Eat, Flower and Feelings

Ibra mengancingkan lagi jas maroon miliknya yang terbuka, merapihkan kerah kemeja hitamnya dan memastikan tempat undangannya ini tak salah. Ia membuka lagi ponselnya untuk membuka alamat restorannya.

“Dor!”

Ibra tersentak dengan kejutan Rose di belakangnya, wanita di hadapannya sudah rapih dengan dress di bawah lutut yang menampilkan bahunya. Rambutnya juga ia gerai bergelombang, membuat Ibra terpana sejenak lalu cepat-cepat pemuda itu membuyarkan lamunannya.

“Celingukan gitu ih, kok... bawa bunga?” perhatian Rose teralihkan ke buket bunga yang Ibra bawa.

“O-Oh ini?” Ibra menyerahkan bunganya ke Rose, “Buat kamu, sebagai perkenalan antar rekan bisnis.”

Ibra memang berbohong, karena jantungnya sejak tadi tidak bisa berhenti berdetak. Rose yang menerimanya langsung tersenyum sumringah, ia menghirup aroma bunga itu dengan gembira bahkan ia hampir memeluk Ibra tapi cepat pemuda itu mengambil jarak sebagai peringatan.

Rose akhirnya mempersilahkan Ibra untuk masuk dan duduk di tempat yang sudah di reservasi secara khusus oleh Rose. Pertemuan ini yang sudah di nanti-nantikan, Rose tak berhenti memandang wajah tampan Ibra dengan senyuman malu-malu.

“Kenapa?” Ibra menyadari tatapan intens Rose.

“Mas Ibra keren banget kalo pake jas gini,” ucap sang puan, lagi-lagi membuat Ibra salah tingkah.

“Ka-Kamu kenapa sih? udah kita langsung to the point aja. Saya mau presentasiin semuanya, kamu tolong simak baik-baik ya,” Ibra membuka tabletnya dari tas yang ia jinjing, lalu menampilkan sebuah power point yang menjelaskan secara rinci tentang proyek yang akan di sepakati keduanya sebagai rekan bisnis. Rose menatap fitur wajah tampan Ibra dalam, hidungnya yang mancung dengan kulit eksotis mulusnya, tak heran kalau akan ada banyak wanita yang menyukai sosok Ibrahim El Fatih. Ia bagaikan karya ciptaan Tuhan yang sempurna.

Ibra masih sibuk menjelaskan proyek bisnisnya, tanpa memerdulikan apakah Rose ikut menyimak atau tidak namun tatapan intens Rose yang tertuju di matanya cukup membuat sang pemuda terganggu.

“Rose kamu nyimak gak sih?” decak Ibra sedikit sewot, yang dipanggil langsung terkekeh geli.

“Nyimak kok...” jawab Rose dengan nada lirih.

“Coba kamu ulangin penjelasan saya.”

“Dih, emangnya lagi bimbel apa?!”

“Jadi kesimpulannya apa?!”

Rose tersenyum cengir, “Mas Ibra ganteng banget... hehehe....”

Ibra menepuk jidatnya, menghela nafas panjang sambil geleng-geleng dengan tingkah wanita di hadapannya. Rose ini bisa disebut sebagai sosok yang aneh bin ajaib dan kelakuan random-nya sangatlah tidak terduga. Pemuda itu sekali lagi menunjukkan power point di slide terakhir, “Kesimpulannya, kamu bilang mau ambil 3 unit di sektor A sini kan? mau kamu jadikan sebagai rumah pribadi, investasi, yayasan atau bisnis?”

Rose tersenyum penuh arti, “1 rumah mau aku jadikan sebagai rumah masa tua mama aku dan dua lainnya... mau aku jadikan sebagai panti asuhan.”

Ibra terpaku dengan jawaban Rose, wanita itu mendekat untuk melihat lebih jelas slide dari power point-nya.

“Aku udah survey ke tempatnya, unit yang mau aku ambil ini sangat cocok dengan pemandangan bukit yang menenangkan untuk relaksasi. Mama aku suka banget sama nuansa alam, dan ini tempat yang paling cocok untuk refreshing dari masa berduka, begitupun untuk panti asuhan sendiri, belajar di tempat alam itu bagus untuk otak bukan?”

Nafas ibra tercekat, “Be-bentar, refreshing dari masa berduka maksudnya?”

“Waktu aku pergi dari Budapest, papa aku meninggal di Kanada, mas.”

Innalillahi wa Inna Ilaihi Raji'un, saya turut berduka cita.”

“Terima kasih,” Rose melanjutkan lagi kalimatnya, “Dan kepergian papa merupakan titik terendah kami sekeluarga, terutama mama yang sangat mencintai papa.” “Kanada menyimpan banyak memori indah kami sekeluarga, tapi untuk di kenang sekarang cukup menyakitkan, apalagi untuk mama. Makanya aku memutuskan untuk pulang lagi kesini, membawa mama dan tinggal di tempat yang dekat dengan nuansa alam untuk mengobati rasa berduka kami.”

Ibra menyanggah, “Jadi kamu sekeluarga akan pindah kesini?”

Rose menggeleng, “Cuman mama aja, aku tinggal di apartemen dekat Sudirman sana.”

“Kenapa kamu gak ikut temenin mama kamu aja?”

“Ya karena jarak ke butik aku jauh banget, tapi aku akan sering jenguk mama.”

Ibra menjawab oh ria, dan di benaknya masih ingin mencari tahu lebih banyak soal Rose yang saat ini ada di depannya, dengan sangat cantik dan menawan seolah ia menyimpan banyak cerita yang ingin Ibra dengar.

Ibra ingin tahu banyak hal tentang Rose.

“Kamu hebat, gak hanya memuliakan orang tua tapi juga mau membangun tempat untuk menampung anak yatim-piatu, saya salut,” akhirnya kekaguman Ibra yang keluar dari bibirnya.

“Aku tahu rasanya tinggal sebatang kara, aku tahu rasanya kehilangan hampir seluruh keluarga dan kehilangan arah, tapi banyak orang yang mungkin tidak seberuntung aku jadi ini saatnya aku yang menolong mereka semua.”

Rose bagaikan malaikat tak bersayap dengan senyuman cantiknya yang terlukis indah di wajahnya. Ibra tak bisa lagi mendeskripsikan bagaimana kekagumannya terhadap Rose, kalau ada penghargaan yang bisa ia berikan mungkin Ibra akan memberikannya sebanyak mungkin. Tak banyak orang yang memiliki hati sesuci dan seluas ini.

Bahkan mungkin, dirinya belum sampai ke tahap itu.

Saya jadi ingin mengenal kamu lebih dalam lagi, Roseanne....