It's been a while, dear

Dewi fortuna tak berpihak kepada Shashi. Alarm yang sudah diatur jam 7 pagi ternyata tidak berfungsi karena salah tanggal dan berujung wanita itu harus kelabakan sana-sini di kediamannya.

Dan sekarang sudah pukul 9 pagi, kurang lebih 1 jam lagi ia harus menghadiri meeting dengan klien spesialnya itu.

Riana sudah lebih dulu berangkat ke kampus dan dengan penampilan seadanya Shashi juga bergegas pergi (tapi tak lupa Shashi membawa tas daruratnya yang berisi peralatan make-up). Perutnya berbunyi lantang karena kosong sejak malam tapi tak ia hiraukan. Yang terpenting sampai dulu ke kantor sebelum pukul 10 berdentang.

Semoga perjalanan aman sentosa menyertainya.


“Bu Shashi... tumben datengnya pas mepet gini....” kehadiran Shashi yang acak-acakan membuat beberapa pegawai juniornya heran.

“Pak Gunawan udah ke ruang meeting duluan?!” decak Shashi terengah-engah.

“U-Udah, Bu, itu kliennya juga udah nunggu Ibu disana.”

Shashi menepuk jidatnya, hari ini dia memang kena apes. Wanita itu tak ada pilihan selain menghadapi rasa malunya yang datang lebih lambat dari kehadiran atasan sekaligus klien spesial-nya. Sudahlah, manusia memang tidak ada yang sempurna. Shashi tegakkan tubuhnya lagi, berusaha mengumpulkan nyali dan langkah kakinya tetap gagah seperti biasa.

Sampai di ruang meeting, Shashi mengetuk pintu tiga kali dan mendengar sahutan bosnya itu untuk masuk ke ruangan.

“Se-selamat pagi, maaf atas saya datang terlambat—”

Mata Shashi membulat lebar-lebar, kehadirannya disambut oleh pria pemilik senyum manis yang lama tak bersua setelah sekian lamanya...

“Halo, jadi ini pengacara hebat pilihan Gunawan & Partners ya?” suara seraknya bernada licik, dia berdiri dari tempat duduknya lalu menghampiri Shashi yang diam mematung di depan pintu, “Saya Rivandy Nathaniel, selaku CEO dari BraveStar Entertainment yang meminta bantuan hukum anda melalui Pak Gunawan, salam kenal.”

Rivan menarik jemari Shashi yang bahkan kaku untuk berjabat tangan.

“Lho? Shashi?!” decak Valent tak kalah terkejut.

“Wah kalian sudah saling kenal?” tanya Pak Gunawan.

“Iya, kebetulan kami kerabat lama dan udah lama gak berjumpa,” Valent ikut menyusul tempat Shashi dan menjabat tangan gadis itu dengan antusias, “Wah sekarang kamu jadi pengacara keren! Gimana kabarnya?!”

Shashi masih membisu seribu bahasa.

PERTEMUAN REUNI MACAM APA INI??!!


Setelah melewati detik pertama first impression setelah sekian lama tak berjumpa akhirnya mereka kembali fokus pada pembahasan utama terkait kerjasama antara perusahaan Rivan dan Valent dengan Shashi yang ditunjuk menjadi legal advisor mereka.

“Wah kalau soal itu, Shashi adalah pengacara ahli di bidang hukum bisnis, itulah kenapa saya menunjuk pengacara terbaik kami untuk membantu kalian,” Pak Gunawan dengan bangga memperkenalkan Shashi sedangkan yang dibanggakannya tersenyum pasi. Hari ini adalah hari tersial dalam hidup Shashi.

“Sepertinya Ibu Shashi ini pengacara yang sangat bisa diandalkan ya?” Rivan tersenyum miring, “Saya... sangat menantikan kerjasama kita nanti, Ibu Pengacara yang terhormat.”

Nada bicara Rivan yang sarkas menyulut api emosi Shashi yang sudah berkobar sejak tadi namun karena situasi ini tidak memungkinkan untuk baku hantam, Shashi menarik napas panjang lalu menghembusnya perlahan. Shashi tersenyum sinis.

“Tapi anda tahu sendiri kan?” Shashi melipat kedua tangannya di dada, “Karena persoalan bidang entertainment itu cukup berat tekanannya jadi ya perusahaan anda harus siap membayar kami lebih.”

Pak Gunawan membulatkan dua matanya, “Eh kenapa ngomong gitu kamu?”

Shashi tak menggubris, melainkan ia ikut tersenyum miring dengan sangat mantap. Rivan tak mau kalah, ia mengedepankan wajahnya dan menopang dagunya dengan kedua jemari yang ia eratkan sambil membalas tatapan tajam Shashi.

“Gak masalah,” ucap Rivan dingin, “Asalkan harga yang diminta sesuai dengan hasil kerjanya jadi jangan sampai nanti mengecewakan.”

Valent ikut tercengang, “Woy, Rivan...!”

“Oke,” Shashi berdiri dan mengulurkan tangannya, “Saya gak pernah mengecewakan satu klien pun, jadi anda tidak perlu khawatir.”

Rivan membalas jabatan tangan Shashi, dan disitulah mereka membuat ikatan kontrak satu sama lain.



“Shashi! Shashi!” suara Rivan yang terus memanggil nama Shashi seolah tak sampai pada gadis itu namun faktanya jarak mereka hanya terbentang 100 meter. Shashi enggan menoleh, cukup pertemuannya dengan Rivan hanya sebatas pekerjaan bukan yang lain. Sampai masuk ke ruangannya dan tersisa hanya mereka berdua, kehadiran Rivan tak sudi Shashi anggap.

Rivan menangkap lengan mungil Shashi dan ditepis kuat-kuat jemari besar pria itu. Mata Shashi yang menyalak penuh amarah, “Tolong jangan ngelewatin batas, kita cuman bicara soal pekerjaan!”

Rivan menyadari bagaimana kuatnya perasaan benci yang dimiliki Shashi saat ini. Tak ada hak baginya untuk marah atau menolak, Rivan memang pantas dengan semua perlakuan Shashi.

“Shashi....” Rivan menggeleng, “Ah enggak, Shachi—”

“JANGAN PERNAH PANGGIL GUE DENGAN NAMA ITU!” gertak Shashi semakin murka. “Shachi udah lama mati, lo kemana aja?!”

“Shachi please dengerin dulu penjelasan aku—”

“Ini masih jam kerja, gak ada pembahasan soal pribadi di sini, mending sekarang lo pergi dari sini!”

“Shachi sebentar aja—”

“IT'S FUCKING 7 YEARS, RIVAN!!!”

Rivan tersontak, deraian air mata yang tak sadar sudah membasahi pipi wanita cantik itu. Luka yang lama terbenam semakin mencuat dan mencabik-cabik perasaan Shashi, kehadiran Rivan dimana seharusnya tak pernah ada malah Tuhan skenariokan kembali. Jahat, kenapa dunia jahat kepada Shashi, dirinya yang hancur harus terbuka lagi dalam memori usang.

“Semua tentang kita udah basi sejak 7 tahun yang lalu, dan disaat gue mau lupain semuanya tentang kita, LO DENGAN GAK TAHU DIRINYA DATANG LAGI DI KEHIDUPAN GUE!!” Shashi penuh emosi mendorong tubuh Rivan kuat-kuat, “LO KEMANA AJA HAH??!!”

“Shachi, ceritanya panjang dan aku ngerti kamu bisa semarah ini—”

“KALO NGERTI KENAPA LO DATENG LAGI, BRENGSEK?!”

Hati Rivan hancur sejadi-jadinya. Ternyata... di mata Shashi, gue ini brengsek....

“Jangan buat gue makin benci sama lo, dan setidaknya kita harus profesional di sini! setelah urusan kita selesai, please enyah lo dari kehidupan gue!”

Shashi mencengkram kepalanya yang penat setelah semua emosi meledak di tempat. Matanya tak sanggup lagi melihat kehadiran pria yang ada di belakangnya saat ini, Rivan pun akhirnya berjalan mundur.

“Shashi... sekarang aku kasih kamu waktu untuk tenangin diri tapi setidaknya aku mohon sama kamu.... please kasih aku kesempatan untuk jelasin semuanya, tentang semua yang terjadi selama ini sebenarnya, karena aku ngelakuin itu semua bukan karena aku tega nyakitin kamu... banyak hal yang harus aku lindungi di sini,” Jemari besar Rivan gemetar, “Termasuk kamu.”

Anggap Shashi tuli dan enggan mendengar sepatah kata pun dari Rivan, sedangkan pria itu berbalik lalu menghilang dari pandangan Shashi.

Punggung kokoh itu... benar-benar hilang dari hadapan Shashi.

Lututnya jatuh lemas, perasaannya campur aduk hingga meledak jadi tumpahan air mata luka. Semua memori indah dan menyakitkan tentang Rivandy Nathaniel berputar lagi setelah 7 tahun ia kubur dalam-dalam.

Sekali lagi, Shashi menganggap dunia tak berpihak kepadanya.