Meeting Point
Adit mempersilahkan gadis berhijab pink pastel itu memasuki pintu kaca kafenya lalu ia masuk ke dalam staff office untuk memanggil bosnya yang akan mewawancara Ghaitsa.
“Oh ini temennya Adit?” sang bos tak berhenti mengulum senyum penuh arti, “Emang deh, Adit, kalo soal cewek nyarinya sekaligus buat jadi calon bini ye.”
Adit memukul lengan bosnya ringan malu, sambil garuk-garuk kepalanya bingung di depan sang pujaan hati. Ghaitsa menanggapi guyonan itu dengan uluman senyum kecil, sambil kembali fokus ke arah calon bosnya yang sedang membaca CV miliknya satu per satu tiap baris.
“Kamu anak BEM?” tanya sang bos kepada Ghaitsa.
“I-Iya, Mas.”
“Sibuk gak? Maksud aku, takut kamu kecapekan gitu soalnya kamu bakalan dapet shift sore sampai malam kayak Adit.”
“Enggak, kok, Mas! Saya masih bisa atur waktu untuk soal itu!”
“Yakin?”
“Iya!”
Pria itu meletakkan lagi CV-nya dalam map milik Ghaitsa, “Oke, kita lihat besok ya. Kamu datang jam 5 untuk trial dulu selama seminggu kalau udah cocok, kamu bisa jadi pelayan disini.” “Karena kamu temennya Adit, jadi Adit yang bertanggungjawab disini.”
Adit mengacung jempolnya siap, tak lama bel berdentang lagi di depan pintu dan kedua netra dari seorang gadis cantik di sana membuat Adit terkesiap belum lagi gadis itu langsung lari memeluknya erat-erat.
“Adududuh, Yumna! Yumna!”
“Adit lagi kerja ya?! Katanya mau nganter temen—”
Mata Yumna langsung menangkap ke arah gadis berhijab yang tengah menatapnya.
“Itu... temen Adit?” suara Yumna mulai purau.
“Iya,” jawab Adit singkat.
“Temen mana? Yumna gak pernah tahu.”
“Temen Rohis.”
“Yumna kenal semua temen Rohis Adit.”
“Emang semua temen Adit harus kamu kenal ya?”
Jawaban Adit membuat dada Yumna tersentak.
Dari belakang sana tak di sangka ada kedua pemuda yang tentu Adit sangat kenal. Adrian dan Dimas langsung mempercepat langkahnya untuk merangkul akrab si bungsu di kosannya, namun perhatian Adrian teralihkan ke wajah sendu sang gadis cantik yang ada di hadapan Adit.
“Oh, Yumna ya?” panggil Adrian, di balas senyuman simpul singkat Yumna yang langsung mencari tempat duduk di ujung belakang sana.
“Kita ngobrol disini aja ya, Kak” Yumna memberi aba-aba untuk Adrian agar duduk di depannya. Gadis itu kembali melirik sang lelaki bermata sipit asal Yogyakarta itu yang tengah bersenda gurau dengan gadis berhijab yang tak ia kenal. Hatinya mendadak perih, senyuman Adit tak pernah selebar itu ketika bersamanya.
“Jadi gimana, Yumna?” kalimat Adrian terhenti setelah tatapan nanar Yumna sukses mencuri perhatiannya, ia mengikuti arahan netra cantik Yumna yang masih terpaku ke arah Adit. Pemuda itu langsung peka dengan situasi,
Sialan juga si bungsu, diem-diem bikin anak gadis orang galau gitu, mana cakep lagi.
Bukan Adrian kalau tidak memanfaatkan keadaan.
“Ehem.”
Yumna tersontak lalu ia cepat-cepat menghadap Adrian lagi, “Eh iya kak?”
“Kok gitu banget ngelihatin Adit?”
Gadis itu mengatup bibirnya rapat-rapat, ia lanjut memberikan senyuman lebarnya sambil mengambil satu buku bersampul merah muda, “Ayo kita omongin soal project kita.”
Adrian menghempas tawa kecilnya, ia mengangguk mengikuti pinta sang gadis dan mengurung niatnya untuk mengambil 'peluang' yang baginya sedang terbuka lebar-lebar.
Meanwhile Dimas...
“Adrian biadab... yang salah parkir siapa, kenapa gue yang kudu repot pindahin motornya anjing...”