Danube River
Langkah Mina terhenti begitu seorang pria berjaket krem tua itu— Aaron, menepuk bahunya.
“Mina!” sahutnya dengan senyuman lebar, “Kamu udah makan? Kita makan di luar yuk?!”
“Ah maaf, Kak Aaron... Mina udah ada janji ....”
“Oh gitu? Yah sayang banget, sama siapa emangnya??”
“Aminah!!”
Suara bariton dari belakang sana sontak membuat keduanya menoleh ke sumber suara, laki-laki itu melambaikan tangannya sambil tersenyum riang sampai matanya menyipit membentuk bulan sabit khasnya— Husein.
“Ayo kita makan!” Husein melempar tatapan sinisnya ke Aaron.
“Ngapain kesini segala sih? Kan nanti aku keluar nyusul Bang Husein!”
“Ya emang kenapa? Meg akarok ismerkedni a barátnőmmel.” lagi-lagi pemuda itu seolah menargetkan kalimatnya barusan ke arah Aaron yang cuman diam menatap mereka.
Mina mengangkat satu alisnya, “Hah? Apaan sih?”
Husein menggeleng, “Udah yuk masuk ke mobil.”
Aaron cuman tertawa renyah dengan senyuman miring melekuk di pipinya sempurna...
Oh... jadi gitu ....
“EH?? INI BANG HUSEIN NGAJAK MINA NAIK KAPAL??”
Husein mengangguk mantap, “Iya! Kamu belum pernah kan keliling kota pakai kapal?” “Aku udah booked tiketnya kok, yuk kita langsung masuk!”
Pemuda itu menarik lengannya masuk ke loket lalu setelahnya mereka duduk bersanding menunggu kapalnya beroperasi, degupan jantung Mina mulai berpacu cepat, rasanya aneh ketika harus naik kapal berdua dengan laki-laki, dan laki-laki itu adalah Husein.
“Lihat deh,” Husein menunjuk ke sebuah gedung artistik yang megah nan klasik khas kota Budapest, “Itu Matthias Church, Gereja Katolik Roma yang udah dibangun dari abad ke-10.”
Mina mengangguk oh ria, “Itu kan tempat yang kita datengin kemarin kan?! Fisherman's Bastion?!”
“Hahaha iya betul.”
Senyuman Mina terukir jelas di wajahnya hingga menampilkan lesung pipitnya yang tersembunyi, ia memejam matanya, meresapi angin musim dingin yang segar bersama hangatnya momen kebersamaan bersama orang terkasih. Husein di sampingnya ikut terhenyak dengan momentum ini, kerinduan yang ia tahan selama 12 tahun seketika tumpah hari ini.
“Bang Husein aku mau lihat di luar situ dong!” decak Mina girang.
“Iya boleh, yuk.”
Mina berdiri dari tempatnya di ikuti Husein yang bantu menjaganya dari belakang.
DRRK! BRUK!
Tiba-tiba Mina kehilangan keseimbangannya dan tubuhnya langsung terjatuh tepat di tangan kokoh Husein. Mereka saling menatap sejenak— Mina langsung memalingkan wajahnya dan buru-buru berdiri meskipun langkahnya sedikit tergontai.
“Sini, pegangan,” Husein menawarkan lengannya, “Bukan modus ya, nanti kamu jatuh lagi repot.”
Aduh... jantung gue kok berisik banget sih, kalo Bang Husein denger gimana?!
“Ayo cepet pegangan sini.”
Mina tak ada pilihan selain menuruti kata Husein untuk mengalung tangannya di lengan kekar Husein. Terakhir kali keduanya saling bergandengan lengan itu ketika Mina masih kelas 3 SD dan Husein kelas 5 SD, pada saat mereka menyebrang ke kafe es krim depan sekolahnya lalu memesan es krim coklat couple set.
Keduanya berjalan kikuk menuju pemandangan luar yang di pinta Mina.
“Mina ....”
Mina mendelik, “Hm?”
“Jangan pernah lepas ya?”
“Lepas apa...?”
Husein tersenyum hangat, “Jangan pernah lepas dari aku.”
Satu kalimat yang mampu memporak-porandakan hati Mina yang sudah ia tata setelah patah hati tempo hari itu...
Seperti malam yang cepat bersilih ganti,
Husein memberi harapan lagi yang kedua kalinya.
Mina tidak lengah. Ia melepas tangannya malahan justru ia menjulurkan lidah mengejek pemuda bermata sipit itu.
“Wleek! Bang Husein sekarang jago banget ngalusnya!”
Laki-laki itu tercengang.
“Aku gak akan pergi kemana-mana... selama gak ada yang membawa aku pergi.”
ps : Meg akarok ismerkedni a barátnőmmel. >>> Aku ingin jumpa dengan kekasihku.