Reuni
“ANGEELLLL!!!!”
“ANELAAAAAA!!!!!”
Gue memeluk erat tubuh ringkuh sahabat gue yang udah lama tak berjumpa, dengan perutnya yang super besar itu dia susah payah meraih punggung gue. Peluhnya sedikit menetes dari sisi pelipisnya, Angel tersenyum tegar di hadapan gue.
“Ya ampuuunn... kayaknya Anela setelah nikah jadi makin chubby pipinya!!”
“IHH KOK GITUU?? BERARTI GUE HARUS DIET DONGG!!”
“Jangan.”
Mas Haidar menyergah percakapan kami cepat.
“Kelihatan lebih sehat, gak perlu diet segala. Saya suka diri kamu yang sekarang.”
Wajah gue bersemu merah, Angel cuman ketawa cekikikan karena melihat reaksi gue mendengar pujian itu keluar dari mulut Mas Haidar.
Gue mencibir malu sambil menarik tangan Angel menuju kamarnya.
“Hah... untung aja gue bawa Angel kesini ya, dia bahagia banget setelah ketemu sahabatnya.” — Adit
“Iya, Maryam juga. Bagaimanapun juga kayaknya mereka kangen masa-masa mudanya...” — Haidar
“Dar, ntar temenin gue ke Rumah Sakit untuk lahirannya Angel ya.” — Adit
“Nanti dulu aja, lo baru dateng kesini jauh-jauh, mending istirahat dulu aja sana di kamar tamu.” — Haidar
“Angel dimana?” — Adit
“Kamar Aisyah.” — Haidar
“Oh...” — Adit
“Kenapa? Kecewa? Sabar dikit, lamarannya aja belum di jawab.” — Haidar
“Astagfirullah enggak, Dar, lu mah gitu kebiasaan mikir macem-macem!” — Adit
“Muka gak bisa dibohongin soalnya, hahahaha, udah sana ke kamar! Istirahat yang cukup sebelum urus yang lain!” — Haidar
“Iya bawel!” — Adit
Setelah kami menyelesaikan ibadah Maghrib kami, tepatnya pukul setengah 7, gue menghidangkan makan malam kami di atas meja dengan rapih. Menampilkan berbagai menu ala eropa andalan gue. Senyuman sumringah gue muncul begitu melihat Mas Haidar menyendok banyak spaghetti buatan gue.
“Woy, inget orang juga lah kalo ambil jatah!“protes Kak Adit
“Itu masih banyak kok, sewot amat sih”balas Mas Haidar sambil melahap satu suapan spaghettinya
“Ckckck, ternyata setelah nikah nafsu makan lo makin gede ya, Dar.”
“Iya lah, makanya ntar lo juga ngerasain sendiri kalo udah nikah.”
Kak Adit seolah skakmat, dia sekelibat melirik Angel dan suasana mereka jadi canggung. Gue menyikut lengan suami gue, ternyata Mas Haidar kalo sama temennya rada jail ya -_– kan kasihan Kak Adit sama Angel makannya jadi kaku gitu.
“Makan aja yang banyak, aku bikin yang banyak kok!“sahut gue berusaha mencairkan suasana
Angel susah payah menyendok satu suapannya itu, gue lihat sejak tadi dia memejam sebelah matanya seolah kesakitan sambil memegang perut besarnya.
“Angel? Kenapa? Ada yang sakit?“Kak Adit yang peka langsung menanyakan kondisi Angel
“Gak, Mas, Gapapa... biasalah kalo perut sakit gini... hehe...“jawab Angel
“Butuh sesuatu? Kamu ada obat gak?”
“Gak, Mas, sudah gapapa. Lanjut aja makannya...”
Gue melihat sikap Angel yang terlihat sangat lembut dengan Kak Adit, beneran, dia beda banget dari Angel yang dulu gue kenal. Dia benar-benar udah berubah.
Angel juga sekarang terlihat sangat berjuang keras dengan bayi yang ia kandung sekarang, padahal... ayah dari bayi itu sudah mencampakkannya tapi Angel dengan bijaksananya memutuskan untuk membesarkan bayi itu...
Semoga saja, Allah benar menurunkan sosok Kak Adit untuk kebahagiaan Angel dan bayinya.
“Maryam?”
Lamunan gue buyar begitu Mas Haidar memanggil nama gue,
“Kenapa melamun? Apa yang kamu pikirin?”
Gue menggeleng cepat,
“Enggak, Mas, gapapa... cuman khawatir aja sama Angel, hehehe...“gue menoleh ke Angel, “Angel, kalo butuh apa-apa sekarang ada gue jadi panggil gue aja ya!”
Angel mengangguk tersenyum, “Iya, Nel, makasih ya...”
Pertemuan gue dengan Angel saat ini... seolah bermakna dalam bagi gue, karena gue pun kelak, akan berada di posisi Angel...