Pesan Kami Untukmu

“Ayo ajarin Mama juga pakai jilbab panjang kayak gini!”

Gue cukup kaget dengan permintaan Mama yang satu ini, seneng sih tapi kayak gak nyangka aja gitu, secara Mama tuh orangnya sangat fashionable dan kekinian, Alhamdulillah kalau Mama jadi ikut hijrah sama-sama kayak gini.

“Gampang, Ma, beli aja kerudung bergo dulu kayak Anela nih, sama beli pashmina yang panjangnya sekitar 200x75 cm nanti kita belajar model hijab yang syar'i tapi tetep kelihatan cantik.”

Senyuman lebar Mama menyungging sempurna hingga menampilkan lesung pipit manisnya dari sudut pipi, “Anela, jujur aja, Mama... bahagia sekali dengan diri Anela yang sekarang... dan kamu bisa mendapatkan pendamping seperti Haidar” “Sekarang Mama sudah bisa bernafas lega...”

Mama merangkul bahu gue erat,

“Kamu adalah permata kami, Anela.”

Ucapan itu benar-benar menyentuh hati terdalam gue, membuat sedikit berat juga untuk meninggalkan rumah tapi... ini sudah menjadi fase hidup gue.

Gue sudah cukup dewasa untuk di timang-timang lagi.

“Anela... sayang Mama.”

Mama mengecup pipi gue hangat, “Kami jauh lebih sayang kamu, Anela”

Padahal gue gak nyebut Papa disitu 🙄


“Hah? Papa gak tidur 2 hari?”

Mama mengangguk sambil terus melahap ramennya itu, “Iya! Pas Mama tanyain tuh ya... katanya efek obat eh semalem akhirnya Papa cerita kalau dia gak bisa tidur karena mikirin kamu!” “Papa tuh... diem-diem masih gak rela kalau anak gadisnya mau dibawa pergi sama anak orang...! Hihihihi...”

Apaan, tadi pagi juga gak ada nyapa-nyapanya, malahan nyuruh persiapin bahan skripsi dari sekarang biar bisa cumlaude. Aneh tuh orang!

“Enggak tuh, tadi aja Papa cuek sama Anela malahan disuruh nyari bahan skripsi dari sekarang!”

Mama terkekeh kecil, tangannya berhenti menyendok kuah miso di mangkuknya lalu menghadap ke arah gue dengan lurus, “Anela sayang, Mama akan menitipkan satu pesan untuk kamu, sebelum nanti kamu menikah biar kamu gak kaget ketika seandainya kamu melihat cara suami kamu mengungkapkan cintanya dengan cara yang berbeda...” “Memang, Papa itu sangat keras terhadap kamu dan Bang Jeffry, lalu tidak pernah memperhatikan kalian secara langsung tapi... Papa punya cara sendiri untuk mengungkapkan perasaan cintanya.”

Mama merogoh ponsel dari tasnya, lalu membuka layar dan menampilkan sebuah gambar rumah dengan pemandangan yang sangat bagus di sekitarnya, ada danau jernih bersama rerumputan hijau yang asri nan bersih...

Rumah ini bagaikan istana buat gue.

“Papa memberikan rumah ini untuk kamu, beserta pesannya...”

Mama menggeser layar berikutnya, disitu terdapat kertas yang berisi goresan tulisan tangan Papa dan tlah di scan beserta tanda tangan bermaterai Papa...

Untuk putriku, Anela...

Anela malaikat kecilku, sangat menyukai pemandangan hijau yang asri dengan danau biru nan luas. Sepulang dari Sleman, aku selalu mendengar ocehannya mengenai waduk besar yang ada di Pondok Abah Faqih, dan aku menginginkan anakku menikmati itu sebagai miliknya...

Mungkin akan memakan waktu lama untuk menciptakan istana impiannya, tapi aku sebagai Papanya tetap akan mewujudkannya apapun caranya.

Karena senyum bahagianya, lebih berharga dari setumpuk uang yang akan aku keluarkan nanti untuk mewujudkan istananya...

14 Januari 20XX Darren Adi Soetomo

Bulir kristal yang menumpuk di pelupuk mata gue berhasil lolos membasahi pipi, bayangan monster yang selama ini melekat di sosok Papa seketika luruh dengan rasa haru yang menyesakkan dada.

“Semalam Papa bilang sama Mama... dia menyesal karna sempat salah menilai Haidar, calon suamimu...” “Haidar... datang meminangmu bukan hanya sekedar bermodal cinta dan kata-kata manis, tapi dia sungguh-sungguh ingin mengajak kamu ke syurga bersama... dan itu benar-benar menyentuh hati kami berdua, Anela...” “Kami berdua beruntung sekali, bisa mendapatkan sosok seperti Haidar yang akan menjadi bagian keluarga kami. Tolong ya nak, kamu harus patuh dengan suamimu nanti apapun yang terjadi... tetaplah ada di sisinya, jadilah rumah yang hangat bagi keluarga kecilmu nanti...”

Mama menggenggam tangan gue erat...

“Selamat menempuh kehidupan baru ya, putriku...”

Gue gak bisa sembunyikan lagi perasaan ini, pelukan kami yang masih terkait terus gue peluk erat-erat...

“Mah...”

“Ya sayang?”

“Anela mau ketemu Papa...”

Mama tersenyum lembut, “Coba lihat ke belakang”

Gue tertegun, mata gue sontak melotot begitu melihat Papa dengan kemeja berantakannya itu tengah mengatur nafasnya yang tersengal-sengal...

Papa...

“Kamu kenapa nangis sesegukan gini?! Haidar abis ngapain sama kamu?!”

Bukannya tenang, justru tangisan gue semakin pecah. Setelah bayang-bayang buruk itu lepas dari sosok Papa, seketika gue bisa melihat sisi lemahnya yang menatap gue sayu, dengan rambutnya yang terus memutih mengikuti jalannya waktu...

Ya Allah, selama ini hamba berdosa banget bisa memendam perasaan benci sama Papa selama 20 tahun...

“Kamu kenapa, nak? Haidar abis ngapain? Perlu Papa datengin?”

Gue menggeleng kencang, “Enggak... Mas Haidar gak kenapa-kenapa...”

Papa langsung memeluk gue erat, menenggelamkan kepala mungil gue di dadanya yang bidang, aroma maskulin yang menghangatkan ini... sudah berapa lama gue membenci aroma ini?

Bisa-bisanya gue membenci tempat sandaran senyaman ini? Anela lo udah gila emang.

“Papa... Maafin Anela, Pa... Anela sayang Papa...”

Wajah Papa seperti kebingungan, namun Mama memberi sinyal bahwa kita semua baik-baik saja.

Tangan besar Papa menepuk pundak gue lembut, membelai kepala gue yang dibalut hijab...

“Putri sholehah Papa... maafin Papa juga ya...” “Terima kasih, sudah mau menjadi putri kebanggaan kami... Papa... sangat bangga dengan Anela, terutama... soal keputusanmu sekarang... untuk hijrah... terima kasih, nak...”

Seumur-umur...

Selama 20 tahun ini, baru sekarang kalimat itu terucap dari kedua sudut bibir Papa...

Dada gue rasanya remuk, tapi bercampur bahagia. Kapan lagi gue bisa merasakan kehangatan keluarga seperti ini?

“Anela sayang Papa sama Mama... hiks hiks...”

Mama ikut memeluk tubuh ringkuh gue yang masih tenggelam di pelukan Papa.

“Kami juga sangat sayang Anela...” “Jadilah istri yang baik untuk suamimu ya, anakku...”