”

Rose menggenggam dua sisi rambutnya, melilitkannya di hadapan wajah karena saking malunya. Ibra masih mengerut dahinya heran, tapi akhirnya ia mengalah.

“Oke sekarang saya diam aja deh,” kehadiran banana smoothies yang sudah di pesan Ibra akhirnya menjadi pelampiasan rasa canggungnya. Pemuda itu sudah berusaha maksimal untuk mencairkan suasana antara keduanya namun tak di sambut baik oleh sang lawan bicara. Sekarang mereka berdua diam, sibuk dengan urusannya masing-masing agar tidak malu saling menanti.

Rose jadi merasa bersalah karena salah tingkah tadi.

“M-Mas Ibra....” akhirnya sang puan bersuara.

“Hm?” dehaman serak Ibra membuat Rose berdegup.

“Aku mau ke suatu tempat, mau nemenin gak?”

Ibra mendongakkan kepalanya, belum sempat menjawab tapi wanita di hadapannya sudah beranjak dari kursinya duluan membuat ia juga mau tak mau harus mengikuti langkahnya dari belakang.

Meski ia tak tahu apa yang ada di kepalanya Rose.



“Serius, kamu masih mau main game kayak gini?”

Ternyata Rose sudah mengincar satu tempat sejak tadi, yaitu game center yang letaknya tak jauh dari kafe tempat mereka duduk tadi. Raut wajah Rose sekarang berubah girang, bahkan wanita itu langsung lari ke counter untuk membeli satu kantung koin besar untuk memulai permainan.

“Hehehe ayo main!” Rose menarik lengan Ibra ke sebuah permainan, yaitu basket ring, “Ayo kita adu skor! yang kalah nanti wajib turutin apa yang di minta sama pemenangnya!” tantang Rose, dan di balas anggukan mantap Ibra.

“Ayo, siapa takut?!”

Mereka sepakat untuk bertanding, begitu koin sudah dimasukkan dan aba-aba dari mesin sudah menyala. Dengan penuh semangat keduanya memasukkan bola—saling berkompetisi satu sama lain, sepasang insan ini memang cukup unik, mengikuti alur semesta yang tak biasanya sebagaimana sebuah pertemuan romantis melainkan takdir memberinya pertemuan yang tak terduga-duga.

Ibra : 45 Rose : 20

“YAH KOK SKOR KITA BEDA JAUHH??!!” pekik wanita itu, dibalas ketawa renyah Ibra yang menjadi pemenang.

“Nah karena saya yang menang, berarti kamu ikutin apa kata saya kan?” ucap Ibra dengan senyum angkuhnya.

“Ish... iya iyaa!” Rose merengut. Tangan Ibra sudah siap-siap di hadapan kening Rose, “E-Eh, Mas Ibra mau ngapain?!”

“Sentil jidat kamu, kan kamu kalah.”

Rose menganga selebar-lebarnya, “ASTAGA MAS, AKU CEWEK LHO YANG BENER AJA KAMUU??!!”

“Udah nurut aja, kan kamu kalah.”

Rose tak menyangka kalau ternyata Ibra akan melakukan hal sejauh itu. Ia pasrah, matanya terpejam sambil cemas-cemas harap kalau sentilan itu tidak akan menyakitinya.

PUK!

“Tapi bohong, hahaha... mana mungkin saya sentil jidat perempuan,” syal putih tebal milik Rose di tepuk ke pucuk kepala sang puan oleh Ibra. Pemuda itu terkekeh geli, melihat wajah lucu Rose yang ketakutan. sudah lama ia tak merasakan kebahagiaan seperti ini.

Sangat. Bahagia.

“Kamu lucu banget sih, segitu takutnya saya sentil.”

“Ya takut lah! itu tangan gede banget kalau mendarat ke jidat aku, bisa-bisa gegar otak!”

“Lebay banget, mana mungkin sampai gegar otak!”

“Bisa aja kan?!”

“Nggak lah, gak mungkin!”

Rose cemberut, “Mas Ibra tuh rese banget sih, bikin hati aku gak karuan aja!” rengutnya sambil mengembungkan pipinya sebal. Bukannya jengkel, justru Ibra gemas lihatnya.

“Gak usah ngambek, saya gak bakalan takut,” sekali lagi pemuda itu mengacak rambut Rose dengan syal yang ia bawa. Ibra meletakkan lagi syalnya ke dalam kantung dan menyerahkannya kepada sang pemilik, “Nih bawa, ntar lupa lagi, saya mau pulang sekarang.”

GREP!! Rose menahan lengan Ibra, “Ih bentar, jangan pulang! kita kesana dulu!”

“Kemana lagi, Rose?”

“Ke photobooth

Ibra mengernyit, “Hah?” belum ia melanjutkan kalimatnya, Rose sudah menarik tubuhnya ke photobooth untuk mengambil foto bersama. Cepat wanita cantik itu memasukkan beberapa koinnya, mengambil atribut yang tersedia seperti bando kelinci dan jepitan pita.

“Mas Ibra pakai ini!” decak Rose seraya memakaikan bando kelinci di kepala Ibra.

“Gak mau!” tepis Ibra.

“Ih nurut! pakai gak?!” Rose terus memaksa, sampai lelaki itu pasrah dengan bando yang terpasang di kepalanya.

Kamera sudah siap, keduanya di minta siap-siap untuk berpose. Ibra masih diam mematung disana, tak mengerti dengan situasi yang menjebaknya saat ini... tapi hatinya sangat menikmati momen ini.

1... 2... 3...

Ckrek!

Keduanya berpose sebanyak 4 kali jepretan, ada yang kaku, aneh, bahkan gila karena Rose memasang mimik wajah konyol. Ibra yang melihatnya tertawa terbahak-bahak.

“Kayak ondel-ondel ekspresinya, hahahaha!” ejek Ibra.

“Dih lihat nih kamu, kayak patung mukanya kaku banget!” balas Rose tak mau kalah.

“Ah masa sih? itu pose keren tahu!”

“Keren dari Hong Kong, hahaha!!”

Keduanya saling tertawa bahagia, tak terasa sudah berapa jam mereka habiskan waktu bersama. Rose merobek fotonya menjadi dua bagian, “Nih, satu buat aku, satu buat Mas Ibra, di simpen ya baik-baik!”

Ibra menerima satu fotonya. Matanya melirik ke arah foto yang di pegang Rose, “Saya boleh minta yang itu aja gak fotonya?” tanya Ibra.

“E-Eh emang kenapa?” Rose melihat foto yang ada di tangannya, “Kamu ngerasa ganteng ya di foto ini?”

Ibra menggeleng pelan, lalu tersenyum.

“Disitu ekspresi kamu sangat ekspresif, saya suka.”