Lunch With Memories

Bersama deruan angin musim dingin, keluarga Haidar di sambut hangat oleh seorang wanita paruh baya berjilbab panjang yang rupanya itu tak berubah.

“OMG ANGELL!!” Tentu yang teriak kegirangan itu Anela setelah sekian lama tak bersua dengan sahabat sejak kuliahnya itu.

“Ya ampun, Anela, gue kangen banget sama lo...!!”

Kedua wanita itu langsung saling mencuit berbagi cerita melepas rindu, begitupun kedua laki-laki yang rambutnya itu sudah mulai memutih, Haidar dengan kacamata bulatnya langsung mengelap lensanya yang berembun, Angel menyuguhkan chamomile tea dan Langos, makanan khas Hungaria yang disajikan dengan roti pipih di taburi topping keju, krim asam, kacang, coklat. Proses pembuatan langos ini menggunakan metode panggang menggunakan tungku dan masih tradisional sekali sehingga tidak mengandung minyak goreng berlebihan.

“Wuih apa nih namanya?”

“Langos, ini cemilan favoritnya Husein.”

Mina menoleh ke arah Husein yang duduk di sampingnya. Pemuda itu memang terlihat memakan roti khas Hungaria itu dengan sangat lahap.

“Nah... kalau ini adalah makanan favorit orang sini kalau lagi musim dingin...”

TREK! Angel meletakkan lagi satu sajian yang berkuah merah oranye pekat, bentuknya persis seperti gulai merah dan aroma pedasnya juga cukup mencuat indra penciuman.

“Ini namanya Beef Goulash, bentuk rasanya mirip kok kayak kuah di Sumatra yang mericanya kuat.”

Begitu Ibra mencicipi sajian goulash yang di hidangkan, “Ah iya, pedes euy! tapi enak kalau di makan pas dingin-dingin gini!” “Jadi keinget seblak!”

Satu ruangan makan langsung tertawa terbahak-bahak mendengar celetukan Ibra.

“Abis ini mau jalan-jalan gak lihat kota Budapest?” usul Angel.

“Tapi kalo lagi hari Minggu gini suka ramai wisatanya, Bun,” timpal Adit.

“Iya sih...”

Husein langsung membuka suara, “Enggak juga kok, tadi aku ketemu sama temen deket Buda Castle gak begitu ramai. Udaranya mumpung lagi segar jadi mending kita ajak jalan-jalan aja?”

Mina tersentak lagi, Temen katanya? jangan-jangan tadi yang Mina lihat itu... masa sih cuman temen sampai gandengan gitu?

“Tuh, Yah, mending kita ajak aja mereka jalan-jalan.”

Adit mengangguk nurut, “Hah... oke kalo gitu, tapi satu mobil cukup ini 7 orang?”

Husein buka suara lagi, “Yang anak muda mah jalan aja! Ya gak, Bra, Mina?”

Keduanya tersontak, terutama Ibra yang gak setuju, “Ah elah capek gua!”

“Ye badan udah berotot gitu masa jalan-jalan keliling kota gak sanggup? Mina gapapa kan kalau kita jalan?”

Mina cuman mengangguk kikuk bingung.

“Berarti misah nih ya para anak muda?”

Husein mengacung jempolnya mantap.

“Oke, mari bapak-ibu kita ke mobil duluan kalo gitu” Adit mempersilahkan Haidar dan Anela keluar duluan menuju mobilnya, meninggalkan ketiga anak muda yang tengah bantu membereskan piring kotor yang ada di meja.

“Udah, Mina, taruh aja disitu nanti aku yang cuci,” tutur Husein.

“Gapapa, biar Mina yang cuciin sekalian,” Mina menepis tangan Husein yang terus merebut piringnya dan akhirnya mereka berakhir berdiri sampingan untuk mengurus urusan piring.

Sial, makanya gue ogah jalan bertiga sama mereka ujung-ujungnya gue yang jadi nyamuk!! — Ibra


“Wah... pemandangannya bagus banget kalau di lihat dari sini ya!!”

Mina tak berhenti mendecak kagum dengan pemandangan yang di suguhkan dari tempat bernama Fisherman's Bastion, yang letaknya berada di bagian distrik Istana Buda.

“Tempat ini namanya Fisherman’s Bastion, Mina... disini ada tujuh menara yang menggambarkan tujuh suku Magyar, suku asli di Hongaria. Dinding Istana Buda dulunya dilindungi para nelayan, itulah kenapa bangunan tempat ini dinamakan Fisherman’s Bastion...” jelas Husein.

Mina mengangguk paham. ia cepat merogoh sakunya lalu menyodorkan kameranya ke Husein, “Bang Husein boleh fotoin Mina gak disini?”

Husein tersenyum teduh, “Boleh, sini.”

Mina berpose manis di hadapan kamera yang memotretnya. Husein terhenyak sejenak.

“Sebentar, Mina,” Husein mengambil ponselnya dari saku jaketnya.

“Eh, kok foto pake hape Bang Husein juga??” tanya Mina heran.

Husein cuman membalasnya lagi dengan senyuman simpul, “Gapapa, pengen ngeabadiin momen bagus aja.” “Ayo pose lagi, satu... dua... tiga ....”

CKREK! Wajah cantik Mina sukses di abadikan ponsel Husein. Pria itu menatap lemat-lemat senyuman lebar Mina yang membuat jantungnya berdegup kencang. Mina langsung berlari ke arah Husein, “Mana? Mina mau lihat!”

Mina mengambil kameranya juga ponsel Husein yang menampilkan jepretan posenya.

“Ih ini bagus banget! Kirimin ke aku dong!”

Husein cepat menarik ponselnya, “No-Nomor aku kan ganti, Mina.”

“Hah? Bukannya enggak? Kata Ibra, Bang Husein nomornya masih aktif.”

Husein mengatup bibirnya rapat-rapat.

“Gapapa, itu nomor darurat aja, sebutin nomor kamu biar aku simpen ulang.”

Mina cuman memanggut kepalanya, “Yaudah, nih nomor aku,” gadis itu menyodorkan nomor ponselnya ke Husein. Setelah lelaki itu menyimpan kontak Mina, ia langsung menyimpannya lagi ke dalam saku jaketnya dan kembali mengajak gadis itu berkeliling.

Mereka melupakan satu orang di belakangnya.

“Argh... gue mau balik ke hotel ajalah anjir! Jauh-jauh kesini cuman buat jadi nyamuk!” “HEH SEMPRUL TUNGGUIN GUE, ASIK BERDUAAN AJA LU PADA!!!!”