Chance
Mina duduk di kursi kayu menatap kedua wanita paruh baya yang sedang asik bersenda gurau sambil sibuk dengan urusan dapurnya, yaitu belajar masak makanan Indonesia.
“Katanya disuruh belajar masak, tapi malahan disuruh duduk disini, gimana sih umi?!” protes Mina.
Anela terkekeh, “Tante Angel punya resep khusus untuk kamu katanya jadi nanti kamu belajar masaknya sama Tante Angel.”
Yee gimana sih umi... tau gitu kan sambil nunggu bisa sambil bawa kerjaan ....
Mina mengedar lagi pandangannya ke sebuah foto keluarga tiap generasi, yang pertama adalah foto pernikahan Adit dan Angel. Mina pernah di ceritakan oleh ibunya kalau kedua sejoli itu menikah tanpa resepsi bahkan menggelar akadnya di rumah sakit setelah melahirkan Husein. Mungkin foto itu di ambil di studio sebagai ganti dari foto pernikahan, lalu ada foto keluarga bertiga dengan Husein yang masih berusia sekitar 1-2 tahun. Senyuman bahagia keluarga mereka seolah menutupi kisah masa lalu kelam Husein yang selama ini ia takuti.
Padahal kan selama ini mereka bisa hidup bahagia tanpa bayang-bayang masa lalu, kenapa sih Bang Husein masih aja ungkit soal masa lalunya?!
Mata Mina tertuju lagi ke sebuah foto keluarga dengan Husein yang sudah tumbuh remaja. Senyuman polosnya itu benar-benar Mina rindukan, ia adalah sosok Bang Husein yang selama ini Mina kenal.
Lalu di sampingnya lagi, yaitu foto keluarga dengan sosok Husein yang sudah dewasa. Senyuman polosnya berubah menjadi senyuman pedih yang menyimpan banyak misteri. Semakin dewasa, laki-laki itu malah tumbuh menjadi pria yang misterius.
Bahkan tak bisa di tebak pula.
Masa sih karena masa lalu itu... Bang Husein jadi banyak berubah kayak sekarang...?
“Mina! Sini, mau tante ajarin masak gak??”
Suara Angel menyadarkan Mina dari lamunan panjangnya, gadis itu langsung lari menghampiri dapur dan Angel dengan lembut mengalungkan celemek merah mudanya ke leher Mina.
“Tante, kita emang mau masak apa sih?”
Angel tersenyum simpul, “Paprikash, makanan yang paling disukai Husein.”
Mina diam mematung.
Entah apa yang salah di kepala Mina, tiba-tiba gadis itu berinisiatif untuk memberikan masakannya itu kepada Husein langsung di rumah sakit— tempat kerjanya Husein.
Flashback
“Ini Mina bungkus aja untuk di apartemen, yang penting kamu udah ngerti kan cara masaknya?”
Mina termenung lagi memandang makanan yang sudah di sajikan di atas meja dengan semerbak bau rempah yang mencuat...
“Tante, Bang Husein kalau kerja suka bawa bekal?”
Angel tersontak, “Eh? Dia sih biasanya beli makanan di luar, kenapa, Mina?”
“Mina bawa aja ya untuk Bang Husein?”
Tentu Anela dan Angel disana langsung tercengang dengan ungkapan Mina.
“Mina bukannya mau ikut umi, nak?” tanya Anela.
“Kemarin Bang Husein ngajak aku jalan-jalan ke banyak tempat terus traktir makan juga, jadi Mina mau bales buat kasih makanan ini ke Bang Husein. Gapapa kan, umi?”
Senyuman sumringah Angel seolah sangat menyambut gembira ide Mina, “Boleh banget sayang! Wah, Tante seneng banget kalau Mina mau kasih makanannya ke Husein! Soalnya anak itu kalau gak di ingetin suka gak teratur makannya.”
Anela mengangkat kedua bahunya, “Yah umi sih gimana kamu, asalkan kamu inget aja abi masih ada disini.”
Sekarang, begitu langkah kakinya sudah ada di depan gedung besar bersama lalu lalang para staf medis membuat jantung Mina berdegup tak menentu.
Tangannya yang sudah membawa rantang plastik berisikanPaprikash buatan Mina— gadis itu terus melangkah mencoba untuk mencari sosok laki-laki bermata sipit khas yang ia kenali.
“Um... Excuse me... I would like to meet Dr. Husein here...” ucap Mina kepada salah satu perawat yang berjaga di resepsionis.
“Ah, he is still in surgery. You can wait in the waiting room for 30 minutes.”
30 menit?! Lama banget ....
“Okay... thank you.”
Mina duduk di ruangan tunggu yang sudah di tunjukkan dengan hati gelisah. Ia membayangkan bagaimana reaksi Husein ketika menerima makanan yang ia bawakan.
Apakah kaget?
Atau justru senang?
Karena jujur, ada perasaan aneh yang ada di dadanya setiap ia membayangkan lagi momen manisnya bersama Husein kemarin.
Jangan lepas dari aku ya?
Mina mendecih, “Justru dia yang tiba-tiba mau lepas dari aku. Kenapa jadi seolah-olah aku yang pergi?”
10 menit berlalu ....
15 menit berlalu ....
25 menit berlalu ....
dan 30 menit sudah Mina menunggu laki-laki itu selesai dengan pekerjaannya. Suara ceklekan pintu dari ujung sana mulai terdengar bersama para rombongan dokter yang berjalan. Di belakang dokter seniornya ada sosok laki-laki klimis dengan rupa orientalnya yang khas dikenali Mina. Gadis itu berdiri dengan senyuman sumringahmya ....
“Husein!”
Suara melengking itu datang dari samping Husein, wanita asia berambut pirang itu langsung memeluk tubuh Husein erat-erat dan memberikan kotak makan siangnya kepada pemuda yang menjadi tujuan Mina pada awalnya.
Tapi...
Sekarang Mina sudah tak ada lagi tujuan, selain pulang...
“Halo, Ibra? Kamu dimana? Kakak bikin makanan nih.” “Oh? Kamu lagi janjian sama orang? Yaudah aku makan aja sendiri, kamu lanjut aja urusannya.”