Di Bawah Hangatnya Rembulan

Aisyah di izinkan oleh Dokter Arif untuk memasuki ruangan ICU dan mendampingi Naresh yang masih terlelap dengan tidur panjangnya. Gadis itu tak bisa menahan tangisannya yang sudah di ujung tanduk, satu bulirnya lolos dan terjatuh di punggung tangan pemuda yang masih belum bergerak.

“Kak Naresh...” lirih Aisyah dengan suara purau.

Aisyah duduk di samping Naresh dan terus menatap kedua mata Naresh yang masih terpejam rapat sehingga menampilkan bulu mata lentiknya. Ia berharap Naresh segera membuka matanya dan menyambut kehadirannya saat ini.

“Aisyah, kamu janji kan untuk selalu sama-sama dengan saya?”

“Itu janji kamu seumur hidup lho.”

“Iya, saya janji kok untuk selalu ada di saat kamu butuh, dan itu janji saya seumur hidup...”

Lagi-lagi air mata gadis itu mengalir deras hingga kepalanya menunduk di sisi ranjang. Isakkannya itu semakin kencang memenuhi satu ruangan, tak ada yang bisa mendengarnya disini selain Aisyah dan juga Naresh yang masih berada di ambang kesadarannya.

“Kak Naresh... bangun kak... bangun... kakak harus tepatin janji kakak... kakak udah janji sama Aisyah untuk selalu ada di saat Aisyah butuh kan?” “Aisyah butuh Kak Naresh juga di sisi Aisyah... gak cuman di saat genting tapi selamanya... Aisyah mau Kak Naresh selalu ada untuk Aisyah itu selamanya...”

Aisyah masih menangis terisak-isak disana.

PUK!

Aisyah sontak bangun begitu tangan besar kokoh yang di infus itu menepuk pelan pucuk kepalanya. Mata sayu pemuda itu tengah bersusah payah untuk terbuka dan melihat wajah cantik milik gadis kasihnya.

“Ka-Kak Naresh??!!” Aisyah langsung bangkit dari duduknya. Naresh lagi-lagi menarik tangannya pelan sambil menatap geli Aisyah dengan kekehan kecilnya.

“Se-Sebentar, Aisyah panggil dulu Dokter Arif, ya!”

Aisyah bergegas lari dari ruangan ICU untuk mencari keberadaan Dokter Arif.


“Alhamdulillah, kondisi Naresh udah jauh lebih membaik setelah bed rest total, sekarang tinggal tunggu kondisinya untuk lebih stabil lagi baru bisa di bawa ke ruangan biasa,” ucap Dokter Arif menghembus nafasnya lega, Aisyah ikut senang mendengarnya. Naresh menatap teduh gadis di sampingnya bahkan ia tak mau melepas sedikitpun pandangannya dari Aisyah.

Kehadiran Aisyah sekarang benar-benar menjadi kekuatan besar bagi Naresh untuk melawan sakitnya.

“U-Ukh...” begitu Naresh hendak bangun, tubuhnya mendelik kesakitan dan akhirnya berakhir jatuh lagi di atas ranjangnya.

“Kak Naresh! Aduh, jangan duduk dulu! Kakak harus terus istirahat baring kayak gini!”

Aisyah menyelimutkan kembali tubuh Naresh dan menepuk pelan balutan selimut yang menghangatkan pemuda itu di tengah dinginnya ruangan serba putih berbau alkohol itu. Aisyah hanya memberikan senyuman hangat lebarnya kepads Naresh sehingga kedua netranya itu menyipit.

Aisyah... saya dengar semuanya yang kamu katakan tadi sama saya... Apa perlu... kita benar-benar mendeklarasikan kebersamaan kita secara resmi, Syah?