Peran Wanita
Kelas hari ini ternyata Aisyah gak jadi guru bagi kami, malahan dia juga ikut belajar disini bersama kami.
“Hehe, Aisyah kan masih SMA juga, kak...“ucapnya cengengesan, gue langsung mempersilahkan Aisyah duduk di samping gue lalu sosok wanita yang mungkin usianya sekitar 30-40 an, beliau mulai menggores spidolnya di atas papan tulis, menuliskan kalimat WANITA besar-besar nan tebal membuat mata kami semua seketika ikut memencak nyala.
“Pria maupun wanita, masing-masing memiliki perannya. Allah menciptakan manusia berpasang-pasangan itu tidak semerta-merta seperti kita membuat boneka-bonekaan, tapi Allah menciptakan manusia untuk menjadi PEMIMPIN alam semesta, dengan peran mereka yang sudah di tentukan dalam firman-Nya di Al-Qur'an.” “Sebelum itu saya mau tanya, apa yang kalian ketahui tentang peran wanita?“Bu Ratih, itulah nama beliau, kini mengajukan pertanyaan yang cukup membuat kami gagap, “Gak usah takut salah, keluarkan semua isi kepala kalian.”
Angel mengacung jarinya, “Wanita itu sangat penting karena akan berperan sebagai ibu...?”
Ustadzah Aliyah bergeming, “Hmm... betul, tapi bisa kamu uraikan kira-kira peran Ibu itu bagaimana bagi kita?”
“Melahirkan...?”
“Terus?”
Angel skakmat, dia menyerah untuk menjawab lagi.
“Yang tadi kamu sebutkan itu benar kok, gak salah, tapi kalau kita cuman tahu satu peran tanpa memaknai peran tersebut, maka semua jasa Ibu akan terasa lewat begitu saja. Padahal gak mudah lho untuk menjadi seorang Ibu.” “Saya akan uraikan ya satu per satu, pertama, peran wanita itu adalah sebagai seorang Ibu. Sistem dunia tidak akan berjalan kalau tanpa adanya seorang Ibu kenapa? karena Ibu yang melahirkan manusia-manusia hebat disini, dan Nabi bahkan Rasul pun memiliki seorang Ibu kan? berarti bayangkan, betapa hebatnya sosok wanita, yang bisa kita sebut... Ibu.” “Dan kalian, adalah calon seorang Ibu dari orang-orang hebat selanjutnya nanti, maka itu, penting sekali bagi wanita untuk terus menimba ilmu, baik itu ilmu umum dan tentu yang utama adalah ilmu agama.” “Karena akar dari putaran kehidupan kita itu adalah keteguhan agama yang di ajarkan ibunya, kalau tidak ada keteguhan agama yang dipegang karena tak diajarkan ibunya, maka goyah juga batangnya untuk menghadapi dunia.”
Kembali menggores spidolnya membentuk peta konsep dari penjelasannya, Ustadzah Aliyyah menggambarkan sebuah rumah dengan tulisan di atasnya JANTUNG BAGI RUMAH.
“Kalian kan mahasiswa modern, pernah dengar istilah 'Men make houses, women make homes'??”
Tentu kita semua mengangguk, kecuali Aisyah. Buat gue istilah itu sangat akrab di telinga kita karena yaa... gimanapun juga kan di seumuran kita kan pernah lah sekali dua kali ngebahas tentang pernikahan dan rumah tangga.
“Dalam kehidupan rumah tangga, wanita juga sangat berperan penting disini. Menikah itu bukan hanya persoalan menyatukan dua insan dalam ikatan pernikahan lalu tinggal satu atap, tapi disini kalian harus kembali menempuh kehidupan baru dengan menyatukan visi misi bersama, salah satunya menuju syurga Allah.” “Makanya sangat penting untuk bisa memilih calon pasangan yang paham dengan agama ketimbang mereka cerdas soal ilmu pengetahuan, kaya tujuh turunan tapi sangat miskin soal ilmu agama.”
Kak Indry menyenggol siku gue, “Ciee beruntung banget sih lo...”
Gue cuman mengulum senyum malu.
“Wanita itu ibarat jantung bagi rumah, sangat penting dan di butuhkan sehingga kalau kehilangan peran mereka tuh rasanya sangat fatal. Kita ambil fenomena dalam sehari-hari, kalau ada seorang anak yang di tinggal kerja oleh Ibunya, sang anak akan merasa sangat kehilangan ketimbang di tinggal kerja Ayahnya, kenapa? karena jantung rumahnya barusan pergi dari rumahnya, sehingga kalau sang Ibu melupakan anaknya dan sibuk bekerja, bisa-bisa anaknya tak tahu arah dan terbawa arus yang salah.” “Ini bukan permasalahan pembatasan kemampuan wanita, tapi ini dimana soal peran wanita yang sudah Allah tetapkan dalam Al-Qur'an dan Hadits. Seperti yang Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam sabdakan, HR. Bukhari 893 dan Muslim 1829 bahwa 'Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Pemimpin negara adalah pemimpin dan ia akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Seorang laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan ia akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Seorang wanita adalah pemimpin bagi anggota keluarga suaminya serta anak-anaknya dan ia akan ditanya tentang mereka..'.”
Giliran Eliza yang angkat tangan, “Bu! Mau nanya dong!”
“Iya boleh?”
“Terus... pendapat Ibu tentang kesetaraan gender tuh gimana? Karena Ibu tahu sendiri kan di Indonesia itu mereka rata-rata lebih superior ke laki-laki dibandingkan perempuan.” “Mereka lebih menganggap laki-laki itu bisa melakukan apa saja dibandingkan perempuan. Perempuan itu seolah-olah tidak berdaya, kerjaannya yaudah di dapur aja gak usah ngapa-ngapain, padahal kalau perempuan sudah beraksi, beuh, dunia hancur, Bu!”
Mendengar ungkapan Eliza yang berapi-api membuat Ustadzah Aliyyah tertawa geli.
“Wah, menarik nih pertanyaannya, oke saya akan jabarkan lagi jawabannya.” “Dalam Islam, tidak ada istilah superior hanya saja Allah pernah bersabda dalam surat An-Nisa ayat 34, 'Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki- laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka' disini Allah tlah membuat laki-laki itu memiliki kemampuan yang sebagian lebih di atas dibandingkan perempuan sehingga mereka bisa berjihad untuk mencari nafkah bagi keluarganya TAPI... jangan lupakan soal kedudukan perempuan yang sangat Allah muliakan, bagaimana tidak? Dalam Al-Qur'an saja ada surat An-Nisa yang artinya Wanita, di surat tersebut Allah jelaskan semuanya tentang wanita, hak dan kewajiban dan kemuliaan seorang wanita. Islam itu sangat menghargai wanita, maka salah kalau misalnya masih banyak orang yang memiliki pola pikir bahwa laki-laki itu lebih superior dibandingkan perempuan tapi lebih tepatnya, Allah menciptakan laki-laki untuk memimpin perempuan, dan perempuan di ciptakan untuk melahirkan seorang pemimpin.” “Jadi kedua-duanya sama-sama mulia dengan perannya masing-masing kan?”
“Coba dong buuu jelasin lagi bagaimana cara Islam memuliakan wanita...”
Ustadzah Aliyah tersenyum, “Islam memuliakan wanita itu dengan banyak sekali cara, yang pertama, dengan kita di anugrahkannya rahim dan perut yang kokoh untuk mengangkut satu nyawa saja... itu merupakan sebuah kodrat yang mulia, yang tlah Allah turunkan kepada kaum wanita... bayangkan saja, melahirkan bayinya aja sudah terhitung jihad lho, kalau kita mati karena melahirkan, matinya kita terhitung syahid dan kita akan masuk syurga-Nya. Belum lagi kita diberikan air susu untuk menyusui anak-anak kita dan air susu ini sangatlah bermanfaat bagi kesehatan dan kecerdasan anak kita. Betapa Maha Besarnya Allah ketika menciptakan sosok wanita, kan?” “Maka itu, wanita itu sangat berharga, saking berharganya... Allah itu menurunkan banyak aturan agar kita tetap terawat dan terjaga, salah satunya adalah dalam berpakaian.”
Otomatis kita semua saling melirik, “Kayaknya baju yang memenuhi syarat baru Aisyah sama Anela deh...“celetuk Angel cengengesan.
“Iya betul, dalam Islam, seluruh tubuhnya kecuali wajah dan tangan itu adalah aurat, yang artinya harus di tutup rapat-rapat dan tidak boleh terlihat sama sekali, terutama oleh laki-laki bukan mahramnya.” “Dan juga tidak boleh terbentuk ya, makanya lebih baik pakai gamis seperti Anela dan Aisyah...”
Anjay, for the first time of my life gue dijadiin contoh ama guru, mantaapp..., gumam gue sambil tersenyum bangga
”...tapi di iringi dengan menjaga sikap dan perilaku.”
Senyuman gue praktis memudar.
“Terhadap lawan jenis yang bukan mahram, kita punya beberapa adab dalam bergaul...” “Yang pertama, tidak boleh bersentuhan bahkan hanya karena salaman sekaligus, kenapa? Karena setruman sentuhan lawan jenis dan sesama jenis itu berbeda, kalian bisa merasakannya sendiri, kalo di pegang cowok tuh kan kayak agak gimana gitu... beda kalau sama cewek...” “Nah itu yang harus di hindari, karena kembali ke poin saya sebut di awal, wanita itu berharga. Jadi saking berharganya itu, yang boleh menyentuhnya cuman orang-orang terpilih, terutama suami.”
Kami semua menjawab oh ria, gue juga baru tahu sih ternyata begitu ya cara Islam menjaga perempuan tuh.
“Terus kenapa sih bu gak boleh sama mas pacar gitu?”
“Pacaran itu kan ikatan tidak sah, sewaktu-waktu laki-laki itu ingin meninggalkan perempuannya, rugi dong kita...” “Allah saking Maha Baiknya, Dia tidak pernah membiarkan hambanya di rugikan salah satu pihak, makanya ikatan yang sah itu cuman satu dalam Islam yaitu pernikahan. Kalau pacaran sebelum menikah itu dilarang, nah kalau pacaran setelah menikah itu justru dapet pahala...”
Mata gue memencak, “SERIUS BUU???”
“Iyaa, dong...”
“Kalo gini mah udah, syurga di tangan gue!”
Tangan Angel mendarat menoyor kepala gue seenaknya, “Yeee pede lu!”
“Ngapa noyor sih?!”
“Abisnya bukan fokus, sibuk nge-haluin Kak Haidar mulu lu! Dosa lho gak fokus daritadi...”
“I-Ih apaan sih siapa yang sibuk nge-halu, sotoy!”
“Anela... Anela... udah baju panjang gitu akhlaknya masih bobrok juga, kasihan gue ama Kak Haidar nanti banyak PR-nya...” — Eliza
“Sudah, sudah... ini kan namanya proses... wajar kalau masih ada kesalahan, nanti pasti kalian semua bisa kok berubah menjadi lebih baik...”
“Aamiin...”
DRRRTTTT....!!!
“Ah pas nih, saya harus ngajar juga ke kelas... kelas ini belum selesai ya, nanti kita selesaikan minggu depan. Oke?”
“SIAP BU ALIYAAAHH!!!”
“Kalau begitu saya pamit ya, Wassalamu'alaikum...”
“Waalaikumsalam, MAKASIH BU MATERINYAA!!”
Meskipun terputus tengah jalan, tapi buat gue materi hari ini cukup precious. Gue seneng banget bisa terus belajar lebih banyak lagi ilmu agama.
Semakin lama gue merasa... hidup gue lebih berarti dari sebelumnya...