Marriage
Berada di tengah gedung dengan pakaian simbolik seorang pengantin membuat Haidar tak bisa menutupi rasa gugupnya. Bayangkan saja, gara-gara Eyangnya itu, pernikahan mereka benar-benar menjadi pemberitaan nasional bak artis sensasional.
“Eyang... apa harus kita undang media ini?“ucap Haidar sambil terus mengusap tangannya yang berkeringat dingin
“Haidar... Anela itu cucu kesayangan Eyang, pernikahannya adalah sebuah momen sakral yang harus di abadikan oleh masyarakat. Semua orang Indonesia pasti tahu Anela, dan Anela pasti menginginkan pernikahannya itu jadi pemberitaan utama di dunia...”
Meanwhile Anela...
”...SAMA SEKALI ENGGAK!”
Di ruang pengantin wanita pun kini tengah panas karena perasaan gugup. Anela gak hentinya ngomel dan merutuk perbuatan Eyangnya yang malah sengaja mengundang banyak awak media untuk meliput acara pernikahannya.
“Gue paling gak suka kalo ada media yang meliput kehidupan gue kayak gini! Argh, gue bukan artis!!!”
“Ini belum seberapa, Nel, Eyang lo bisa aja ngundang presiden atau sekalian ketua serikat PBB di hadirkan langsung ke pernikahan lo—”
“Ish, Eliza!“decak Indry, membuat gadis yang rambutnya di cepol samping itu menutup mulutnya
“Udah, Nel... sekarang tuh hari besar lo, gak penting ada media atau enggak tapi yang terpenting itu... HARI INI LO HALAL SAMA KAK HAIDAR!!! UHUYYY!!!“seru Indry penuh sukacita
Eliza ikut menyahut, “Iyaaa Nel! Akhirnya deh tuh, lo bisa uwu-uwuan sama Kak Haidar tanpa harus ada kata 'tunggu nanti pas akad' HAHAHAHA ANJAY!!” “Nanti... kalo udah malem pertama kabarin kita ya? Hihihi...”
Anela memukul ringan lengan Eliza dan hanya bisa ikut tertawa renyah dengan guyonan sahabatnya itu.
Akhirnya... hari yang ia nanti-nantikan tiba dalam hidupnya hari ini.
Karena pernikahan Haidar-Anela ini di selenggarakan secara syariat Islam, kini Haidar tengah duduk menghadap sang Ayahanda Anela dengan penuh keyakinan sedangkan sang pengantin wanita di tempatkan di ruangannya sampai akad ijab-kabul nanti terucap. Sorot tajam mata calon Ayah Mertuanya itu sejujurnya sangat mengintimidasi pemuda berparas eksotis tersebut tapi... mau tidak mau dia harus bisa menghadapinya dengan kepala dingin.
“Lap dulu tanganmu, saya tahu kamu gugup”kata Papa Anela dengan lugas, membuat Haidar malu setengah mati.
“Maaf, Pak.“jawab Haidar kikuk.
Papa Anela menghela nafasnya panjang, “Haidar.”
Haidar mendongak kepalanya.
“Hari ini, saya secara sah akan menyerahkan anak saya sama kamu, jadi tolong... jangan kecewakan saya dengan mengecewakan putri saya.” “Kalau kamu sudah tidak menginginkan anak saya, kembalikanlah dengan benar kepada orang tuanya... kami tidak akan pernah menolak kehadiranmu untuk itu.”
Ungkapan itu terdengar bermakna dalam namun cukup mengiris hati, Haidar akan merasa sangat bodoh jika hal itu memang terjadi kepada kehidupannya.
“Inshaa Allah, Pak Darren, saya tidak akan mengecewakan Pak Darren dan hal itu tidak akan pernah terjadi kepada putri anda, karena saya sungguh-sungguh ingin menjadikan Maryam sebagai wanita satu-satunya di hidup saya.” “Saya akan pegang betul kata-kata saya.”
Papa Anela menghempas senyuman simpulnya, bersamaan dengan kedatangan penghulu dan saksi di meja akad, pria paruh baya itu mengulurkan tangannya di hadapan Haidar.
“Kalau begitu, sekarang kamu sudah boleh panggil saya Ayah.”
Haidar tersenyum sumringah sambil menjabat tangan Ayah Mertuanya itu antusias.
“Baik, Ayah.”
Akad ijab-kabul... akan segera dimulai.
“Saudara Haidar El Fatih bin Eko Wijayanto, saya nikahkan engkau dengan anak saya, Anela Haliza Maryam Soetomo binti Darren Adi Soetomo dengan maskawin seperangkat alat shalat dan hafalan surat Ar-Rahman dibayar tunai!”
“Saya terima nikah dan kawinnya, Anela Haliza Maryam Soetomo binti Darren Adi Soetomo dengan maskawin tersebut dibayar tunai!”
“Sah?!”
“SAAHHH!!!”
“Alhamdulillah...”
Akad ijab-kabul tlah terlaksana dengan baik dan lancar, lantunan Ar-Rahman yang tlah di hafalkan Haidar akhirnya menjadi pembuka bagi Anela untuk duduk di kursi pelaminan bersamanya sebagai pasangan suami-istri yang sah.
Perasaannya kini lega namun bercampur aduk, ada gugup sekaligus haru, yang jelas... hari ini adalah titik perubahan yang sangat signifikan bagi kehidupan keduanya.
Selamat untuk Haidar dan Anela!
Resepsi...
Sudah berapa lama Haidar dan Anela berdiri menyambut salam dan ucapan selamat di tempat pelaminan? Kalau boleh jujur, kaki Anela rasanya sudah mati rasa.
“Mas... kakiku sakit...“lirih Anela sambil menarik kecil ujung baju suaminya itu
“Sabar sedikit, sebentar lagi resepsi selesai kok,“balas Haidar datar
“Huwaaa capek... mau cepet-cepet istirahat terus tidur...“keluh Anela dengan gaya khasnya yang childish
Kalian mau tahu? Haidar yang biasa dengan sekarang ketika sudah menjadi pasangan sah pun tetap tak ada perubahan. Dingin, kaku dan berwajah datar. Perhatian pun enggak.
Anela cuman bisa cemberut dan merutuk dalam hati.
“Haidar?”
Suara lembut datang dari seorang wanita berhijab biru pastel, dengan seorang balita berusia sekitar 3 tahun di dekapannya, wanita itu sukses membuat Haidar melotot dan membisu di tempat.
“Na...Nafisa?”
Anela memencak matanya, Ini... siapa?
Nafisa, dengan senyuman manisnya yang sama menungkup tangannya, “Selamat ya Dar, atas pernikahanmu. Semoga samawa selalu...“ucapnya lembut, “Akhirnya kamu bisa menemukan cinta sejatimu, Dar.”
Haidar tersenyum pasi, “Terima kasih.”
Nafisa menolehkan kepalanya ke arah Anela, “Selamat ya, Anela, semoga kalian samawa dan selalu dalam keberkatan Allah Azza Wa Jalla...” “Aku harap, Haidar bisa menjadi imam yang cukup baik untuk kamu.”
Anela membalas jabatan Nafisa, “Terima kasih, saya yakin kok Mas Haidar bisa menjadi imam yang baik untuk saya.”
Nafisa ikut tersenyum teduh, “Syukurlah, kamu memang tidak salah pilih.”
Setelah Nafisa pergi melewati mereka, suasana Haidar dan Anela berubah menjadi canggung dan kikuk. Sebenarnya Anela tidak ingin terlalu mencari tahu soal hubungan Haidar dengan gadis itu, tapi... ini cukup janggal.
Sudah, Anela... fokus aja ama hari ini, sekarang hari besar untuk kamu! Oke? Nanti aja cari tahunya...
Tep. Anela menggenggam tangan Haidar yang sedikit bergetar karena gugup, memberikan senyuman kecilnya dengan harap bisa sedikit meluluhkan sebagian dari rasa gugup sang suami...
“Sekarang udah boleh kan?“ucapnya dengan nada semi membisik, membuat Haidar sedikit gemas tapi... dia ingin menggoda sedikit istrinya itu.
“Belom,“jawabnya sambil menarik tangannya dari genggaman sang istri
Terlukis ekspresi kecewa dari wajah Anela, dengan kekehan kecilnya ia kembali meraih tangan Anela dan mengaitkannya erat di sela-sela jari besar nan kokohnya.
“Saya bercanda.”
Haidar sukses membuat istrinya itu salah tingkah, mereka sama-sama tertawa di hari besarnya...
Sekali lagi, selamat menempuh kehidupan baru... Haidar, Anela... 😊