Memutuskan Jatuh Hati
“Res, lo pernah gak sih merasakan jatuh cinta yang bikin lo tuh kayak mau ngorbanin segalanya untuk orang yang lo cintai itu?”
Naresh muda, tepatnya ketika berusia 20 tahun hanya tertawa terbahak-bahak mendengar kalimat itu keluar dari Arif pada masa kuliahnya dan pemuda itu hanya menertawakan remeh ungkapan kawannya itu.
“Hari gini masih percaya cinta dan pengorbanan?” “Kalo memang itu ada dan terjadi di kehidupan gue, gue gak akan sekedar ngorbanin materi tapi bahkan nyawa sekalipun gue korbanin buat cewek itu.”
Di ambang kesadarannya yang mulai melemah, bayang-bayang masa mudanya yang pernah mengutarakan kalimat itu kembali di putarkan memori dalam ingatannya. Kalau di ingat-ingat, tubuh Naresh tiba-tiba bergerak sendiri untuk menjadi tameng dari tikaman pisau Leon yang di targetkan kepada Aisyah.
Inikah... pengorbanan yang dulu ia tertawakan?
“Dok, detak jantungnya sudah mulai melemah.”
“Tolong pisau bedahnya, sus. Sedikit lagi selesai.”
“Dok, Dok!”
Suara bising itu kian menjauh dari pendengarannya dan Naresh kembali tenggelam dengan tidurnya lebih lama...
Aisyah tak berhenti mendoakan atas kesembuhan Naresh yang saat ini sedang di tindak operasi oleh Dokter Arif. Air matanya terus bercucuran tanpa henti, hatinya terasa di cobak-cabik sampai sesak mendominasi dadanya.
“Ya Allah... maafin Aisyah kalau masih banyak buat dosa, kalau Aisyah masih suka nyusahin orang sekitar... hamba mohon, Ya Allah... sembuhkan Kak Naresh... berikanlah keajaiban-Mu untuk kesembuhan Kak Naresh, Ya Allah...”
Anela dan Angel yang turut mendampingi Aisyah disana ikut berdoa untuk kebaikan Naresh.
“Kak... ini salah Aisyah yang ceroboh, kalo aja Aisyah biarin hape Aisyah di toilet dan gak ke dalem...”
“Udah, Syah, kamu gak salah... Naresh yang memang ingin menyelamatkan kamu...”
“Tapi kalo aja aku gak pergi ke dalam lagi, Kak Naresh gak akan jadi korbannya...”
“Enggak sayang, udah ya, sini, sini...”
DRAK!!, Dokter Arif keluar dari ruangan operasi dan segera melepas masker bedahnya dengan menderu nafas kasar.
“Do-Dokter, gimana keadaannya Dokter Naresh?!” decak Aisyah sesegukan.
“Tenang dulu ya, biar saya jelaskan semuanya. Pisau yang menancap perut Nares lumayan cukup dalam dan hampir mengenai organ vitalnya, Naresh juga sempat mengalami pendarahan yang cukup banyak jadi kondisinya saat ini masih belum stabil meskipun operasinya berjalan lancar.” “Sementara waktu Naresh di rawat dulu di ruangan ICU untuk terus mendapatkan perawatan intensif sampai dia benar-benar pulih.”
Lutut Aisyah seketika lemas hingga rubuh ke lantai. Tangisannya semakin menjadi-jadi dan Anela memeluk erat tubuh ringkuh adik iparnya, begitu Dokter Arif pergi melewati gadis itu, ia menoleh sedikit dan memandangi Aisyah dari jauh dengan tatapan nanarnya...
Ternyata... perihal mencintai dan pengorbanan, gue masih kalah jauh sama Naresh... Kalo gue terus mengharapkan hati Aisyah untuk gue, bukankah itu yang namanya tidak tahu diri?
Dokter Arif hanya bisa melangkah pergi bersama hati yang pada akhirnya harus ia tutup rapat-rapat.