Fehér Hercegnő

“Proyeknya aman kan? Gak ada campur tangan politik atau antek-anteknya?”

*“Bersih, Bra, ini emang pure pembangunan komplek perumahan baru di sektor yang udah deal dari jaman Eyang Indra.”*

“Terus ini ada persetujuan pemindahan sekolah maksudnya buat apa?”

“Ini planning aja dari anak-anak katanya buat naikin harga, kita harus ada strategi—”

“Bangun sekolah atau pindahin sekolah? Ini sekolah elit, gue tahu mulai ada campur politik nih. Segala staf menteri pendidikan ikut campur maksudnya apa?” “Gue juga bagian dari pimpinan PT. Soetomo Group, kalau ada satu orang aja yang mau main kotor di perusahaan kita, gua pecat secara tidak terhormat. Paham?”

Seisi ruangan meeting online senyap bahkan satu per satu karyawannya mematikan kamera gemetar.

Itulah sosok Ibrahim yang kalian kenal sebagai anak yang banyak tingkah dan tengil. Dia tumbuh menjadi pemuda yang sangat tegas dan tak segan-segan menindaki apapun yang menurutnya menyimpang dari prinsip agama dan keadilan, meskipun ia bukan secara resmi menjabat sebagai Direktur dari PT. Soetomo Group tapi dia tetap berperan sebagai shadow-leader yang ikut bertanggung jawab atas perusahaan keluarganya itu.

“Gue mau bangun komplek khusus juga untuk para pasutri muda yang baru merintis. Biasanya pasangan-pasangan muda yang baru nikah tuh lagi susah-susahnya nyari rumah yang sesuai sama budget, jadi komplek ini juga mau gue adakan prioritas untuk para pasutri muda juga rumah-rumah asrama yatim di blok C,” imbuhnya lagi sambil melepas kacamatanya, “Ada yang mau bicara?”

Trian membuka speaker, “Untuk bagian blok A nya itu beberapa udah ada investor yang naruh modal di kita, Bra.”

“Setelah gue balik dari Budapest, kita adain rapat besar sama para investor. Banyak hal yang harus gue sampaikan.” “Ajak juga Om Jeffry biar dia saksiin langsung kerja kita.”

Ibra langsung menegapkan posisi duduknya lagi, “Untuk gambaran besarnya udah kita bahas ya, nanti malam gue kirim semua desainnya tinggal kalian finishing lagi, begitu gue balik kita tinggal buat presentasinya.” “Oke kalo gitu sekian, have a nice day semua, Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.”

“Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh... Terima kasih Pak Ibra...”

“Selamat liburan, ya, Pak Ibra...”

Ibra keluar dari ruangan meeting lalu cepat dia menutup laptopnya dengan hempasan nafas kasar.

“Yaudah lah, sekali-kali gue liburan. Kalau ada salah dikit tinggal gue semprot nih antek-antek kotornya.”

Pemuda bersurai coklat tua itu memasukkan laptopnya ke dalam tas laptop tipis yang ia tenteng. Ia berdiri merapihkan sampahnya lalu membayar semua minumannya.

Eh iya, kata Bang Husein kalau bayar di kafe harus sisihin untuk tipnya ya...

Ibra melebihkan uang bayarannya sebelum di serahkan kepada kasir lalu ia melangkah lagi keluar untuk menjemput kakaknya yang mungkin jarak tempuhnya 3 km dari kafe.

DUK! DUK!!

BRUUUKKKK!!!

DRRK! BRAK!

“Arghh!!” Ibra memekik begitu laptopnya terlempar dari tangannya lalu matanya kembali membulat ketika wanita aneh bergaun putih menarik tangannya dan mengajaknya lari bersembunyi di balik sekat gang kecil. Tubuhnya terhimpit hingga keduanya saling terdekap, jantung Ibra berdesir tak menentu karena aroma feminin yang mendempet tubuhnya.

Ya Allah... ini bukan keinginan hamba, serius... ini cewek siapa sih??!!

“Errr... excuse me—”

“Ssstt...!” Bibir Ibra di bekap rapat-rapat oleh tangan mungilnya.

Sarap nih cewek!

Ibra langsung teringat tas laptop yang terlempar tadi. Ia membuang barang berharganya karena ulah wanita aneh yang tak dikenalnya ini dan mau marah pun rasanya tak sanggup.

Kalau boleh jujur, wanita ini terlalu cantik untuk di marahi.

“Ah... that shit old man ....”

Ibra mengerut kedua alisnya heran, akhirnya tubuh lelaki itu terlepas dari dekapan wanita yang menghimpitnya.

“Ah, i'm so sorry... i don't really mean it,” Wanita itu hendak pergi namun di tahan oleh Ibra.

“You just broke my laptop.”

“So-sorry?”

“You. just. broke. my. LAPTOP!”

Tatapan mata Ibra semakin menusuk seiring laki-laki itu menunjukkan tentengan tas laptopnya barusan yang terpental tepat di hadapan wajah wanita tersebut. Tak tanggung-tanggung, Ibra menunjukkan layar laptopnya yang sudah hancur karena ulah wanita tadi.

“O-oh my god, i'm so sorry, sir, i'll pay for the repair, or do i need to get you a new laptop?!”

Ibra mendesis kesal, “It's not about the laptop, but the data— Arghhh!! gue niat liburan kenapa malah apes gini sih??!!”

Wanita itu mengernyit, “Orang... Indonesia?”

Bukannya lega justru Ibra menganga, “Owalah cok orang Indonesia si mbaknya! Mbak! Ini laptop saya gimana?! Mau tanggung jawab kayak gimana ini kalau udah hancur gini?! Ini banyak data-data penting di laptop saya!!”

“Mas, serius saya akan ganti rugi semuanya mau biaya perbaikan atau ganti laptop baru, pokoknya saya akan tanggung jawab!”

“Saya juga mampu dua-duanya!”

“Terus maunya apa?!”

Keduanya beradu tatap tajam.

“Duh gini aja deh, Masnya pegang kartu nama saya disitu ada nomor telepon saya jadi kalau mas sewaktu-waktu butuh sesuatu hubungi saya ya mas!” “Beneran ini saya sibuk banget, saya anggap itu hutang jadi jangan lupa ya mas! Mari!!”

“Wey! Wey!!”

Wanita tadi sukses kabur dari kecaman Ibra dan meninggalkan kartu nama berwarna putih berimitasi emas cantik dengan ukiran nama yang tertera...

“Roseanne Blanché? Ini serius orang Indonesia?” “Yaudah gue tandain.”