Penjelasan
Aisyah tergopoh-gopoh lari ke kamar VIP no 15 dimana Naresh di rawat disana.
BRAK!!
Ketiga orang di dalamnya sontak kaget dengan gebrakan pintu dari luar.
“Ibrahim! Aminah!” sahut Aisyah dengan nafas ngos-ngosan.
Tak ada yang salah disana, hanya sepasang anak kecil yang duduk di kedua sisi ranjang Naresh dengan buku dongeng yang sedang Naresh bacakan.
“Harus banget ya gebrak pintu kayak satpol PP mau ngegrebek?” cicir Naresh dengan nada sinisnya.
Mina menimpal, “Tante Aisyah! Kok gak bilang sih kalo Dokter Naresh di rawat disini?! Tau gitu kan kita disini aja daritadi sambil nungguin Abi pulang,” protes gadis kecil itu.
Naresh memberikan buku besarnya itu ke Ibra, “Kalian baca sendiri dulu gih di sofa sana, nanti saya beliin donat mau ya?”
Serentak keduanya menjawab, “MAUU!!!”
Naresh terkekeh geli dan netranya kembali menatap dalam gadis berseragam biru pastel itu di sampingnya intens dari ujung kepala sampai ujung kaki.
“Kenapa ngelihatin saya kayak gitu?” desis Aisyah.
“Kemarin kamu dateng kesini?”
Aisyah menggeleng cepat, “Enggak!” jawab Aisyah berbohong.
“Gak usah bohong, kakak kamu yang bilang kok kamu kesini kemarin sore,” Naresh membuka ponselnya dan menunjukkan satu potret layar yang menampilkan nama kontaknya astagfirullah, “Saya buat dosa apa sama kamu sampe-sampe nama kontak saya kamu kasih nama begini?”
Aisyah langsung gelagapan begitu Naresh menangkap basahnya soal nama kontak yang ia tulis di ponselnya. Aduh mampus, kok bisa sih Kak Naresh tahu gue nulisin nama kontaknya astaghfirullah?!
“Kamu pikir saya malapetaka ya yang bikin kamu tuh bawaannya pengen istighfar?”
“Dok, dulu tuh saya—”
“Sekarang saya bukan Dokter Naresh, saya pasien.”
Aisyah menghela nafas panjang, “Kak Naresh tuh dulu emang banyak dosa sama saya! Nyebelin, diktator, cuek, kaku, mulutnya tajem!!”
Naresh menganga lebar, “Hah, itu kan dulu karena memang saya harus menegaskan hubungan kita sebagai rekan kerja! Sekarang saya sudah memperlakukan kamu istimewa pun nama kontak saya tetep aja 'astagfirullah'!!”
“Enggak, Kak Naresh tetep sama kok!”
“Aisyah, kamu itu saya perlakukan sangat spesial gak seperti rekan-rekan yang lain!”
“Yaudah kalau gitu kenapa Kak Naresh memperlakukan saya spesial?! Bukannya harus profesional?!”
“Karena saya suka sama kamu!!”
Seketika suasana kamar VIP no 15 itu senyap. Nafas Aisyah tercekat dan Naresh sendiri masih tak melepas pandangannya dari paras gadis mungil di hadapannya.
“Saya suka sama kamu, Aisyah!! Saya juga gak tahu kenapa tiba-tiba saya gak bisa pegang kata-kata sendiri ketika harus berhadapan sama kamu!! Oke, saya minta maaf kalau dulu kasar sama kamu, tapi sekarang saya sedang berusaha jujur dengan perasaan saya!” “Mulai detik ini, saya akan memperlakukan kamu sebaik-baiknya!”
“Hah, justru karena Kak Naresh gak bisa pegang kata-katanya sendiri, saya gak percaya sama semua omongan Kak Naresh!” “Suka? Kak Naresh suka sama saya? Omong kosong. Kemarin aja masih sempet pelukan sama cewek lain!”
Ah tuhkan, Aisyah lihat gue sama Vero...
“Aisyah, saya akan jelasin semuanya soal kemarin. Veronica, mantan tunangan saya tiba-tiba datang kesini padahal saya sudah mencegah dia untuk datang tapi dia tetap bersikeras kesini. Dia meluk saya itu juga atas inisiatif dia sendiri dan mungkin dia ngelakuin itu karena ada kamu! Dia sengaja melakukan itu di depan kamu, Aisyah! Hubungan saya dengan Veronica beneran udah putus!” “Aisyah, banyak hal yang harus saya selesaikan satu per satu agar kita bisa sama-sama dengan damai. Saya sendiri masih dalam pantauan si Rangga dan antek-anteknya termasuk Veronica sehingga bisa membahayakan kamu kalau mereka tahu kamu adalah orang yang berharga bagi saya!” “Saya akan mengutuk diri saya kalau kamu kenapa-kenapa, Aisyah... makanya saya mau mempertaruhkan nyawa saya demi kamu seperti sekarang...”
Aisyah diam mematung dengan seribu pertanyaan di benaknya. Ungkapan Naresh terdengar tulus, tapi masih tak bisa menghilangkan rasa ragu di dalam hati gadis kasihnya itu.
“Saya mohon bersabar sedikit lagi, kali ini saya pegang kata-kata saya. Begitu semua urusan ini selesai, kita menikah, Aisyah!”
Aisyah terkesiap, “Eh, bahkan aku belum jawab soal perasaan Kak Naresh!”
“Bukannya kamu nunggu lamaran saya?!”
Naresh membuka ponselnya lagi dan menampilkan tampilan chat Aisyah ketika Naresh koma tempo lalu.
Astagaaa...!! Aisyah, kamu bego banget, huweeee!!
“Saya gak perlu lagi tunggu jawaban kamu kan?!” Naresh mendesak lagi gadis itu hingga kepala Aisyah rasanya mau meledak di tempat, “Kamu gak akan bisa menghindar dari saya, Aisyah, sampai ujung dunia pun saya akan mencari kamu jadi jangan pernah ada pikiran untuk kabur dari sisi saya.” “Kamu sudah janji untuk selalu ada di samping saya selamanya!”
Wajah Aisyah sudah memerah padam bak kepiting rebus, ia langsung menyambar ponselnya yang masih dipegang dua ponakannya itu lalu berlari keluar tanpa meninggalkan sepatah kata pun. Aisyah sumpah, kamu kok bisa sebego itu sih?! Aduh, gue udah gak ada muka lagi sama Kak Naresh! Huwaaa... malu banget, malu banget, MALU BANGETTT!!!!
Meanwhile Ibra dan Mina di kamar...
“Ibra, kamu inget gak drakor yang umi tonton kemarin? adegannya mirip tau kayak gini.”
“Ah masa sih?”
“Iya, jadi cowoknya tuh nembak sambil teriak-teriak gitu biar ceweknya denger.”
“Tapi... di drama itu ceweknya tuli, Mina, terus cowoknya meluk dari belakang buat ngasih tau perasaannya...”
“Dokter Naresh mana bisa meluk Tante Aisyah, orang tangannya di infus gitu...”
“Iya juga sih...”
“Kalau Abi lihat, dunia bakal gonjang-ganjing gak sih, Bra?”
“Pasti, Mina, kita jangan kasih tahu Abi soal ini. Kita harus lindungin Dokter Naresh.”
“Oke, oke ini rahasia kita ya, Bra.”
“Siap.”