Dua Pilihan

Di tengah keramaian bandara, Ibrahim disana tengah duduk sambil memangku tangannya di atas koper. Jarum jam sudah menunjuk angka pukul setengah 3 dan belum ada tanda-tanda kehadiran Mina dengan Aaron ataupun Husein.

Memikirkannya membuat pemuda itu geleng-geleng.

“Gila ya, untung aja gue dateng kesini. ngelihat kondisi Mina udah kayak gini,” batinnya.

Tak lama sosok gadis berhijab coklat lari tergopoh-gopoh ke arahnya dengan raut sumringah, senyumnya lebar dan di balas pula oleh senyuman simpul Ibrahim.

“Ibraaaa!” Mina langsung lompat memeluk adiknya itu, “Capek yaa? sini aku bawain barangnya!”

Netra sang adik tertuju ke arah pria muda di belakang Mina, sosok Aaron yang akhirnya ia temui secara langsung dan memberikan tatapan penuh introgasi dari ujung kepala hingga ujung kaki. Ibra ingin memberi sedikit tes.

“Aduh capek banget, tapi gue gak tega nyuruh lo bawa barangnya, harus cowok ini mah,” ucap Ibra— praktis matanya melirik ke Aaron, untungnya pria muda itu cepat menangkap sinyal Ibra.

“Biar saya yang bawakan,” tawar Aaron, lalu ia membawa beberapa barang Ibra.

“Ya ampun, aku aja kaak! aku gak enak!”

“Udah lah, itu barang gede harus di bawa sama cowok.”

Mina memicing matanya tajam ke Ibra, “Ih! dia tuh bos aku tahu, jangan seenaknya nyuruh-nyuruh!” bisik Mina mengecam.

Ibra hanya tersenyum miring.

“Ibrahim!”

Suara bariton itu membuat nafas Mina tercekat. Ketiga insan disana menoleh ke arah sumber suara, dan Mina tak menyangka Husein datang juga untuk menjemput Ibra.

“Ba-Bang Husein?!” decak Mina kaget.

“Aminah?!” lalu matanya teralih ke Aaron, “Lo ngapain disini?!”

“Gak lihat gue lagi jemput adeknya Mina?” balas Aaron sinis.

“Lo kan atasannya Mina, kok bisa-bisanya mau ngejemput adeknya Mina?” Husein melirik ke barang-barang yang di bawa Aaron, “Itu barang-barangnya Ibra kan? lo gak pantes bawain barang kayak gitu, mending gue aja.”

“Gak usah, gue gak keberatan.”

“Bertindaklah sebagai atasan yang bener, mana ada bos mau bawain barang kayak gitu.”

“Gue kesini bukan sebagai atasannya Mina.”

“Terus apa?!”

“Menurut lo hubungan yang tepat apa, Husein?” Aaron menyungging senyuman penuh arti, yang tentu membuat Husein jengkel setengah mati.

“Ehem!”

Dehaman singkat Ibrahim membuat keduanya mendelik.

“Gue kesini gak mood nonton sinetron, capek banget nih habis perjalanan panjang. Mending kita cari makan dulu yang enak, gimana?” cicir Ibra dengan tengil khasnya. Ia menatap sang kakak yang hanya diam mematung melihat pertikaian kedua pemuda di depannya.

“Boleh, nanti biar saya yang tunjukkin tempat makan enak disini,” ucap Aaron.

Husein tak mau kalah, “Kalo gitu gue ikut.”

Aaron mengerut alisnya tak senang, namun Husein tak peduli.

Situasi saat ini membuat kepala Mina ingin pecah.

Ih cowok-cowok gak jelas....