Elena, dan sekelumit kisahnya
5 tahun yang lalu...
Netra cantik Elena tak berhenti menatap punggung besar dari sosok pemuda berparas tampan—dia menoleh, dengan senyuman tipis bersama mata sipitnya yang berbentuk bulan sabit. Hari itu cuaca kota Budapest sedang hangat, kemeja birunya ia gulung setengah menampilkan lengan kekarnya. Tangan itu terlihat besar dan hangat, pikir Elena.
“Orang Indonesia? Saya Husein, salam kenal.”
“Itu... saya bukan orang Indonesia asli, saya lahir dan besar disini.”
“Tapi bahasa Indonesia kamu lancar?”
“Ibu saya orang Indonesia asli.”
Husein terkekeh, “Oh gitu, gapapa, setidaknya ibu kamu tahu enaknya rendang.”
Jantung Elena kian berdegup kencang.
“KENAPA KAMU BERTEMAN DENGAN LAKI-LAKI SIALAN ITU????!!!!”
Sudah berapa jenis barang melukai tubuh mungil Elena. Bibirnya membisu nan bergetar hebat, amukan luar biasa dari ibunya kembali menjadi mimpi buruk. Rambut pirangnya yang sudah acak-acakan kembali di jambak kasar, air mata perih yang sudah terkuras habis tak sanggup lagi menahan sakit yang merujam tubuh ringkihnya.
“Dia... KELUARGANYA SUDAH MENGHANCURKAN KITA ELENA!!” BUK!! Elena menahan lengannya, tubuhnya terhempas kencang ke lantai dan terlihat ada sedikit darah yang mengalir dari hidungnya. Ibunya masih menatap sang putri dengan tatapan murka, namun seketika ia melekukan senyum mengerikan sehingga Elena bergedik ngeri.
“Ibu... i'm so sorry... maafin Elena bu....”
“Kejar dia, sayang....”
Mata Elena memencak lebar.
“Setidaknya, putra dari laki-laki jahannam itu bisa menembus penderitaan kita....”
Elena masih tak mengerti ucapan ibunya, sampai akhirnya Husein datang sendiri dengan tubuhnya yang membungkuk sempurna di hadapan keluarganya. Elena masih membisu setelah Husein mengatakan yang sebenarnya mengenai kondisi keluarganya yang dulu di porak-porandakan oleh ayah kandung lelaki yang ia kagumi sebelumnya.
Tak ada ampun, rasa cinta itu berubah menjadi api dendam yang tak terbendung.
Husein harus menembus semuanya.
“Kamu anak dari Jovian?” ibu dari Elena bangkit, menatap sinis Husein yang masih membungkuk dengan rasa penyesalan, “Banyak hal yang harus kamu pertanggungjawabkan, setidaknya 5 tahun kamu harus menembus semua dosa ayahmu, sebagaimana 5 tahun kesepakatan Jovian kepada ayah saya dan merenggut nyawa ayah saya seperti makhluk hina.”
Elena menoleh cepat kepada sang ibu, masih menatap mimik wajah wanita paruh baya itu yang sangat murka terhadap kehadiran Husein.
“5 tahun akan saya penuhi semua kewajiban saya, untuk menembus semua kesalahan ayah saya.” jawab Husein lugas.
“Kesalahan ayah kamu gak akan pernah bisa ditembus oleh apapun, tapi setidaknya dengan ada kamu sebagai putranya... ada beberapa hal yang bisa kamu bantu untuk menembus semuanya.” “Tapi satu hal yang harus menjadi prioritas kamu, bahagiakan Elena karena dialah korban yang sebenarnya dari kekejian ayahmu.”
Sekarang angin malam menerpa anak rambut dari wanita cantik itu yang tengah berdiri menantikan kehadiran dari sosok Husein. Dadanya berkecamuk luar biasa, ia tak terima bahwa Husein akan segera mengakhiri semuanya. Baginya ini masih belum selesai. Masih banyak hal yang harus lelaki itu lakukan untuk mewujudkan kebahagiaannya yang semu.
“Elena,” suara bariton itu membuat yang dipanggil tersenyum sumringah, ia berlari kecil mendekati pria yang ia nantikan. “Setelah ini, udah ya?”
Senyuman Elena praktis memudar. “U-Udah, maksud kamu apa?”
“Kita bener-bener akhiri semuanya, seperti janji Ibu kamu kan? 5 tahun ini saya sudah memenuhi semua kewajiban sama kamu, bahkan beberapa hal seperti jaminan kesehatan itu berlaku untuk selamanya.”
Hati Elena hancur berkeping-keping. Husein... benar-benar mencintai wanita itu?
“Husein,” Elena menarik ujung jaket Husein, matanya menatap sendu kedua netra Husein yang membalas tatapannya dengan lurus, “Aku... sayang sama kamu.”
“Maaf, Elena.”
“Aku gak bisa hidup tanpa kamu, Husein!”
“Elena, please....”
“Gak bisa kah kamu buka hati sedikiiit aja untuk aku? kenapa kamu lebih mencintai gadis itu? apa aku kurang baik untuk kamu?”
“Elena, hati saya gak bisa di paksa. Maaf....”
“Husein, kamu tahu semua gimana penderitaan aku selama disini. Kamu itu obat dari semua rasa sakit yang aku terima dari rumah, aku lebih kuat menghadapi gilanya ibu aku karena kehadiran kamu! Awalnya memang iya aku marah sama kamu karena perbuatan ayah kamu dulu, tapi selama 5 tahun ini berjalan... aku jadi sadar dengan ketulusan hati kamu....” “Please... kasih aku kesempatan, Husein, kalau kamu mau aku berubah menjadi wanita yang lebih baik, seperti anak dari Haidar El Fatih itu, aku mau... asalkan kamu gak pergi dari sisi aku....”
Elena menyandarkan kepalanya di bahu bidang Husein, menumpahkan tangisannya yang sudah tak bisa ia bendung. Rasa kecewa, sesak dan amarah melebur menjadi kesedihan yang mencekik bagi wanita itu, tak ada lagi yang ia harapkan selain keberadaan Husein yang selama ini selalu ia rindukan.
Rindu yang dibalut benci, membuatnya terlambat untuk mengakui kata cinta.
Husein menghela nafas panjang, jemari besarnya menangkup lengan Elena perlahan. Menahan tubuh ringkih wanita di hadapannya agar tetap kuat.
“Elena, maaf... kehadiran saya ini gak lebih tentang pertanggungjawaban atas perbuatan ayah saya. Saya tahu aslinya kamu itu wanita yang baik, hanya saja di lingkungan yang salah, setidaknya kamu harus bisa menemukan kebahagiaanmu sendiri tanpa bergantung sama orang.” “Saya bukanlah jawaban dari kebahagiaan yang kamu cari.”
Elena menggeleng, “Enggak, selama kamu di samping aku, aku bahagia!”
“Enggak, kamu hanya belum menemukan kebahagiaanmu. Saya yakin ada,” Husein perlahan menurunkan tangan Elena yang masih mengait di ujung jaketnya, “Dan saya yakin, ada laki-laki yang lebih pantas mendampingi kamu dari saya. Saya hanyalah seorang putra dari laki-laki brengsek yang menghancurkan hidup keluarga kamu.”
Lutut Elena melemas di tempat namun dengan cepat Husein menahan tubuhnya, menuntun tiap langkahnya menuju mobil membiarkan wanita itu menangis kencang. Laki-laki itu tak bicara sepatah kata pun, membiarkan hening dan lalu lalang jalanan yang menemani tangisan Elena yang kian menjadi.
Sampai di tengah jalan, Elena terlelap dengan tidurnya.