Date

“Mas, Mas, aku pake baju ini bagus gak?!”

“Hm.”

“Kalo ini bagus gak?!”

“Hm.”

“Mas lihat deh ini baju lucu banget warnanya aku suka! Cocok gak di aku?”

“Hm? Hm...”

Gue langsung merengut sebal, “APAAN SIH MAS HAM HEM HAM HEM KEK KEONG!! NGOMONG DONG YANG BENER!!” “Aku kan dandan cantik gini cuman buat kamu! Pilihin kek yang bagus buat aku!”

“Lho saya mah terserah kamu mau pake baju apa asalkan sopan dan menutup aurat.”

“Ya setidaknya bantu dong! Aku kan juga mau tau mas seleranya kayak gimana, ish, sebel banget! dah ah, gak jadi belanja!”

Mas Haidar langsung cepat menahan lengan gue, “Eh udah gak usah ngambek juga... yaudah cepet kamu pilih bajunya nanti saya yang tentuin.”

Nah gitu kek, gue langsung cepat mengambil 2 baju yang cukup menarik perhatian gue dan menunjukan keduanya di hadapan suami gue,

“Mending yang warna pink atau biru?”

Mas Haidar bergeming, “Hmm... biru deh.”

“Kenapa biru?”

“Karena saya suka warna biru.”

Gue menatap lagi baju pilihan Mas Haidar, “Hmm... aku gak sreg ah, jadi aku ambil yang warna pink aja!“sudah mantap dengan pilihan gue, akhirnya gue mempercepat langkah kaki gue menuju kasir terdekat.

“Ya Allah... untung istri...”


“Mas, Mas!”

“Hm?”

“Ceritain dong kisah cinta Mas dulu waktu muda!”

Entah kenapa setelah mendengar permintaan gue, Mas Haidar langsung tersedak-sedak dengan makanannya. Ia cepat meraih air mineral di samping makanannya lalu berhenti sejenak dengan aktivitas makannya.

“Kenapa kamu kepo soal itu?”

“Ya aku mau tahu aja orang yang pernah Mas cintai dulu.”

Mas Haidar geleng-geleng, “Kalo gitu kamu dulu, baru saya.”

“Aku? Yah Aku mah gak seru ceritanya, Mas, aku kan gak pernah pacaran!”

“Saya juga, cuman...”

Alis gue mengerut, “Cuman?”

Mas Haidar langsung menghela nafas panjang, “Oke kalo gitu saya duluan yang cerita, tapiiii.... saya gak mau cerita ini bikin kita jadi salah paham. Ini cuman pengulangan masa lalu aja karena kamu yang minta.”

Gue mengangguk semangat, gue mempersiapkan posisi gue untuk menyimak dengan baik cerita dari Mas Haidar soal masa lalunya itu...

“Dulu waktu saya masih SMA, saya adalah seorang pribadi yang kaku dan paling anti dengan cinta-cintaan. Saya punya ambisi sendiri untuk mempertahankan prestasi saya di masa sekolah sampai akhirnya... saya bertemu dengan seorang perempuan, yang berhasil menggebrak tembok besar dalam diri saya.” “Saya gak pernah menyangka, bahwa perasaan jatuh cinta itu ternyata seindah ini. Saya merasa hidup saya berwarna karena dia, semangat belajar saya meningkat dua kali lipat karena dia dan pokoknya dia adalah segala-galanya untuk saya.”

Gue gak nyangka banget, ternyata seorang Mas Haidar pernah bucin pada masanya. Beruntung banget sih perempuan itu.

“Perasaan saya terbalas, kami tidak berhubungan secara resmi hanya saja saling surat menyurat untuk jaga komunikasi sampai akhirnya kami janji untuk kuliah sama-sama di Kairo dan menikah disana tapi sayangnya saya gak lolos, tapi dia lolos.”

Gila, sampai punya planning untuk menikah. Mas Haidar kalo udah mencintai seseorang gak main-main ya.

“Akhirnya kami tetap pegang janji kami, saya akan menyusul dia ke Kairo sambil kuliah S2 dan saya berusaha sekeras mungkin untuk bisa mendapatkan beasiswa S2 ke Kairo tapi pada akhirnya, karena memang bukan jodoh ya... dia lebih memilih menikah dengan pria lain disana.” “Dia sudah lelah menunggu saya, janji itu seolah jadi sepah yang dibuang. Saya benar-benar patah hati, belum lagi pada saat itu saya juga masih berkabung karena kepergian Umi, yaa namanya juga hidup. Sampai akhirnya saya benar-benar menutup pintu hati saya, butuh waktu bertahun-tahun untuk menata hati saya yang sudah dihancurkan.” “Hingga akhirnya saya bertemu kamu, Maryam.”

Gue tertegun, mendengar kisah patah hati Mas Haidar yang sungguh hebat itu membuat dada gue juga ikut berkecamuk. Tangan Mas Haidar menjulur ke tangan gue dan dia menggenggam tangan gue erat-erat...

“Jujur saja, awal pertemuan kita di kampus itu bukanlah awal kesan yang bagus. Saya sangat tidak suka cara berpakaian kamu yang terbuka pada saat itu, belum lagi desas-desus tentang gaya hidup kamu yang bebas... saya sampai menyangkal kalau kamu itu Maryam yang saya kagumi 15 tahun yang lalu.”

Jarinya yang besar mengelus lembut kepalan tangan kami yang terkait, jantung gue gak bisa berhenti berdetak apalagi pas lihat senyumannya yang meneduhkan hati.

“Tapi memang hidup itu penuh kejutan, saya gak nyangka bahwa sosok Anela yang pakai baju bolong di bahu... sekarang memakai kerudung panjang dengan anggunnya, dan dia menjadi istri saya.”

Lagi-lagi tangannya Mas Haidar menuntun telapak tangan gue untuk menangkup pipi halusnya,

“Jadi gak penting sebenarnya siapa cinta pertama saya waktu muda tapi yang terpenting itu, adalah cinta sejati saya yang ada di depan mata saya saat ini.”

Jantung gue rasanya mau meledak, senyuman Mas Haidar yang tak pernah gue lihat sebelumnya kini terus terlukis di wajahnya khusus untuk gue. Rasanya bahagia banget, seolah gue adalah manusia spesial yang pantas memiliki sosok Mas Haidar sepenuhnya.

“Aku cinta sama Mas”kalimat itu keluar dari bibir gue, Mas Haidar tersenyum lebar seraya menepuk pucuk kepala gue dengan penuh kelembutan.

“Pulang yuk, kita harus beres-beres baju kan? Besok kita udah harus pulang.” “Kamu... gak keberatan kan tinggal di rumah saya? Karena kasihan Aisyah kalau sendirian, saya takut adik saya kenapa-kenapa.”

Gue mengangguk mantap, “Gapapa, Mas! Aku malahan seneng kok bisa nemenin Aisyah juga, hehehe...!”

Mas Haidar terkekeh, “Iya tuh, adik saya seneng banget sama kamu. Tadi aja nitip salam katanya kangen main sama Kak Anela, bukan sama abangnya.”

“Kamu mah kebanyakan ngehukum Aisyah, Mas! Hahahahaha... Nanti kalau ada aku awas yaa... aku yang lindungin Aisyah dari hukuman kamu!”

“Eh kok gitu? Yaudah berarti kamu juga saya hukum ya...!”

“Ih jahat! Masa istrinya juga di hukum!”

“Hahahahaha...”

Mas Haidar, Allah memang tidak salah menempatkan kamu di hatiku... karena takdir yang menyatukan kita merupakan anugrah terindah untukku.

Terima kasih sudah mau menjadi bagian hidupku.