Remedy

Di ambang pintu sudah ada sosok pria pemilik tubuh 177 cm dengan tatapan nanarnya, Mina yang sudah tak bertenaga langsung lemas dan jatuh di hadapan tamunya.

“Mina!” Husein langsung menangkap tubuh gadis di hadapannya, ia menarik sarung tangannya lalu menyentuh kening polos Mina, “Kamu panas banget, yakin udah minum obat?!” decak Husein khawatir.

Di belakang Husein ada sosok wanita paruh baya yang ikut cemas, cepat ia mengeluarkan beberapa kantung koyo yang sudah di titipkan Haidar sebelumnya untuk sang putri. Begitu Husein membopong tubuh Mina ke atas kasurnya, ia cepat menarik selimut untuk sang gadis, mengambil termometer yang tergeletak di atas nakas.

“Udah cek suhu belum?” tanya Husein.

“Udah, turun kok dari kemarin” jawab Mina dengan nada lirih.

“Berapa?”

“37,9 celcius.”

Husein mengernyit alisnya, “Yang bener aja kamu! Kemarin emang berapa suhunya?! Mana obat kamu?!” belum sempat di jawab, mata Husein ke arah satu plastik putih kecil yang ada di nakas pula, mengambil beberapa obat yang di konsumsi Mina.

“Kamu gak ada alergi obat atau sejenisnya, Mina?” tanya lagi Husein. Mina sudah mulai gerah dengan pertanyaan introgasi Husein langsung menutup wajahnya dengan selimut kesal.

“Aminah!” sahut lagi Husein.

Angel langsung menepuk bahu Husein, “Sudah, Mina pusing diomelin kamu terus. Mending kamu bikin air kompres aja atau apa yang hangat-hangat.”

“Bunda, obat yang di minum Mina harusnya ampuh untuk demam tapi kenapa dia malah lemas gini?!” Husein menderu nafasnya kasar, “Kamu pergi ke dokter sama Aaron kan? Kamu gak tahu dokternya siapa aja yang bagus disini, harusnya kamu kalau ada apa-apa tuh ngomong sama aku!”

Mina membuka lagi selimutnya, “Ada ya orang sakit di omel-omelin gini?! Kak Aaron kan atasan aku, dia yang ngejamin semua kebutuhan aku disini, ya kebetulan juga dia yang nawarin aku untuk pergi ke rumah sakit yaudah perginya sama Kak Aaron!”

“Kalau orang asing yang nawarin kamu ke rumah sakit, kamu iyain juga gitu?!” Husein menghempas nafasnya, “Kamu tuh punya aku, Mina!!”

Kalimat yang keluar dari bibir manis Husein terkesan ambigu, membuat kepala Mina berputar hebat bahkan Angel yang disana juga ikut menganga. Seketika pemuda itu sadar dengan ucapannya. Duh gue ngomong apa sih...

“Di dapur ada makanan gak?” Husein mengalihkan pembicaraan.

“Ada beberapa... telur sama sayuran...”

“Yaudah, kamu tidur dulu sana, aku buatin sup telur.”

Seolah tahu tata letak dapur Mina, Husein menyergap celemek merah yang di gantung dan memakainya, mengambil beberapa bahan sup telur yang akan dia buat untuk gadis pujangga hatinya. Jantungnya kembali berdetak tak menentu, kalimat aneh yang keluar dari bibirnya tanpa sadar itu membuatnya ingin menghentak kepalanya berkali-kali di tembok.

Sedangkan Mina, saat ini punggung polosnya sedang di tempeli koyo oleh Angel.

“Maaf, Tante... jadi ngerepotin nih...” ucap Mina kikuk.

“Ngerepotin gimana?! Enggak dong sayang... sekarang disini, Tante tuh jadi bundanya Mina...”

Mina mengulum senyum simpul, matanya sekilas melirik punggung besar Husein yang berkutat dengan masakannya. Kalau boleh jujur, hati Mina ikut menghangat, melihat bagaimana Husein mengkhawatirkannya seperti dulu pada saat mereka kecil.

Perhatiannya masih tak berubah.

Flashback...

“MINA KOK NAKAL SIH, KAN BANG HUSEIN BILANG MINA TUH GAK BOLEH OLAHRAGA BERAT, KAMU KAN ASMA!!”

Mina yang masih kelas 1 SMP dengan Husein yang masih kelas 3 SMP, di ruangan kesehatan sedang ramai oleh anak-anak yang menyaksikan Mina terbaring lemah dengan oksigen. Husein dengan tangan gemetarnya langsung meraih kepala Mina dan mengelus lembut kepala Mina.

“Bang... sakit...”

“Emang sakit! Siapa suruh kamu ikutan lari marathon?! Hah?!”

“Nanti... Mina gak... dapet nilai...”

“TERUS MENDINGAN KAMU MATI GITU?! HAH?!”

Seisi ruangan langsung terpaku mematung, Husein sekali lagi menyahut ke orang-orang yang masih mengerumuni ranjang Mina, “LU PADA NGAPAIN?! ORANG SAKIT BUKAN TONTONAN, KELUAR LU SEMUA!!”

Mina terkekeh kecil mengingat Husein kecil dulu yang bagaikan seorang ksatria yang selalu melindungi putri kecilnya.

Sekarang pun... perhatian itu tak luput dari sosok Husein.

“Kenapa ketawa? ada yang lucu?” Husein meletakkan sup telur buatannya di nakas samping Mina, ia melepas sarung tangannya dan meraih satu sendok suapan telurnya, “Aku gak tahu bumbunya pas atau enggak, coba nih makan, Aaa....”

Mata Mina terbelelak lebar, “E-Eh, Bang Husein... Mina bisa sendiri—”

“Buruan, Aaa....”

Mau tak mau, Mina melahap satu suap sup telur dari Husein.

“Enak?” Husein memastikan lagi, di balas anggukan kecil Mina. Angel dari belakang sana— kamar mandi, tersontak dengan kedekatan Husein dan Mina.

“Bang Husein, sudah biar Bunda aja yang suapin Mina.” Angel bergumam dalam hati, Kalau Mas Haidar lihat bisa-bisa anakku di geprek dadakan ini...


“Mina udah tidur nyenyak, Bun?”

“Udah, kayaknya kita pulang aja sekarang. Besok kita check lagi kondisinya.”

Husein mengambil barang-barangnya yang berserakan, menatap lemat wajah lelapnya Mina yang sedang tenggelam bersama mimpi indahnya. Refleks pemuda itu kembali mendekat, ia meletakkan punggung tangannya di kening Mina, “Oh udah mulai turun lagi panasnya, besok udah sembuh kayaknya.”

Punggung tangan Husein beralih ke pucuk kepala Mina, ia mengelus pelan kepalanya yang di balut hijab bergo hitam, namun sadar bahwa ia barusan menyentuh bukan mahram.

“Astaghfirullah, Husein, kontrol diri....” Husein mengusap wajahnya gusar, “Bun, udah belum beres-beresnya?! Ayo pulang sekarang!”

Husein sudah tak mampu menahan detak jantungnya yang hampir meledak.