Malam Kejelasan
Setelah makan malam, kedua orang tua Husein meminta putranya mengantar Mina pulang ke apartemennya. Salju turun semakin deras membuat jari gadis itu memucat, ia tak berhenti meniupkan tangannya memberi kehangatan. Suhu kota Budapest menunjukkan angka 3°C.
Tahu gitu gapapa deh pake koyo selama di rumah Bang Husein tadi, dingin banget cuaca hari ini!
Ckiit! Mobil Husein berhenti di dekat sungai, “Lho, kok berhenti disini?”
“Mau beli kopi panas dulu, kamu mau gak?”
Mina mengangguk mantap, “Mau, mau!!”
Husein beli kopi bukan sekedar dia yang kedinginan, tapi ia tak ingin gadis terkasihnya menggigil karena kedinginan.
Sekarang Mina sudah tenang dengan segelas kopi latte hangat yang di bawakan Husein, keduanya duduk di samping sungai sambil menatap bintang yang bersinar terang di atas. Hujan salju turun deras meninggalkan beberapa jejak di atas kopi keduanya, tapi setidaknya malam yang indah di kota Budapest membuat keduanya lupa dengan rasa dingin yang menusuk tulangnya barusan.
Mina menoleh dikit ke arah Husein. Fitur wajah tampannya yang membuat jantungnya berdebar, mata sipitnya yang di tiap ia tersenyum membentuk bulan sabit, dan senyuman tulus yang menjadi favoritnya.
Tak ada yang bisa membuat Mina jatuh sedalam ini selain Husein.
“Bang Husein,” panggil Mina.
“Hm?” Husein mendeham, sambil meneguk kopinya dengan khidmat.
Mina menunduk, “Gak kerasa aku udah disini sebulan lebih....” ucapnya basa-basi dengan hati yang bergemuruh.
“Udah hampir 2 bulan sih.”
“Iya ya,”
Suasana kembali canggung, entah kenapa ketampanan Husein hari ini cukup membuat Mina malu-malu kucing. Gadis itu jadi ingin cepat pulang.
“Um, Bang, kita pulang yuk?”
Husein terdiam.
“Bang Husein?”
Husein berdiri dari duduknya, dia berdiri menatap serius netra Mina.
“Aminah.” Husein menarik nafasnya dalam-dalam, “Aku mau tarik semua ucapan aku waktu itu, ketika pertama kali kita bertemu disini.”
Angin dingin mulai berhembus menerpa rambut Husein yang mulai terselimut rintikan salju. Mina diam mematung, langkah kaki besar Husein menghampiri Mina dengan gagah.
“Aminah,” panggil lagi pria itu dengan gagah.
“I-Iya, kenapa?” jawab Mina bingung.
Sekali lagi Husein menyiapkan kalimatnya, “Ayo kita menikah, Mina.”
WUUUUUUUSSSSSHHHHHHH!!!!!
Seketika angin musim salju meniup kencang hingga tubuh mungil Mina hampir terlempar. Sedikit demi sedikit ada es yang berjatuhan, cepat keduanya lari ke dalam mobil. Nafas Mina tersengal-sengal, ia merasakan ada lecet di wajahnya akibat es yang turun barusan.
“Aw! kok ada hujan es gitu sih... bahaya banget....” ucap Mina sambil menyentuh luka di pipinya, “Ayo, Bang, kita pulang dulu!”
“Mana sini lukanya? mau di obatin dulu gak?”
“Pulang aja! Mina juga kedinginan banget ini!”
Husein bergeming panjang. Mina... denger gak sih tadi gue ngomong apa?