Promise

Si semprul emang gak pernah bisa ngertiin keadaan...

Husein semakin mengerucut bibirnya ketika Ibra masuk ke dalam mobilnya dan duduk di sampingnya dengan senyuman cengir tanpa dosa.

“Sialan lu bang, ternyata lu diem-diem mau ngajak kakak gua ngedate berdua ya? Kagak bakalan dah gua kasih!” ujar Ibra sembrono membuat Husein refleks memukul lengan pemuda di sampingnya keras-keras.

“Ah sakit!”

“Bego! Jaga mulut lu!”

Mina di belakang menyahut, “Hah? Kalian ngomongin apa sih?”

“Ah enggak, gapapa, kita berangkat sekarang ya!” Husein menepik, dia cepat menancap gas mobilnya berkeliling kota Budapest menikmati malam yang dingin yang dipenuhi lampu-lampu redup yang mengitari sekitar jalan.

Mina terhenyak dengan suasana sunyi malam yang ada di sekitar jalan, pantulan danau yang terlihat dari balik jendela seketika menghangatkan dadanya dengan keindahan yang diberikan kota malam Budapest.

Ya Allah... memanglah Engkau sang Maha Pencipta Yang Sempurna dengan keindahan semua ciptaan-Mu... bahkan hanya dengan melihatnya, dapat membuatku terkajub-kajub ....

“Bang Husein disini shalat maghribnya agak telat ya?” — Mina

“Iya, nanti sekalian kalau udah azan kita ke masjid ya.” — Husein

“Masjid disini gimana dah, Bang Husein?” — Ibra

“Ya... sebenarnya gak megah banget sih bentuk masjidnya, tapi bagus kok. Kalau ada acara besar kayak hari raya atau buka puasa banyak yang datang ke masjid pusat sini. Disini ada Komunitas Islam Eropa juga lho dan disitu banyak pelajar Indonesia yang gabung jadi dari situ kita dapet saudara sekampung hahaha ....” “Waktu awal pindah kesini kita sekeluarga sempat kesusahan beradaptasi kayak nyesuain waktu shalat, terus juga cari makanan halal. Disini harus hati-hati kalau mau makan di restoran karena mayoritas masih pakai minyak babi, kalau mau sekalian cari restoran halal. Nanti gue tunjukin beberapa restoran halal disini.” “Mina kalau misalnya nanti mulai tinggal disini hubungin aku aja ya kalau mau makan diluar.”

Mina mengangguk, “I-Iya ....”

Di balas Ibra mencibir, “Hmph, modus.”


“Nih kopi,” Husein menyuguhkan satu gelas kertas kopi hangat untuk Mina di tengah angin dingin yang merajalela. Mina menyesap kopi susunya.

“Hm, manisnya pas!”

Husein terkekeh, “Syukurlah, berarti kebiasaan kamu masih belum berubah.”

Mina menoleh cepat.

“Inget gak? Dulu kita bertiga iseng nyobain kopi di kafe dekat sekolah? terus karena kamu gak kuat sama kopi, kamu pesan kopi susu terus ternyata rasanya masih pahit.”

Gadis itu mulai menunduk kepalanya.

“Akhirnya kamu tambahin dua sachet gula ke dalam kopinya, baru deh kamu bilang enak, hahahaha ....” “Dari kecil sampai sekarang kamu tetap Mina adik kecilnya Bang Husein ya.”

Mina terdiam.

“Bang Husein.”

“Ya?” Husein menyeruput kopi hitamnya.

“Masih ingat... janji kita 12 tahun yang lalu?”

GLEK! OHOK! OHOK!!

“E-Eh kok malah keselek sih?! Ini tisu, Bang Husein!”

“OHOK! OHOK! Aduh kopinya masih panas banget!”

“Masa sih?! Tadi kopi aku enggak kok!”

Husein berbohong.

Setelah lelaki itu meneguk setengah botol air mineral yang dibawanya, ia mulai mengatur tempo nafasnya untuk menjawab pertanyaan menohok dari Mina.

“Hah... Mina,” ucap Husein bergetar.

“Ya?”

“Dulu... kita masih sangat kecil, sekarang kita masing-masing sudah dewasa ....”

“Jadi?”

“Sudah banyak yang berubah, Mina.”

DHEG! Jantung Mina seketika berhenti berdetak.

“Maaf ....” satu kalimat itu yang keluar dari bibir Husein.

“Kenapa Bang Husein minta maaf?”

Husein membisu lagi. Kedua netra cantik Mina seketika mulai berkaca-kaca, ia menahan rasa sakit yang merujam dadanya saat ini bahkan kini air matanya mulai jatuh membasahi pipinya.

“Apakah... perasaan Bang Husein ke Mina... juga berubah?” gadis itu kembali bertanya dengan suaranya yang bergetar.

Lagi-lagi Husein mengucapkan kalimat yang sama.

“Maaf, Mina...”

Kenyataan memang sungguh pahit.

“Kita mulai hubungan kita dari awal ya?”

SET! Mina langsung berdiri dari tempatnya dan berjalan tanpa arah membawa kakinya menjauh dari sosok lelaki yang baru saja mematahkan hatinya, setelah penantian 12 tahun bersama air mata...

Kini harus berakhir lagi dengan air mata...

“Mina! Aminah kamu mau kemana?!” Husein menarik tangan Mina, namun di tepis oleh gadisnya yang sedang menahan air matanya sekuat tenaga.

“Aku mau pulang,” jawab Mina dengan singkat.

“Ya sudah aku anterin ya, bahaya kalau kamu jalan sendirian malem-malem gini!”

“Gak usah, Mina bisa sendiri.”

“Mina, jangan gini, aku minta maaf buat semuanya! maaf kalau aku ngecewain kamu!”

Mina mendorong tubuh Husein kuat-kuat, “Kalau memang mau pergi seharusnya Bang Husein gak perlu ninggalin jejak dengan janji palsu! Memangnya kamu pikir anak kelas 1 SMP gak bisa mikir, hah?! Sebodoh itu Bang Husein kasih aku janji terus pergi begitu saja dan sekarang?! Sekarang Bang Husein bilang kalau waktu itu kita masih kecil!!” “Bang Husein tahu gimana terpuruknya aku ketika kamu pergi?! Bagaimana hampanya aku ketika gak ada kamu di sisi aku?! Hah, bodoh banget aku ngarepin kamu selama 12 tahun!!”

“Mina, maaf... maaf untuk semuanya, banyak hal yang menjadi pertimbangan aku ....”

“Bohong! Dasar kamu pembohong!! Emangnya aku gak tahu kamu punya pacar disini?! Bang Husein tahu, ketika pertama kali aku menginjakkan kakiku disini, yang aku lihat di Buda Castle adalah kamu dengan seorang wanita!!” “Kalian bergandengan mesra dan aku masih mau positive thinking kalau itu bukan kamu, dan begitu kamu bilang kamu abis dari Buda Castle ketika kita makan siang kemarin di rumah kamu, ternyata benar memang itu kamu tapi kamu bilang ke kita semua kalau wanita itu adalah TEMAN KAMU!!!” “Aku gak percaya, mana ada teman semesra itu, dan memang... Bang Husein yang aku kenal dulu sudah gak ada. Jadi udah gak ada gunanya aku ngarepin Bang Husein lagi.”

Husein masih tak menyerah, dia menahan lagi lengan mungil Mina sekuat tenaga.

“Aw! Sakit! Lepas!”

“Mina, aku berani bersumpah kalau wanita itu bukan pacar aku! Aku harus ketemu dia karena suatu hal yang sangat penting, dan ini semua untuk memperbaiki semua yang udah berantakan—”

“Apa?! Apa maksud Bang Husein berantakan?!”

“MASA LALU AKU, AMINAH!!”

Mata Mina terbelelak begitu Husein berteriak.

“Kamu... Kamu lupa kalau aku ini anak pembunuh? aku ini... anak dari seorang penjahat ....”

“Bang Husein!”

“A-Aku... Aku harus—”

“Udah gua bilang jangan bikin kakak gua nangis lagi kan, anjing?”

Kedua insan yang saling berseteru itu langsung tercekat dan menoleh kaget ke arah Ibra yang sudah menatap Husein dengan tatapan membunuh.

BRUK!! Ibra mendorong jauh tubuh Husein hingga tubuhnya terjatuh.

“Lu masih belum puas bikin kakak gua nangis?” kecam Ibra lagi.

“Ibrahim!” Mina menjerit.

“Gua peringatin sama lu, begitu kakak gua balik ke Indonesia dalam keadaan galau seperti yang lu lakukan ke dia selama 12 tahun ini, gua gak akan segan datang lagi kesini buat gebukin lu, NGERTI?!” “Ayo kak, kita pulang naik taksi aja. Lu ikut gua ke hotel!”

Ibra menarik paksa tangan kakaknya ke arah entah kemana meninggalkan Husein yang tersungkur disana.

Mina... aku... takut kamu gak akan maafin aku...

Meanwhile Ibra sebelumnya, ketika Mina dan Husein berada di percakapan panjang...

“Ah elah, tau gitu gue gak ikut aja sekalian ujung-ujungnya gue jadi nyamuk! Lagian di hotel juga gue jadi nyamuk!” “Masa gue ngajak Desra jalan-jalan? kek pasangan homo jadinya.”

Ibra berhenti di sebuah tempat hotdog yang ada di pinggiran, aroma lezat yang mencuat tentu membuat perutnya keruyukan.

“Wanginya enak nih,” Ibra langsung melangkah mendekati tukang hotdog dengan wajah polosnya, “Excuse me, 1 hotdog please”

“Oh you're tourist?”

“Yeah.”

“Okay, this is special for you!”

Asik banget nih dapet hotdog spesial, emang dah Allah tuh selalu baik sama hamba-Nya yang teraniaya.

PSSSHH...

Ibra memejam matanya meresapi aroma sedap dari daging hotdog yang di panggang dadakan tepat di depan matanya itu.

“Here,” akhirnya hotdog yang di tunggu-tunggu sudah tersaji.

“How much?”

“500 Forint.”

Ibra memberi uangnya sebesar 510 Forint (Dia masih ingat dengan pesannya Husein) lalu dengan cepat Ibra melahap hotdognya ....

“Rasa dagingnya aneh, kok rada manis-manis gitu...”

Pemuda itu tersadar sesuatu.

“Oh... shit!! PHUAH! PHUAH!!”

Ibra menoleh lagi ke arah tempat hotdog yang tak ia sadari bahwa logonya itu bergambar hewan babi yang mengacung jempol.

A legjobb sertéshússal!

Ibra mengambil ponselnya dan membuka aplikasi kamera penerjemah.

Dengan daging babi terbaik

“Astagfirullah hal adzim... Ibra, lu bego banget sumpah ....”

Belum lagi ada pemandangan tak enak dari kedua insan yang sangat ia kenal di hadapannya...

“YA ALLAH DOSA APA GUE HARI INIII????!!!”