Another Weirdos

Rose memicing tajam, ketika laki-laki bersurai hitam legam dengan senyuman miringnya itu terus mengekornya dari belakang.

“Kenapa ikutin gue sih?!” pekik Rose kesal.

“Lah gue juga mau ke ruangannya Pak Ibrahim.”

“Tapi jangan bareng gitu lho... nanti naik liftnya sebrang-sebrangan ya?!”

Mahen geleng-geleng, sedangkan perintah Rose tak ia indahkan sama sekali. Begitu sampai di lantai 6 dimana ruangan Ibra ada disana, semua perhatian tertuju ke arah dua insan yang masih berjalan cepat ke tujuannya. Semua orang bertanya-tanya tentang kehadiran mereka.

“Permisi, saya mau bertemu dengan Pak Ibrahim,” tanya Rose kepada Ayu yang mejanya ada tepat di depan ruangan Ibra. Gadis berkerudung abu-abu itu memencak kedua matanya. Perempuan ini siapa? kayaknya Kak Ibra gak ada janji sama klien perempuan deh...

“O-Oh iya, ada keperluan apa ya, bu?” tanya Ayu.

Rose mengutas senyuman lebar, “Saya mau anter makanan, hehe!”

Sekali lagi, seribu pertanyaan menghujam batin Ayu. KREK! Ibra terlihat keluar dari ruangannya dan tersontak dengan kehadiran Rose dengan Mahendra.

“Ro-Rose?!” decak Ibra.

“Mas Ibraaaa!” Rose menyambut girang kehadiran Ibra, “Ini makanannya! sekarang aku bikinnya pakai takaran cinta yang pas, gak akan keasinan kok!”

Dada Ayu langsung nyeri melihat adegan manis itu di depannya. Ia mengatup bibirnya rapat-rapat dan menundukkan sedikit kepalanya. Kak Ibra... punya pacar ternyata....

“Ro-Rose, aduh jangan ngomong gitu ini di kantor—”

“Kenapa? kan cuman ada sekretaris kamu disini, gak ada siapa-siapa!”

“Ya iya tapi kan tetep—”

“Ihh tapi serius aku, ini bikinnya gak akan keasinan!”

“Iya, iya, oke, masuk dulu ke ruangan saya ya? Mahendra, kamu juga ikut ke ruangan saya,” mata Ibra beralih ke Ayu lalu meminta gadis itu untuk ikut masuk juga ke ruangannya melalui isyarat kepalanya.

Sedangkan pria yang sejak tadi diam memerhatikan gerak ketiganya, mulai intens menatap Ayu. Ia memandang gadis cantik berhijab itu dari atas sampai ke bawah, memberikan senyuman simpulnya yang penuh arti.

She's cute.



“Oke, kita ngomongnya santai aja kan? gak usah formal-formal amat?”

Kalimat pembuka pemuda bersurai hitam legam itu membuat Ibra dan Ayu mengerutkan alisnya. Rose yang ada di samping Mahendra refleks memukul lengannya keras-keras.

“Yang bener dong, masa sama bos gitu sih?!”

“Ya-ya, umurnya juga gak beda jauh, capek tau harus ngomong formal?!”

“Bedain kantor sama temen tongkrongan, please deh...!!”

“Ya bentar lagi juga jadi temen satu tongkrongan!”

Ibra tertawa renyah, Trian gak salah bilang anak ini rada freak...

“Terserah mau ngomong kasual apa gimana, intinya disini saya mau kasih kamu beberapa berkas yang harus kamu kerjakan nanti dengan tim kamu juga. Kalau butuh apa-apa, bisa hubungi Ayu dulu,” ucap Ibra sambil meletakkan beberapa tumpukkan kertas di meja. Mahendra melirik Ayu, lalu melemparkan senyuman dan kedipan mata genitnya yang membuat Ayu terbelelak.

Ih... dia kenapa...?

“Oke deh bos, nanti gue tinggal hubungin Ayu aja kan?”

Sekali lagi Ibra mengernyitkan dahinya, “Ha-hah?” ia tak habis pikir kalau akan ada pegawainya yang berbicara se-santai itu di kantor.

“Mahen ih!” decak Rose yang ikutan gemas.

“Apa lagi sih kok aku salah mulu?!”

Ibra menghela nafas panjang, “Terserah kamu mau ngomong kasual atau formal sama saya tapi intinya, kerjaan kamu harus selesai dalam 2 hari kalau enggak,” lelaki itu menatap tajam, “Saya gak akan segan menurunkan posisi kamu.”

Mahen menegup salivanya bulat-bulat, “Uh... bosnya galak ternyata.”

Di tempat mereka masing-masing, Ibra dan Ayu masih mempertanyakan tentang sosok kedua insan yang ada di hadapannya.

Laki-laki ini siapanya Rose? kenapa hubungan mereka deket banget ya?

Perempuan ini gak berhenti mandangin mukanya Kak Ibra, dan makanan itu... kenapa dia mau kasih makanan ke Kak Ibra?!

“EHEM!! Mahen mendeham kencang, “Kalo gitu boleh kan saya kerjain sekarang, pak?”

“Sebentar,” Ibra mencegat, “Saya penasaran sama hubungan kalian berdua, saudara kah?” tanya Ibra to the point. Ayu di sampingnya terkejut bukan main.

Mahen terkekeh, “Rose itu mantan pacar saya di Kanada, pak.”

OHOK, OHOK!! Ibra malah tersedak dengan air liurnya sendiri saking kagetnya. Ayu juga ikut melotot.

“Ngapain kamu kasih tau Mas Ibraa?!” kata Rose mulai meninggi.

“Lho dia nanya, ya aku jawab,” balas Mahendra.

“Tapi gak usah bilang aku mantan pacar kamu, ada banyak alasan yang bisa kamu pake!”

“Dih ngapain, emang kita pernah pacaran dulu.”

“Cukup, cukup!” Ibra menyudahi pertikaian kecil keduanya, “Mahendra, kamu udah bisa kerjakan pekerjaannya, Rose, terima kasih untuk makanannya tapi saya gak ada waktu untuk main, nanti saya hubungi kamu ya?”

Rose langsung cemberut, “YAHH JADI AKU DI USIR NIH?!”

“Bukan gitu, saya gak mau kamu gabut gak jelas disini, sebentar lagi saya harus meeting juga diluar.”

“Ish... Mas Ibra mah gitu....”

Ayu sekali lagi memerhatikan dalam-dalam sosok wanita berambut gelombang itu. Bagaimana cara komunikasinya yang begitu dekat dengan Ibra, sedangkan ia tahu seperti apa sosok Ibra itu. Hubungannya sudah sejauh mana? dan apa makna dari perjodohan orang tuanya kalau Ibra sendiri menjalin kasih dengan wanita lain? Apakah Ibra tipikal laki-laki yang mempermainkan hati wanita? terdengar mustahil, tapi rasa curiganya terus mencuat di isi kepalanya.

Ternyata banyak hal yang tidak ia ketahui tentang lelaki kasihnya.

“Hai.”

Panggilan lembut Mahendra mengejutkan Ayu dari lamunannya, “Ya, Pak?”

“Enggak cuman... aku mau minta nomor kamu, kata Pak Ibra kan apa-apa harus hubungi kamu bukan?”

“O-Oh, itu bisa di hubungi lewat telepon kantor kok, Pak.”

Mahendra terkekeh, “Iya sih... but, what if i should contact you outside?

“Di luar kantor? untuk?”

“Many things, like out for dinner?”

Ayu memasang ekspresi kesalnya, “Maaf, untuk itu dilarang kontak saya di luar kantor,” gadis itu berjalan cepat menuju mejanya meninggalkan Mahen membeku disana. Ekor mata lelaki itu mengikuti arah punggung kecil itu beranjak pergi, dan sekali lagi ia menghempas tawa kecilnya.

Interesting, kayaknya ini kantor asik juga.