Keluarga Angel

Kali ini Anela, Angel, Eliza dan Kak Indry tengah berdiri di depan rumah besar bercat putih kuno, dengan imitasi hitam legam yang terlihat baru di cat, Angel menegup air liurnya bulat-bulat. Angel sudah siap dengan segala perlakuan kedua orang tuanya nanti begitu melihat dirinya sekarang.

“Guys kalian tunggu di depan aja ya, biar gue yang masuk ke dalem.” — Angel

“Eh tapi nanti kalo ada apa-apa gimana, Ngel?!” — Anela

“Udah gapapa, gue bisa sendiri kok, kalian siap-siap aja disini.” — Angel

Angel memberanikan dirinya untuk melangkah masuk ke rumahnya. Dulu, Angel sangat membenci situasi dimana ia harus memasuki rumah ini dan menerima berbagai komplain, dengan perlakuan kasar dari keluarganya tapi sekarang... Angel sudah siap untuk menghadapinya lagi dengan lapang dada. Mungkin hari ini akan lebih parah reaksi keluarganya dibanding biasanya.

“Assalamualaikum... Pah, Mah...?”

Laki-laki paruh baya berkacamata itu menatap shock putrinya yang berbadan dua saat ini, Angel tersenyum simpul sambil menahan nafasnya.

“Pah...”

“Angel... kamu...”

“Angel pulang, Pah...”

Wajah pria itu seketika memerah murka, tangannya melayang dan Angel segera berlindung diri dari serangan Papanya...

tapi ternyata bukan layangan pukul yang ia dapat, melainkan sebuah pelukan hangat dan air mata pilu sang Ayahanda yang tlah kehilangan putrinya berbulan-bulan.

“Angel... kamu sudah pulang nak... kemana aja kamu... ada apa dengan kamu, Angel...”

Angel membenamkan wajahnya di bahu ringkuh sang Ayahanda, mereka menangis bersama melepas rindu yang perih di dada.

Dari belakang, ada sosok wanita berambut sebahu yang ikut menyambut kehadiran Angel dengan air mata haru. Ia ikut memeluk tubuh kedua orang tersayangnya, mereka merasa lega begitu perjumpaan hari ini terjadi.

Suasana haru ini berlangsung sampai akhirnya Angel melepas pelukannya,

“Pah... Mah... maafin Angel ya udah bikin khawatir...”

“Kamu kemana aja, nak...?! Kamu gak tahu bagaimana kita khawatirnya dengan kamu begitu kamu pergi?!”

“Angel... Angel melalui banyak hal, Pah... sampai akhirnya...“Angel menatap perutnya penuh arti.

Papa Angel menarik nafasnya panjang, “Laras, tolong bawa Angel ke teras belakang. Biar aku yang bicara empat mata dengan Angel.”

“Baik, Mas.”

Tubuh Angel di papah perlahan oleh sang Ibunda tiri, Angel sangat tersentuh dengan sikap lembut kedua orang tuanya saat ini, ternyata... tidak seperti yang ia bayangkan selama ini.

Apakah ini... yang namanya kasih sayang keluarga?

Ternyata indah banget ya...

Angel duduk di kursi besi hitam yang dulu biasa ia tempati sebagai tempat merenung mengurai rindu dengan sang Mama tercinta di syurga sana. Kini, tempat ini tetap terlihat sama. Hanya saja seluruh hembusan debu bertempat disini setelah Angel meninggalkannya berbulan-bulan.

“Angel...”

Suara lirih itu mengejutkan Angel disana, sosok Papanya yang biasa keras dan berbicara dengan intonasi tinggi tiba-tiba menjadi lemah begitu menjumpai Angel yang sekarang ada disini.

“Kamu... darimana saja?”

“Maaf, Pah, aku tahu aku dulu nakal banget—”

“Bukan itu yang Papa tanya, nak.” “Kamu darimana saja selama ini?”

Angel menunduk kepalanya malu...

“Aku... tinggal di Sleman, Pah.”

Mata Papa Angel membulat sempurna, “Kamu... ke Sleman tuh...”

“Iya, aku ke makamnya Mama...”

“Sejak kapan, nak?”

“Sejak aku... mengandung bayi ini, Pah...”

Angel mengusap perutnya pilu, satu bulir air mata Papa Angel seketika jatuh lagi dengan tangannya yang gemetar meraih perut sang putri yang membesar itu...

“Nak... ini... siapa?“suara Papa Angel mulai bergetar

“Maafin Angel, Pah... ini salah Angel...”

“Memang ini salah kamu tapi dengan siapa...?”

Angel menahan segukan tangisnya, “Jo-Jovian, Pah...”

“Siapa itu Jovian? Jenis bajingan macam apa yang membuat kamu jadi begini...??”

“Angel udah gak mau lagi berurusan lagi sama dia Pah, Angel tahu kalo ini semua memang kesalahan Angel jadi... Angel akan bertanggung jawab dengan bayi ini, Pah...” “Papa... Angel mohon restunya ya... izinkan Angel untuk menjadi manusia yang lebih baik bersama anak yang ada di dalam kandungan Angel... meskipun... meskipun Angel sendirian disini tapi... Angel yakin, selama Angel bersama Allah... Angel bisa melalui ini semua...”

Papa Angel mengusap wajah putrinya dengan perasaan kacau yang mencengkram dadanya, bagaimana tidak? hancur sudah hati seorang Ayah begitu melihat putrinya yang terpeleset di jalan yang salah bersama laki-laki bajingan yang tak bertanggung jawab, dan sekarang putrinya lah yang menanggung semua beban dosanya sendirian...

Kalau boleh, yang namanya seorang Ayah, ia ingin berkorban menembus dosa putrinya itu dengan cara apapun bahkan nyawa sekalipun yang menjadi taruhan...

Dan Angel gak sepenuhnya salah...

Ini juga ada sebagian besar kesalahan dari Papa Angel, pikir pria berusia 49 tahun itu...

“Nak... ini bukan sepenuhnya salahmu... Papa juga salah, Papa gak bisa membimbing kamu dengan baik... maafkan Papa yang selama ini selalu mendahulukan ego dan menyakitimu, nak...”

“Angel paham, Pah, Angel memang banyak mengecewakan Papa...”

“Enggak, Angel... ini hanya jalinan komunikasi kita yang belum sempurna... dan jujur saja, memanglah tiap Papa melihat wajahmu itu... Papa selalu teringat dengan mendiang Mamamu...” “Papa selalu merasa bersalah setiap melihat wajahmu, Angel... sampai Papa gak sadar bahwa Papa melampiaskan itu semua dengan kekerasan sama kamu... Papa minta maaf, nak...”

Sekali lagi mereka saling berpelukan erat sambil menangis meraung-raung...

Betapa sakitnya posisi kedua insan ini, dimana adanya luka kehilangan memanglah selalu berbekas sepanjang hayat. Papa Angel maupun Angel sudah bertahan sampai saat ini dengan luka itu, meskipun sosok Tante Laras yang menggantikan posisi itu tapi... tetaplah yang namanya kehilangan tetaplah hilang, takkan ada yang bisa menggantikannya.

“Pah... Angel janji mulai sekarang... Angel akan menjadi anak Papa yang baik dan sholehah sehingga bisa mengantarkan Papa sama Mama nanti ke syurga sama-sama...” “Angel mau membayar semua kekecewaan Papa selama ini... meskipun tidak seberapa tapi setidaknya sedikit saja, Angel mau berusaha menjadi anak yang baik untuk Papa... dan juga Mama Laras...”

Wanita yang dipanggil Mama Laras itu mengusap pipinya yang basah, mengangguk lembut sambil tersenyum simpul.

“Angel... soal bayi dalam kandungan kamu... apa kamu sudah siap dengan semua tanggungan yang akan kamu pikul sebagai seorang Ibu?“tanya Mama Laras, menepuk pelan pundak Angel

Angel mengangguk, “Iya, Mah, Inshaa Allah Angel sudah siap karena sekarang Angel sudah yakin dengan kasih sayang Allah sama Angel. Lagipula, Angel harus tanggung jawab dengan apa yang Angel perbuat... jadi Angel gak mau lari dari masalah.”

“Begini, nak, yang namanya seorang Ibu... itu bukan hanya persoalan mengandung 9 bulan tapi ini adalah tanggung jawab seumur hidup.”

“Angel paham, Mah, Angel tahu kalau ini akan menjadi tanggung jawab yang besar bagi Angel tapi... ini sudah menjadi keputusan hidup Angel.” “Inshaa Allah, Angel siap menanggung risiko sebesar apapun itu bersama bayi ini. Cukup kesalahan Angel sampai bisa mengandung bayi ini, jangan sampai merenggut hak hidup bayi ini juga.”

Papa Angel menyudahi Mama Laras yang masih hendak mengutarakan berbagai pertanyaan amatir soal bayi kandungan Angel...

“Angel, sejujurnya Papa sakit sekali melihat kondisi kamu saat ini tapi... Papa juga bangga dengan sikap kamu yang mau bertanggung jawab seperti ini.” “Jangan pernah lagi lari dari masalah, sekarang kamu tidak sendiri, Papa dengan Mama Laras akan mendukung kamu sepenuhnya.”

Angel kembali menitikkan air mata haru sambil memeluk erat tubuh kedua orang tuanya, dari ujung ruangan sana ada Anela, Eliza dan Kak Indry yang ikut terhenyak dengan suasana haru keluarga ini.

Syukurlah, Angel... ternyata... kepulangan lo ke Jakarta tlah dirindukan oleh alam semesta...