I'll Do My Best

Sekarang ada gue, Angel dengan Husein yang ia dekap erat dan Eliza yang sibuk cemilin kastangel rumahan buatan Angel.

“Husein... Husein mana ketawanya hihihi... lucunyaa...“Gue masih asik sibuk memainkan mimik muka untuk melihat tawanya Husein yang benar-benar gemesin banget. Kalo boleh jujur, kadang gue mikir apa perlu punya momongan ya untuk dapetin perhatiannya Mas Haidar, tapi kayaknya situasi kita kurang meyakinkan dengan Mas Haidarnya yang masih sibuk banget dengan bukunya dan gue yang bentar lagi harus nyusun skripsi.

Lama-lama capek juga gue ya...

“Nel? Kok muka lo muram gitu sih?”

Gue tersontak begitu Angel menegur gue yang tenggelam dengan lamunan gue sendiri.

“Hah? Enggak kok, cuman mikirin judul skripsi ehehehe.”

“Serius?”

“Iya...”

“Mas Haidar gapapa kan?”

Gue mengatup bibir gue rapat-rapat. Pengen jawab gapapa tapi... gue capek untuk ucapin kata-kata itu lagi.

Gue memutuskan untuk diam.

“Kenapa, Nel? Kak Haidar masih sibuk sama mantannya?“sarkas Eliza, dia meletakkan toples kastangel di sampingnya dan duduk lurus menatap gue serius, “Nel, kalo kayak gitu lo gak boleh diem aja. Lo harus ngomong seada-adanya sama Kak Haidar.”

Angel celingukan bingung, “Ma-Mas Haidar punya mantan? Dia pernah pacaran?!”

“Pokoknya wanita masa lalunya lah, sekarang jadi parasit kehidupannya Kak Haidar sama Anela.” “Nel, kalo lo sampe sering pundung kayak gini berarti kehadiran perempuan itu sangat membahayakan. Apapun alasannya, lo harus bisa take a control of your husband, jangan biarin hati dia yang lemah keambil alih sama simpati picisan si perempuan itu!”

Angel mulai mengerti situasi gue dengan tangannya yang menjulur menepuk bahu gue, “Nel...”

Tanpa sengaja, satu per satu bulir air mata gue jatuh ke pipi dan mengalir semakin deras tak tertahankan. Dada gue sesek banget, gatau kenapa kayak... rasanya mencekik sekali.

Masa iya sih, sampai detik ini hatinya Mas Haidar masih belum bisa gue gapai?

“Duh tuan putri kita nangis sampai segininya... berarti bener dunia lagi gak baik-baik aja ini...“Angel merangkul erat bahu gue, membiarkan bajunya itu basah dengan air mata gue yang gak bisa berhenti mengalir.

“Sumpah, tuh cewek pengen gue usir jauh-jauh ke benua Afrika sekalian! Ugh, gue jadi inget pelakor di drakor The World of Married anjir!” “Nel, lo kan punya kuasanya Eyang Indra! Lo minta Eyang lo aja buat ngusir tuh perempuan dari kehidupan lo!!”

Gue menyeka air mata gue paksa agar tak lagi mengalir, “Gak bisa, Liz... gue gak mau Eyang tahu masalah gue sama Mas Haidar...” “Eyang udah percaya banget sama Mas Haidar, gue gak mau Mas Haidar kenapa-kenapa.”

“Ya tapi lo yang sekarang lagi kenapa-kenapa, Nel! Batin lo gak kesiksa apa kayak gini?!” “Ya meskipun gue tau Kak Haidar bukan tipe orang sejahat itu untuk mendua tapi yang kita khawatirkan tuh perempuannya! Nel, gak ada yang namanya akur sama mantan tuh gak ada! Seakur-akurnya mantan, pasti mereka udah hidup masing-masing! Masalahnya kan enggak, Perempuan itu seolah bergantung sama Kak Haidar dengan memanfaatkan simpatinya Kak Haidar!”

Eliza mendengus kasar sambil menggaruk kepala frustasi, Angel meletakkan bayinya ke atas ranjang dan kembali duduk di samping gue sambil menepuk-nepuk bahu gue pelan.

“Gue... udah sering marah karena soal Nafisa, dan gue udah capek untuk marah lagi karena kasus yang sama. Semua udah di luar kuasa gue, masa gue harus pecat Nafisa? Gue gak mau dzalim juga, Liz...” “Gue lagi berusaha memahami situasinya Nafisa, jadi single parent itu gak gampang.”

“Gak ada yang bilang gampang, harusnya dia mikir dong kalo dia memanfaatkan simpati orang tentang statusnya itu justru buat dia kelihatan kayak rendahan!” “Gimana ya, jadi cewek tuh tahu posisi gitu lho! Haidar udah beristri, dia akan punya keluarga sendiri jadi lo jangan terus-terusan hadir gitu lho di kehidupannya Haidar! Cukup jadi rekan kerja biasa apa susahnya sih?!” “Argh itulah kenapa gue benci oknum bernama mantan!”

Angel langsung menyergah ungkapan Eliza, “Liz, posisinya Anela sama Mas Haidar itu rumit. Lo gak bisa asal judge kayak gitu.” “Anela bener, kita gak bisa asal singkirin Nafisa dari kehidupannya, itu dzalim secara Nafisa itu kan single parent. Kita sama-sama cari caranya biar Nafisa ini gak terus ganggu Mas Haidar.”

Rasanya kepala gue mau pecah, bayangan wajah lugu Nafisa itu merujam dada gue. Jujur aja, memang gue gak suka dengan kehadirannya tapi entah kenapa gue sendiri juga kasihan sama posisinya,

Coba aja berteman sama Kak Nafisa

Tiba-tiba gue teringat ucapan Aisyah pada saat pertama kali gue udah mulai gelisah soal Nafisa. Gue belum sempat melakukan itu, dan mungkin bisa jadi hanya dengan cara itu gue bisa mengurangi semua prasangka buruk gue soal mereka.

Oke, mulai besok, gue akan coba pelan-pelan.

Meanwhile Adit dari luar kamarnya... dapat mendengar jelas percakapan Angel dan kawan-kawannya itu soal Haidar dan Anela...

“Feeling gue bener, kalo gitu Nafisa bener-bener harus dalam pantauan gue.”