Kertas Lusuh
Aisyah tahu darimana ya gue mau ngelamar dia? Masa sih Bang Haidar cerita? Kayaknya dia bukan tipe orang yang bocor, tapi apapun itu memang seharusnya gue cepet gerak sih. Arif nyerah bukan berarti gak ada halangan lagi di depan.
Tok... tok...
Lamunan panjang Naresh langsung buyar begitu ia kedatangan tamu wanita cantik berambut panjang bergelombang. Senyuman manisnya itu yang sukses membius para kaum adam, justru membuat Naresh memasang wajah pasi karena muak dengan kehadirannya
“Udah saya bilang, jangan ganggu saya kenapa kamu masih bersikeras kesini sih?” desis laki-laki bersurai hitam itu sinis.
“Lho, kamu bilang gitu pas aku udah nyampe kesini. Kamu mau aku muter balik gitu?” jawab wanita pemilik nama Veronica Susanti itu enteng.
“Muter balik dan jangan pernah ada pikiran untuk kesini sama sekali, itu yang saya mau.”
“Oh kalo gitu aku menolak, aku udah beliin kamu cinnamon roll kesukaan kamu soalnya.”
Begitu wanita yang akrab dipanggil Vero itu meletakkan satu kantung kertas berisi cinnamon roll di atas laci meja berdiameter sekitar 800x396 mm. PATS! Naresh langsung menebas kantung itu hingga terjatuh ke lantai dengan tatapan tajamnya ke Vero.
“Saya gak butuh. Keluar kamu.”
Vero hanya tersenyum simpul miring, memungut kembali kantung kertas itu dan meletakkannya di atas mejanya.
Ekor matanya melirik ke arah gadis berkerudung di belakang pintu sana yang tengah mengintip kebersamaanya dengan Naresh.
Ide licik mulai terlintas di kepalanya...
SET! GREP! Tanpa permisi, Vero menarik tubuh Naresh dan memeluknya erat sambil sengaja menatap tajam ke arah gadis mungil di belakangnya yang hanya bisa membelelakkan kedua matanya bulat-bulat.
“Cepat sembuh ya, sayang...” tak lupa Vero memberikan jejak kecupan singkat di pipi Naresh hingga pria itu diam mematung kaget.
Gadis cantik di belakang pintu sana bersembunyi sambil meremas ujung pakaiannya pahit. Dadanya terasa di rujam oleh seribu tombak, air matanya tertahan di ujung ekor netra cantiknya dan ia memutuskan untuk pergi dari situ agar luka tak semakin dalam di benaknya.
“Aisyah?” Langkah Aisyah di tahan Eliza yang baru saja sampai di lobi rumah sakit, “Kamu mau kemana? Naresh ada di atas?”
Aisyah menundukkan kepalanya muram.
“Syah?”
Bukannya menjawab, malahan gadis itu menangis terisak-isak di hadapan Eliza bahkan Aisyah menjatuhkan wajahnya itu di bahu bidang Eliza, membiarkan air matanya membasahi jas putih milik Eliza.
Lah... bau-baunya abis patah hati nih bocah...
“Aisyah, mau makan diluar gak? Biar kakak yang traktir.”
Aisyah mengangguk samar dan masih terus menangis di bahu Eliza.
“Yaudah ayo, kita makan yang enak ya malam ini.”