Kondangan

Di tengah perjalanannya, Aisyah mendengus sebal waktu supir taksi onlinenya itu tak bisa masuk ke dalam gang alamat pernikahan Juned. Terpaksa dengan gaunnya itu, Aisyah harus jalan kaki sekitar 400-500 meter lagi ke alamatnya Juned.

“Ish, ini si Juned gak nyediain apa transportasi khusus ke dalemnya? Tukang ojek gak ada, hadeuh, kan tamunya pasti pake gaun-gaun kayak gini!“keluh Aisyah.

“Ehem!”

Dehaman itu mengejutkan Aisyah, ternyata di belakang Aisyah ada sosok Naresh dengan setelan jas berwarna abu-abu dan kemeja hitam rapihnya. Mata Aisyah memencak lebar-lebar.

“Oh kamu pakai gaun pilihan saya?” tanya Naresh dengan smirk-nya itu.

Aisyah mendelik, “E-Enggak kok, Kak Anela juga milih baju ini!” jawab Aisyah berbohong.

Iya juga ya, kenapa gue pake baju pilihannya Kak Naresh sih...

“Kayaknya hak sepatu kamu tinggi, hati-hati banyak bebatuan disini nanti kesandung,” ujar laki-laki itu yang terus memerhatikan Aisyah.

“Enggak juga, ini sepatu andalan saya— KYAA!!”

Aisyah tersandung akibat sepatu haknya yang kesangkut di bebatuan. Dengan cepat Naresh menahan lengan Aisyah agar tidak jatuh, lalu menariknya sehingga tubuh mereka berjarak sejengkal.

Dari jarak sedekat ini, Aisyah bisa mencium aroma parfum maskulin milik Naresh.

“Baru aja tadi saya ingetin soal sepatu,” cicir Naresh.

Naresh langsung menawarkan lengannya ke Aisyah, “Pegangan sama jas saya, biar kamu gak kesandung.” “Tempatnya masih jauh soalnya.”

Wajah Aisyah mulai memerah bak kepiting rebus. Jantungnya itu terus berdetak kencang bahkan cenderung berisik sekali. Aisyah bisa merasakan aliran darahnya sedang mengalir panas.

“Kenapa malah merah muka kamu? Saya gak nawarin gandengan apa gimana, ini karena kamu gak nyaman pake sepatu itu,” ujar Naresh lugas.

Dengan gampangnya lelaki itu meruntuhkan harapan Aisyah, gadis itu langsung cemberut dan meraih lengan Naresh cepat, “Ya.. saya tahu kok!”

Mereka bersanding berdua bak pasangan. Sepanjang jalan mereka cuman diam dengan canggung yang memenuhi suasana mereka berdua sampai ke lokasi undangan.

Begitu mereka sampai, ramai-ramai rekan ners Aisyah lari menghampiri Aisyah dan Naresh.

“Aisyah! Kamu—”

Mereka tersontak dengan kehadiran Naresh di samping Aisyah.

“Kalian... kondangan berdua ini?“tanya Juwita heran.

Kedua insan itu cepat-cepat melepas tangannya dan bersikap normal seolah-olah tak terjadi apa-apa, “Ah enggak! Tadi ketemu di jalan, ya kan, Dok?!“decak Aisyah.

“Ah, iya...”

Juwita dan Lia hanya tersenyum penuh arti melihat tingkah mereka berdua, “Yaudah deh, yuk sini masuk! Si Juned di dandanin ala pengantin jawa gitu jadi makin ganteng tau gak sih?! Hahahahaha...”

“Ah masa? ayuk lihat!”

“Di deket sini juga ada waduk cantik deh, sekalian kita foto-foto disana!”

“Hayuk! hayuk!”

Begitu Aisyah ditarik pergi oleh teman-temannya, gadis itu menoleh ke belakang dan mendapati Naresh yang masih terus menatapnya. Aisyah mengulum senyum teduhnya.

“Makasih ya dok!” sahut Aisyah dengan suaranya yang teredam keramaian, meski begitu Naresh bisa menangkap apa yang di ucapkan Aisyah.

Naresh tersenyum lebar sambil mengangguk pelan.


“Bener ya kata Abang, kalo kondangan sendiri tuh gak enak...”

Aisyah berdiri di samping gagang pembatas waduk dan menatap lesu pemandangan indah disana, bagaimana tidak? ternyata teman-temannya membawa pasangan dan keluarganya masing-masing, sedangkan Aisyah datang sendiri dan berakhir meratapi kesendiriannya.

“Tau gitu ajak Abang aja ya...”

“Kalo kamu ajak abang kamu lebih canggung lagi sih.”

Tiba-tiba Naresh muncul entah darimana, laki-laki itu ikut berdiri di samping Aisyah sambil menikmati pemandangan disana.

“Udah tahu abang kamu sekarang udah dikenal banyak orang, pasti orang-orang bakal sibuk minta foto sama Bang Haidar,” lanjut Naresh sambil meneguk jus jeruknya.

Aisyah mengerucut bibirnya, “Ya iya sih... tapi kondangan sendiri tuh gak enak, Dok...”

“Saya sendiri biasa aja tuh, banyak disini yang kondangan sendiri mereka fine, fine aja kenapa harus dibawa pusing?”

“Ya tapi temen-temen saya pada bawa pasangan sama keluarganya masing-masing, Dok...” Aisyah sudah mulai jengkel dengan ungkapan Naresh yang tak bersimpati dengan keadaannya, “Ah gak tahu deh, saya kan cuman memenuhi undangan temen.”

“Kalo gitu jangan jauh-jauh dari saya.”

Mata Aisyah terbelelak lebar, “Hah?”

“Anggep aja kita kondangan bareng, jadi jangan jauh-jauh dari saya.”

Aisyah menatap kedua netra Naresh lekat-lekat, dengan senyum miring khas Naresh itu, ia menuntun Aisyah untuk jalan bersanding dengannya.

Lagi-lagi pria itu sukses membuat Aisyah salah tingkah.