Mission
Naresh, Jovian dan Aisyah sudah duduk saling berhadapan dengan tumpukan kertas yang di bawa Jovian.
“Gimana, Jov?”
“Gila, bokap lo bener-bener terjun ke dunia mafia anjir. Ini perusahaan dibawahin langsung sama black market-nya ASEAN dan semua obat yang dia beli jenis-jenisnya penemuan terbaru.” “Malahan ada Losartan yang dia racik ulang pake zat adiktif, ini mah beneran mau pengedaran narkotika se-Indonesia.”
Naresh mendecak pinggangnya, “Peran PT. Soetomo Group apa aja, Jov?”
“Dia investor utama Farmasi Yoereum ini bareng bokap lo, mereka kolaborasi untuk membuka pasar obat ini ke rumah sakit lo.”
“Gila ini mau dibuat mati massal apa gimana? Ada campur tangan politik juga gak, Jov?”
“Kurang tahu tapi kayaknya belum sampai sana, ini masih pengenalan obat jenis baru.” “Intinya kalau minat masyarakat tinggi sama obat racikan baru itu, mereka bakal sebarluaskan obat itu sampai ke seluruh penjuru apotik di Indonesia dan meraup banyak keuntungan dari sana, bahkan entah bagaimana caranya mereka juga bisa bebas pajak dari pemerintah, Res.” “Ini mah beneran kriminal kelas kakap kayak di film-film mafia.”
Aisyah masih berusaha mencerna semua ucapan Jovian, sejujurnya ia sendiri tak mengerti kasusnya seperti apa dan apa yang harus dia lakukan untuk menyelamatkan kakaknya.
“Terus baiknya apa langkah pertama kita?” tanya Naresh.
“Pertama sih dari pihak yang gampang aja dulu,” Jovian menoleh ke arah Aisyah, “Nama lo Aisyah kan? Tolong bantu cari info tentang semua donatur yang ada di yayasan pondok Bang Haidar dan terus gali informasi tentang gerak-gerik abang lo dan orang terpercaya abang lo.” “Setidaknya kita harus punya 2 suspect untuk kita selidiki lebih lanjut.”
Naresh mengangguk paham dan Aisyah mulai sedikit mengerti dengan tugasnya.
“Jov, kalo untuk clue kode akses nyokap gue gimana? Gak ada anak IT kepercayaan lo gitu? atau kenalan agen intel gitu? sesama detektif kayak lo?“tanya Naresh
“Masalahnya websitenya juga di awasin intel, kalo bentrok yang ada ribut. Belum lagi secanggih apa itu orang buat amanin websitenya.” “Lo harus cari orang dalem dari intel bokap lo langsung.”
“Ah susah, Jov, gue udah gak bisa nyentuh ranah daerahnya lagi sekarang.” “Gue bener-bener harus kerjain semuanya di luar jangkauan dia, Jov.”
Jovian menghela nafas kasar, “Yaudah kalo gitu, kita kerjain dulu aja satu-satu. Urusan itu biar gue coba pelan-pelan.” “By the way, toilet sebelah mana sih? Ini rumah sakit gede banget buset dah.”
“Lurus sampai ke tempat pendaftaran abis itu belok kiri, gitu aja gak bisa lu, Jov.”
“Et iye iye, gua ke toilet dulu ya!”
Naresh mempersilahkan Jovian pergi ke toilet.
“Aisyah, kamu kalo mau lanjut kerja sekarang boleh. Nanti setelah kamu lakuin tugas kamu baru laporan lagi ke saya ya.”
Aisyah mengangguk mantap.
“Aisyah.”
Aisyah menoleh lagi.
”... Kita berjuang sama-sama ya?”
Gadis itu menaikkan satu alisnya, tapi ia tak mau ambil pusing dan mengacung satu jempolnya setuju.
Kenapa gue harus ngomong gitu segala ya ke Aisyah?
Sedangkan Jovian pas di perjalanannya ke toilet...
Jovian baru menyelesaikan urusannya di toilet, namun ia membalik sebentar tubuhnya untuk membeli beberapa cemilan di kantin
“Permisi, saya mau jenguk pasien atas nama Anela Haliza Maryam, jam besuknya masih ada kan?”
DHEG! Jantung Jovian tersentak sejenak, ia mengenal betul nama lengkap itu.
“Anela dirawat disini? Berarti ada Bang Haidar dong?“gumam Jovian sendiri
Kedua netra Jovian menangkap sosok wanita berhijab yang sedang menggandeng tangan seorang anak kecil berusia sekitar 9 tahunan.
“Masih ada, Bu, tapi karena pasien adalah pasien VVIP yang perlu akses khusus silahkan di konfirmasi dulu atas nama siapa dan hubungan dengan pasien apa.”
“Angelina Georgina, saya kerabat dekatnya pasien.”
Mata Jovian terbelelak lebar-lebar...
“A-Angel...?”