Fix a Heart

“Anela, kamu ikut Eyang dulu ya untuk ketemu sama kerabat lama kita… sayangnya sudah berpulang, tapi setidaknya kamu harus menyapa beliau dan juga keluarganya….” “Kita antarkan beliau ke tempat peristirahatannya, ya.”

Anela terkejut dengan tempat yang saat ini ia kunjungi, dengan pakaian serba hitam yang terus lalu lalang, suasana duka mengiringi seisi rumah. Ia tahu ini tempat siapa dan benaknya bertanya-tanya, ada hubungan apa antara dirinya dengan Pak Eko? Apakah ini ada sangkut pautnya dengan Haidar juga? Ah bukan waktu yang tepat untuk memikirkan itu.

Suasana penuh duka menyelimuti rumah keluarga Haidar, alunan tahlilan yang dilantunkan orang-orang dengan ucapan dukacita yang selalu dibungkus dengan kalimat 'sabar'...

Haidar sudah terlalu lama bersabar.

“Abi... Aisyah baru pulang, Abi... kata Abang kita mau makan nasi kebuli bareng kan...?? Kenapa harus pergi nyusul Umi...“adik perempuannya itu juga tak henti meraung-raung memanggil Abinya, Haidar hanya bisa menghela nafas panjang sambil memeluk tubuh adiknya.

“Ikhlaskan, dek, Abi udah gak sakit lagi sekarang...“ucap Haidar berusaha tegar

“Huwaaaaa..... Abii....!!”

Tangisan Aisyah semakin menjadi-jadi. Haidar tak bisa menyalahi adiknya, memanglah perpisahan tak terduga ini sangat menyakitkan bagi mereka.

Haidar menatap lemat-lemat seluruh tubuh Abinya yang terbalut sempurna dengan kain kafan, dulu, tubuhnya itu selalu menjadi sandaran hangat Haidar ketika dirinya tak mampu lagi menahan beban yang ia pikul. Haidar, yang merupakan anak dan cucu pertama dari keluarganya, menerima banyak amanah dan harapan dari keluarganya sehingga ia tak bisa yang namanya bermanja-manja atau menampilkan sisi lemahnya di hadapan orang-orang,

tapi

Hanya Abi,

Abi yang membiarkan bahu ringkuhnya itu menjadi tempat pulang Haidar.

“Haidar, mungkin di luar sana akan ada banyak orang yang selalu menaruh beban hadapan di bahumu, tapi percayalah nak... bahu Abi akan selalu ada untuk kamu pulang...” “Jadilah Haidar anaknya Abi ketika kamu pulang, dan begitu keluar rumah, jadilah sosok manusia yang selalu menolong dan memberi manfaat kepada banyak orang... itulah sebaik-baiknya manusia di muka bumi ini, nak...”

Haidar meremas ujung bajunya erat-erat, ia harus menahan semua air matanya dengan seribu perih yang ada di dadanya.

“Assalamualaikum...”

Haidar mendongakkan kepalanya begitu mendapati sosok pria paruh baya yang berjalan ke arahnya dengan sebuah tongkat di jinjingnya.

“Waalaikumsalam, Eyang Indra...“Haidar ingat betul perawakan seorang kakek berusia 73 tahun di hadapannya, Eyang Indra, kawan dekat dari Abahnya yang lama tak bersua sejak belasan tahun yang lalu... kini muncul lagi di hari duka, seperti dulu pada saat hari Abahnya berpulang juga.

“Saya turut berduka cita, Haidar... Abi kamu orang yang sangat baik, semoga amal ibadah beliau di terima di sisi Allah”ucap Eyang Indra sambil menepuk lengan Haidar pelan

“Terima kasih, Eyang...”

Eyang Indra praktis menoleh ke belakang, “Anela, sini nak...!”

Mata Haidar terbelelak sempurna, sosok gadis berparas cantik itu datang dengan pakaian tertutup serba hitam, meskipun surai hazelnya masih tampak di balik syal yang menempel di kepalanya tapi... wajah teduhnya itu sangat berbeda dengan sosok Anela yang biasa ia jumpa di kampus.

“Kak Haidar... a-aku... turut berduka cita...“ucap Anela lirih, sambil menjulur tangannya ke Haidar

Haidar menelungkup kedua tangannya, “Terima kasih”jawabnya singkat

Anela segera menarik tangannya yang menganggur, ekor mata gadis itu tak berhenti menatap wajah sendu pria kasihnya yang masih berduka.

“Hiks... hiks...”

Tangisan Anela pecah di hadapan Haidar

“Pasti berat ya kak... hiks... hiks... me-meskipun Pak Eko suka kasih... hafalan yang banyak... hiks... Pak Eko tuh baik banget kak... hiks... beliau... dosen... yang terbaik... buat aku... hiks... beliau juga suka nanyain kabar aku... hiks... aku gak tahu kalau ternyata... Pak Eko kenal sama Eyang... tahu gitu... hiks... aku lebih serius di mata kuliahnya... huwaaaa...!!!”

Anela benar-benar menangis kencang, mungkin kalau kalian berada di posisi Haidar sekarang kalian akan batal menangis karena raut wajah Anela yang konyol tapi...

Haidar tidak.

Melihat Anela yang menangis kencang seperti ini, justru membuat pertahanan pemuda itu runtuh...

Haidar juga ikut menangis.

“Abi....”

Akhirnya sisi lemah pemuda itu... terlihat di hadapan banyak orang.

Abi... maafkan saya... pertahanan saya akhirnya runtuh juga...