Hah?
Akhirnya kita sampai di sebuah restoran mewah nuansa Jepang kental, gue masih diam tak berucap dan Bokap dengan Tante Laudya tengah mempersiapkan sandiwara busuknya untuk terlihat sebagai keluarga baik-baik saja.
GREP! Jenny juga gak tanggung-tanggung meluk lengan gue erat-erat.
Gue cuman bisa menghela nafas berat.
“Malam, Pak Brata!”
Sosok pria paruh baya bermata minimalis itu menyapa bokap, dan mereka langsung berpelukan akrab.
“Astaga Freddy! Akhirnya pulang juga ke Indonesia!”
“Hahahaha, bosan saya lama-lama di negeri orang!” “Oh ini keluargamu ya?”
Bokap langsung menoleh ke belakang dan menarik tangan gue untuk maju menyapa temannya itu.
“Iya, ini anak sulung saya Farisha, yang saya ceritakan itu.”
Dih? Papa ceritain soal gue ke temennya?
“Wah cantiknya, memang ya dia mewarisi bulenya Pak Brata, Hahahaha....!!”
Gue tersenyum pasi, semua orang pasti bilang gue mirip sama bokap padahal duh gak sudi banget di mirip-miripin.
“Anak saya ada di meja kalau begitu mari, kita langsung aja kesana.”
Pada malam itu, bokap menggenggam tangan gue begitu erat. Rasanya aneh banget, seumur-umur yang selalu menggenggam tangan gue kayak gini cuman Mama, dan itu udah belasan tahun yang lalu sebelum Mama meninggal.
Ada apa dengan hari ini?
“Perkenalkan, ini anak saya Jaemin.”
Pandangan gue dengan seorang laki-laki yang sangat gue kenali... seketika bertemu.
“CHA-CHACHA??!!”
“LAH, JAEMIN??!!”
Malam ini memang penuh kejutan.
“Ohh jadi kalian temen SD dan masih deket sampai sekarang...“kata Pak Freddy oh ria
“Heh awas lo ya kalo bilang-bilang ngekos di tempat gue sama keluarga gue?!”
“Lah emang kenapa?!”
“Mereka gak tahu! Gue tuh diem-diem!”
“Alah siah boy, transaksi ilegal ternyata...”
“Sssttt! Serius ih! Diem-diem aja! Awas lo kalo ngebocorin, gue naikin uang bulan depan 4 kali lipat!”
“Anjir gelo siah! Korupsi itu namanya!”
“Nurut makanya! Pokoknya lo harus pinter-pinter bohong!”
“Hehehe iya, Om, dulu Jaemin... lucu banget...“jawab gue kikuk, sambil terus memberi sinyal kepada Jaemin yang daritadi gelisah karena abis ngebohong
“Kampus kalian sama ya?”
“Iya sama, Om”
Bokap gue dengan Pak Freddy langsung menatap kita berdua penuh arti.
“Kalau begitu gak perlu lagi ya proses kenalan, pendekatan lagi, ini mah gampang di prosesnya.”
Kita berdua melotot serempak.
“Jadi gini, Farisha, Jaemin, terkait dengan relasi bisnis ini... Papa itu sangat percaya dengan Ayahnya Jaemin. Beliau ini sangat kooperatif dan amanah, beberapa kali proyek Papa itu juga ikut dibantu dengan Ayahnya Jaemin, nah, untuk kali ini... Papa sangat membutuhkan sosok yang akan menjadi penerus perusahaan Papa dan itu harus dilakukan oleh laki-laki...” “Kamu kan sudah kuliah, umur kamu udah cukup jadi... kami merencanakan untuk menjodohkan kalian.”
OHOK!! OHOK!!
Gue langsung tersedak-sedak dengan air liur gue sendiri, Jaemin menganga bak orang bego yang di hipnotis, kedua orang tua kami malahan tersenyum tanpa dosa.
“Aku...sama Jaemin...dijodohin...?”
“Iya.”
Gue gak tahu harus bereaksi apa yang jelas...
Gue gak paham dengan skenario alam semesta.