Look Away
Mata Ibra masih tak bisa berkedip, melihat adegan dimana gadis berambut pirang yang tampak familiar baginya memeluk erat tubuh Husein sepihak. Pemuda berkacamata disana hanya diam mematung dengan tatapan kosong. Tangan Ibra mengepal keras, emosinya bergemuruh di dadanya—kepalan itu hendak ia daratkan tepat di wajah Husein namun ia mengurungkan niatnya.
Inikah jawaban dari semuanya?
“I miss you so much,” ucap Elena dengan lirih.
“Kita kemarin baru ketemu, Elena,” jawab Husein datar, dingin dan menusuk dada Elena. Ia cepat melepas pelukan dari gadis di hadapannya.
“Kedepannya kita gak akan ketemu lagi,” Elena menunjukkan sebuah tiket pesawat yang ada di ponselnya ke Husein, “3 hari lagi, aku sudah harus berangkat ke Italia.”
“Secepat itu? Kenapa kamu gak bilang?” Husein menyanggah. Elena memberikan senyum kecil, menggenggam lagi tangan Husein erat.
“Kalau aku bilang, apa kamu mau nyusul kesana dan bahagia bersamaku?”
Husein mengatup bibirnya rapat-rapat, gadisnya di depan terkekeh sambil menepuk bahu Husein pelan.
“Aku gak tahu apa disana bisa cepet move on dari kamu, tapi setidaknya disana adalah halaman baru. Aku yakin, Italia bisa menerimaku dengan baik,” Elena perlahan mundur, “Terima kasih untuk semuanya, Husein. Aku gak akan pernah melupakan ketulusan hati kamu selama ini.”
Elena mulai menitikkan air matanya, ia membalikkan tubuhnya dan terkejut bukan main dengan kehadiran pemuda berparas eksotis yang mendekati mereka berdua. Elena kenal betul siapa pemuda ini.
“Lho?! Mas kan yang di kafe waktu itu?!” ucap Elena kaget, dan sambutan itu tak di indahkan Ibra sama sekali melainkan pemuda itu langsung menghampiri Husein dengan tatapan tajamnya yang menusuk kedua mata Husein.
“Setidaknya kalo emang lo punya pacar kasih kejelasan sama kakak gue! bukannya bikin kakak gue kebingungan!” Ibra mendorong bahu Husein dengan kasar, “Jauh-jauh gue kesini buat jagain Mina, dan sekarang gue tahu kenapa dia udah gak mau lihat muka lo lagi!”
Ibra menoleh ke Elena, ia mengambil kartu nama yang pernah diberikan gadis di hadapannya tempo lalu dan menyerahkannya kembali, “Saya udah bilang kan gak perlu di balas? Udah cukup pertemuan kemarin itu sebagai pertemuan terakhir kita.”
Ibra melengos pergi dengan amarahnya yang menyulut tanpa ampun. Kenapa? Karena sebenarnya, pemuda itu lebih percaya dengan perasaan Husein ketimbang Aaron yang baru saja hadir di kehidupan kakaknya. Ia kecewa, bahwa orang yang sangat ia percayakan, ternyata tak bisa memegang kata-katanya. Mina adalah orang yang sangat berharga bagi Ibra.
Siapapun yang berani menghancurkan hati Mina, dia berurusan dengan Ibra.
Namun ia tak menyangka, kenapa harus Husein orangnya?